Sejumlah daerah mulai memperketat pengawasan dan menyiapkan sejumlah skenario untuk mengantisipasi warga yang nekat mudik di tengah larangan mudik lebaran tahun ini.
Pemerintah provisi Jawa Tengah telah menyiapkan optimalisasi pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) mikro dengan apa yang disebut sebagai “Jogo Tonggo”, atau Menjaga Tetangga. untuk memantau para warga yang nekat mudik di tingkat akar rumput.
Potensi pemudik ke Jawa Tengah diperkirakan mencapai 4,6 juta, salah satu yang terpadat di seluruh Indonesia.
Dari responden yang disurvei Kementerian Perhubungan, 11% diantaranya menyatakan tetap akan mudik meski ada larangan. Dengan angka itu, ada potensi 27,6 juta orang yang akan mudik tahun ini di tengah larangan.
Sementara di Jawa Timur, pemerintah daerah bersama dengan kepolisian dan TNI akan melakukan penyekatan untuk mencegah mobilisasi penduduk di kawasan perbatasan, seperti Banyuwangi, Ngawi dan Magetan.
Akan tetapi, pengamat sosial mengatakan belum semua desa di daerah memiliki kesiapan yang sama dengan apa yang dimiliki kota-kota besar dalam mengontrol warganya.
Ini untuk kedua kalinya pemerintah Indonesia meniadakan mudik Lebaran di tengah pandemi virus corona, demi mencegah lonjakan kasus Covid-19.
Sementara, itu Kementerian Perhubungan menegaskan pihaknya akan melakukan “sosialisasi secara masif” terkait pelarangan mudik untuk membatasi mobilitas masyarakat.
Merujuk data survei Kementerian Perhubungan yang dilakukan pada Maret lalu, sebanyak 11% responden atau sekitar 27,6 juta orang menyatakan tetap akan melakukan mudik meski ada larangan dari pemerintah, dengan tujuan daerah mudik paling banyak adalah Jawa Tengah (37%), Jawa Barat (23%) dan Jawa Timur (14%).
Satgas Jogo Tonggo
Larangan mudik Lebaran tahun ini dipandang tidak akan menyurutkan calon pemudik untuk berlebaran di kampung halaman.
Para pemudik dipastikan akan mencari jalan tikus untuk bisa mudik ke kota tujuan di Jawa Tengah yang menjadi destinasi utama mudik Lebaran.
Untuk mengantisipasi kedatangan pemudik yang pulang kampung, Kota Solo menggerakkan kembali satgas Jogo Tonggo untuk memantau dan mengawasi para pendatang yang nekat mudik ke Solo.
“Satgas Jogo Tonggo yang melakukan pemantauan di wilayah RT dan RW di Solo. Mereka akan melaporkan jika sampai ada pemudik yang bukan warga domisili atau pendatang yang masuk ke wilayahnya masing-masing,” kata Sekretaris Daerah Kota Solo, Ahyani kepada wartawan Fajar Sodiq yang melaporkan untuk BBC News Indonesia, Selasa (13/4).
Hasil pemantauan dan laporan dari Satgas Jogo Tonggo itu, menurut Ahyani, selanjutnya akan dilaporkan kepada Satgas Penanganan Covid-19 di tingkat kecamatan.
Petugas satgas kecamatan kemudian turun ke lapangan untuk melakukan eksekusi kepada pemudik yang nekat pulang kampung.
“Kalau dari Jogo Tonggo yang mengeksekusi, nanti potensi terjadi kerawanan konflik di wilayahnya, jangan sampai itu terjadi. Nanti biar diambil perannya oleh kecamatan dan kota,” ujar Ahyani yang juga Ketua Pelaksana Satgas Penanganan Covid-19 Kota Solo
Sementara itu Ketua Satgas Jogo Tonggo RW I Kelurahan Gandekan, Makmur Budiyanto mengaku telah menerima perintah dari pihak kelurahan untuk melakukan pemantauan dan pengawasan kepada pemudik yang nekat pulang pada momen Lebaran kali ini.
Ia pun menjamin para pemudik yang nekat pulang ke rumah pasti akan diketahui oleh petugas Satgas Jogo Tonggo.
Pasalnya, peran satgas tersebut juga melibatkan semua RT di lingkungan RW 1 Kelurahan Gandekan, yang terdiri dari sembilan RT.
“Kebetulan teman-teman RT ada di dalam Jogo Tonggo semua. Kita sampaikan ke temen-teman RT untuk selalu memantau wilayahnya,” katanya.
Lebih jauh Makmur menambahkan pihaknya telah menyiapkan rumah karantina bagi para pemudik yang berhasil pulang dengan berbagai cara.
Rumah karantina itu, tambahnya, sempat menjadi tempat isolasi bagi sejumah warga yang terpapar Covid-19 beberapa waktu lalu.
“Sesuai dengan aturan pemerintah ya tetap mengkarantina. Untuk RW 1 sudah punya rumah karantina sendiri. Nantinya kita juga sudah siapkan keperluan apapun bagi pemudik yang menjalani karantina,” ungkapnya.
Merujuk kebijakan pemerintah, golongan yang dikecualikan dari larangan mudik harus menjalani karantina selama lima hari sebelum melakukan aktivitas di kota tujuan mereka.
Pemkot Solo telah menyiapkan gedung Solo Techno Park untuk tempat karantina bagi pemudik dengan hasil tes PCR negatif. Tempat karantina itu memiliki daya tampung 200 orang.
