Putri Diani – Saya semakin ingin tertawa dengan apa yang dilakukan oleh mantan Presiden Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Sebab, paska menjabat sebagai presiden dirinya semakin banyak tingkah. Setelah pertarungan politik yang gagal membawa anaknya menduduki kursi DKI 1, kini tingkahnya semakin menjadi-jadi. Apalagi, satu periode Jokowi memimpin SBY semakin tersiksa dengan banyaknya drama yang dia lalukan. Bahkan, warna politik partainya pun semakin tidak jelas.
1 tahun periode menjadi oposisi, partainya masih belum mendapatkan perhatian dari publik. Saat ini, AHY terpaksa dinaikan guna mengambil suara pada 2024, yang di mana suara milenial semakin banyak. Sayangnya, apa yang dilakukan AHY masih belum jelas juga. Saya melihat apa yang dilakukan oleh masih banyak disetir oleh SBY. AHY perlu menemukan guru politik yang lain, selain SBY yang banyak drama. Paska drama dualism Partai Demokrat, kita melihat AHY gagap untuk mempersatukan partai kembali. AHY malah memperlihatkan dua kubu partai.
Ditambah, saat ini SBY telah mendaftarkan Partai Demokrat sebagai Hak Kekayaan Intelektual (HAKI). SBYmendaftarkan Partai Demokrat sebagai HAKI ke Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) pada 19 Maret 2021 silam. Dokumen itu disebutnya diunggah dari situs Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM. Dalam dokumen tertulis nomor permohonan JID2021019259 atas nama pemohon Susilo Bambang Yudhoyono.
Pertanyaan saya, apakah wajar hal tersebut dilakukan? sebenarnya, hal tersebut tidak wajar. Apalagi, pendirian Partai Demokrat bukan diusung oleh pribadi. Partai Demokrat sudah didaftarkan pada 2007 atas nama partai. Dengan didaftarkannya ini menandakan jika Partai Demokrat hanya dimiliki oleh keluarga SBY saja. Ini menandakan, seumur partai tersebut hidup akan diduduki oleh anak-anak hingga cucu SBY. Termasuk, pesta politik seperti Presiden akan mengusung keluarganya sendiri.
Pantas saja, belum lama ini anak-anak SBY berpose layaknya akan memiliki ruang pertarungan sebagai capres-cawapres. Sungguh saya ingin memprotes, jika pertarungan menjadi capres dan cawapres tidak semudah menaikan branding di sosial media. Ada banyak tahapan yang perlu dilakukan pada pencalonan tersebut, apalagi suara partai demokrat masih jauh untuk mengusung capres-cawapres pilihan sendiri.
Perlu diakui, Elektabilitas Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) masih bertengger di posisi ke 6 sebagai capres/cawapres potensial di 2024 versi lembaga survei Indikator Politik Indonesia. AHY meraih persentase perolehan suara sebesar 4,1% dalam rilis hasil survei yang digelar, Minggu 21 Maret kemarin.
Pada survei pertengahan hingga akhir tahun lalu elektabilitas AHY menyentuh 6% dan sempat menurun 4,8% versi indikator. Dan melorot lagi pada survei kali ini yang hanya sebesar 4,1%. Kondisi itu disebutnya berbanding terbalik dengan elektabilitas yang dimiliki figur lain seperti Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto dan Gubernur Jawa Barat yang tren elektabilitas relatif ‘silih berganti’.
Dengan ini menandakan konflik Internal PD dengan berbagai manuvernya tidak mampu mengerek elektabilitas AHY bahkan ada kecenderungan membenamkan
dan jeblok. Namun, hal yang perlu digarisbawahi adalah Agus Harimurti Yudhoyono alias AHY menjadi contoh nyata bagaimana pentingnya jabatan politik demi mendongkrak atau sekadar mempertahankan elektabilitas diri. Tanpa jabatan politik, baik di pemerintahan atau parlemen, elektabilitas AHY selama ini bisa dibilang mandek lantaran aktivitasnya jauh dari sorotan media.
Kembali membahas tentang HAKI Partai Demokrat, Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual (Dirjen KI) Kementerian Hukum dan HAM, Freddy Haris membenarkan Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) telah mendaftarkan Demokrat sebagai Hak Kekayaan Intelektual (HAKI). Freddy mengatakan pihaknya kemungkinan menolak pendaftaran yang dilakukan oleh SBY karena memakai atas nama pribadi.
Jika benar akan ditolak, apa yang dilakukan oleh SBY ini malah akan menurunkan citra atau elektabilitas AHY nantinya. Drama-drama yang dilakukan SBY, sangat buruk bahkan sangat jauh jika dibandingkan dengan drama Korea. Drama SBY dan dualisme partai, menjadi dua hal yang harus diselesaikan AHY sebelum pemilu 2024. Jika tidak diselesaikan, Partai Demokrat akan mati seperti Hanura saat ini. 2019 lalu, sebagai pertanda kematian dari Hanura.
sumber: seword