Selain itu, tempat karantina cadangan telah disiapkan di Ndalem Priyosuhartan, yang memiliki daya tampung 40 orang.
“Kalau melihat tahun lalu jumlah pemudik yang dikarantina mencapai 200-an orang. Jadi kita siapkan dua tempat karantina itu untuk mengantisipasi jumlah pemudik yang nekat pulang,” jelas Sekda Kota Solo, Ahyani.
Belum semua daerah siap
Pengamat Sosial dari Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Drajat Kartono menegaskan kendati Solo sudah siap mengantisipasi kebijakan larangan mudik, daerah-daerah di sekitarnya seperti Sragen, Sukoharjo dan Wonogiri masih kesulitan mengontrol pemudik yang pulang kampung.
“Wonogiri sangat luas, ada hutan dan lain sebagainya, itu yang masih sulit dipantaunya di desa-desa itu. Jogo Tonggo efektif kalau bisa dilakukan di desa, tapi saya lihat Jogo Tonggo hanya efektif di kota. Tapi kalau desa-desa yang sudah agak terpencil, agak sulit,” jelas Drajat.
Drajat menyebut Jogo Tonggo adalah gerakan berbasis komunitas yang efektif untuk mengontrol lingkungan di tengah situasi pandemi Covid-19.
Namun di tengah mudik Lebaran yang telah membudaya, ia khawatir dengan tingginya “ruang toleransi” bagi para pemudik yang pulang ke kampung halaman.
“Terutama kalau itu bukan di kota-kota yang ada pihak ketiga – negara – yang melakukan kontrol juga. Jadi agak melemah Jogo Tonggo kalau ada momen kultural yang harus mereka ikuti,” katanya.
Larangan mudik, kata Drajat, tak akan menghalangi warga untuk melakukan mudik, suatu tradisi yang melekat dengan Lebaran.
“Ini bukan urusan yang mudah untuk menghadapi budaya, kadang di antara mereka lebih memilih menghadapi negara dan denda daripada sanksi budaya ketika mereka diklaim orang tuanya sebagai anak durhaka,” kata Drajat.
Adapun, pengamat transportasi dari Universitas Indonesia, Ellen Tangkudung, memperingatkan pemerintah perlu mengantisipasi warga yang nekat mudik dini dan warga yang mudik menggunakan jalan alternatif – atau kerap disebut “jalan tikus”- untuk menyiasati larangan mudik Lebaran selama 6-17 Mei.
“Sekarang ini buat mereka pekerja non-formal, yang tidak harus cuti formal, mereka akan pulang lebih awal dan kekhwatiran saya [itu] bisa menjadi penumpukan, justru mereka pulang sebelum masa mudik,” kata Ellen.
Mudik dini dan penyekatan jalan tikus
Selain mempersiapkan langkah mitigasi bagi pemudik yang nekat di tengah larangan mudik, pemerintah daerah juga mempersiapkan antisipasi bagi mereka yang melakukan mudik dini.
“Pra-larangan itu dari tanggal 1-5 Mei untuk antispasi mudik dini. Karena kita punya data dari Kementerian Perhubungan ada potensi warga yang melakukan mudik dini ini kurang lebih 20% yang akan melakukan pergerakan sebelum hari pelarangan,” kata Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Perhubungan Jawa Tengah, Henggar Budi Anggoro.
Adapun merujuk data Kementerian Perhubungan, potensi pemudik ke Jawa Tengah tahun ini ada sekitar 4,6 juta orang.
Sedangkan di Jawa Timur, Kepala Dinas Perhubungan Jawa Timur, Nyono, mengatakan pihaknya tengah berkoordinasi dengan seluruh pihak terkait untuk melakukan pengawasan secara ketat, baik terhadap transportasi maupun arus bepergian orang.
“Polda dibantu TNI dan pemerintah akan mendirikan titik poin atau penyekatan wilayah tertentu. Khususnya di kawasan perbatasan, seperti Banyuwangi, Ngawi dan Magetan,” ujar Nyono seperti dikutip dari kantor berita Antara.
“Jika tetap ada yang nekat berangkat mudik, petugas secara tegas melakukan tindakan dan meminta kembali atau putar balik,” tambahnya.
Kementerian Perhubungan menyatakan akan melakukan “sosialisasi secara masif” terkait larangan mudik demi mencegah lonjakan kasus Covid-19.
“Kita akan sosialisasikan secara masif mengapa mudik dilarang dan mobilitas masyarakat harus dibatasi, sesuai dengan kampanye 5M di mana salah satunya membatas mobilitas. Esensinya adalah untuk mencegah penularan dan kasus Covid di Indonesia agar bisa dikendalikan,” kata Adita.
Adapun, kepolisian menegaskan akan menindak tegas pelanggar larangan mudik, termasuk mereka yang menggunakan travel gelap.
Tak mau kecolongan seperti tahun lalu, pos pengawasan arus mudik kali ini juga ditambah menjadi 333 titik, dari tahun lalu 146 titik.
“Penyekatan di perbatasan provinsi, kabupaten semua kita lakukan penyekatan termasuk travel gelap, saya pastikan akan tindak tegas,” kata Kakorlantas Polri Irjen Pol Istiono dalam konferensi pers pada Kamis (08/04) lalu.
Adapun tahun lalu, setidaknya satu juta warga di Jakarta berhasil mudik ke sejumlah daerah meski pemerintah menerapkan larangan mudik.
Selain mudik menggunakan jalan tikus, tahun lalu banyak warga yang mudik dengan memanfaatkan angkutan barang dan travel gelap.
sumber: bbc.