Erika Ebener – Coba kita menengok ke belakang sebentar… Siapa yang paling keras, kejam dan brutal berkomentar atas isu perceraian Ahok dan Veronica Tan? Ingat tidak kalimat-kalimat seperti apa yang sering mereka tuliskan di media sosialnya? Mereka menuliskan, “Wwkwkkwkw…. setelah 7 tahun baru sadar kalau Ahok dikacangin sama Veronica Tan!” kira-kira kalimat-kalimat seperti itu yang sering saya temukan kalau saya berselancar di dunia maya. Waktu itu saya masih sangat aktif di dunia maya, menjadi admin beberapa group pendukung Ahok dan Jokowi.
Dodol memang… mau dilawan, kok kayaknya konyol, tidak dilawan kok kayaknya keterlaluan. Tapi yang namanya debat sama kadal gurun, istilahnya menang jadi abu kalah jadi arang, sama-sama tidak menguntungkan. Yang ada emosi kita terkuras sia-sia. Jadi yah saya biarkan saja. Anggap saja kalimat-kalimat itu sampahnya media sosial. Setiap malam saya sapu-sapu membersihkan komentar-komentar sampah yang masuk di group-group Facebook yang saya gawangi bersama teman-teman.
Tapi siapa yang bisa menyangka kalau hari ini, periode 7 tahun itu sedang menembak balik Rizieq Shihab? Loh kok bisa? Begini ceritanya..
Yang namanya FPI, dari sejak Jokowi mulai menjadi Gubernur Jakarta, mereka sudah was-was, tapi tak melakukan pergerakan apapun. Di masa Jokowi masih menjabat Gubernur Jakarta, Rizieq Shihab sudah bisa meraba bahwa orang yang kurus, yang wajahnya planga-plongo dan ndeso ini akan menjadi batu sandungan terbesar jika dia terus bertengger di Ibu Kota. Untungnya, tahun pertama Jokowi menjabat, Jokowi masih menggunakan waktu 1 tahun itu untuk pengenalan lapangan. Dari baru tahun ke-2 beberapa gebrakan Jokowi lakukan. Akan bekerja berasaskan transparansi dan keterbukaan kepada publik. Sehingga memudahkan publik untuk memantau setiap anggaran yang masuk, maupun keluar dan berkomitmen untuk tidak korupsi serta akan menghapus pungli mulai dari yang terkecil, adalah dua diantara gebrakan Jokowi sebagai Gubernur Jakarta. Apalagi yang menjadi wakil gubernur juga dikenal sebagai orang yang tak bisa dibeli dan membeli harga diri. Maka suram sudah FPI di Jakarta.
Masuk tahun 2014, Jokowi dicalonkan menjadi Presiden Indonesia, “kelas” FPI yang biasanya jadi tukang sapu-sapu kegiatan maksiat, naik tingkat menjadi jasa penabur huru hara politik. Tahun 2014, adalah kali pertama FPI berdemo untuk alasan politik. Massa FPI bentrok dengan polisi dan melempari gedung DPRD DKI Jakarta. Mereka menolak Ahok sebagai Gubernur DKI Jakarta.
Dan sejak Jokowi menjadi Presiden Indonesia, Rizieq Shihab muncul yang terdepan yang menentang dirinya. Ibarat sebuah keranjang, Rizieq Shihab seperti menerima semua pesanan pihak manapun selama yang menjadi target atau sasaran adalah Presiden Indonesia. Orang berpikir bahwa Rizieq Shihab hanyalah boneka dari bohir-bohir penyewa jasa. Tapi terlepas dari anggapan itu, Rizieq Shihab sendiri akhirnya memperlakukan pesanan orang terlalu pribadi. Hingga kita tak bisa lagi membedakan, siapa sebenarnya yang sedang bermasalah? Para Bohir dengan Jokowi atau Rizieq Shihab dengan Jokowi?
Kalau kemudian slogan “Salawi” yang kepanjangan dari “Semua Salah Jokowi” dan kalimat “Jokowi anak PKI” lahir, itu tentu karena adanya andil besar dari kelompok dan simpatisan FPI yang memandang hanya Habib Rizieq Shihab lah yang benar. Serangan seperti fitnah, hoax, hujatan dan makian, baik kepada Presiden Jokowi secara probadi, maupun pada anggota keluarganya, secara berkesinambungan dan konsisten terus dilakukan. Setiap ada kejadian apa saja, di daerah mana saja, semuanya langsung dikaitkan dengan Presiden Jokowi. Bagaimana alur cerita satu kejadian di satu daerah, bisa dengan halus bermuara dan menjadi salah Presiden Jokowi, seperti sudah menjadi norma. Hingga kita lupa bahwa di setiap daerah itu ada gubernur, bupati atau walikota, ada camat, lurah hingga ketua RW dan Ketua RT.
Tapi niat jahat mana yang bisa mengalahkan kebenaran dan kesabaran? Dengan sabar dan hanya berpijak pada kebenaran, semua serangan Rizieq Shihab tetap Jokowi hadapi secara konstitusional.
Jokowi tak pernah sekalipun memanfaatkan jabatannya sebagai Presiden Indonesia untuk melawan atau menanggapi semua fitnahan, hinaan, bahkan tuduhan “Jokowi anak PKI” sekalipun. Hari ini, Rizieq Shihab terpuruk duduk di kursi pesakitan. Dalam persidangan kemaren, Rizieq Shihab memutuskan untuk diam. Di dalam hatinya, Rizieq mungkin bergumam, “Sialan… segala cara gue lakuin buat ngelengserin si wajah planga-plongo. Gue udah kurang apa coba nyangkutin semua perkara sama ini orang. Tiap ada kesempatan, gue pasti bilang, “lengserkan Jokowi”. Sepertinya gue sedang dijerumuskan sama si bohir-bohir. Gue udah gegabah nerima orderan buat nyerang orang yang salah. Dan itu baru gue sadarin sekarang, setelah 7 tahun lebih nyerang dia…”
Well, sebenarnya, kalau sifat dan karakter Jokowi seperti SBY, yang gampang tersinggung dan baperan, tentu Jokowi sudah menjadi sasaran yang tepat. Karena dari serangakaian aksi yang dilakukan oleh Rizieq Shihab dan gerombolannya, tak ada satupun yang ditanggapi Jokowi. Bahkan, di perhelatan akbar unjuk rasa 212 saja, Jokowi men-cu’ek-an Rizieq Shihab. Jika saja, Presiden Jokowi tak sesabar itu, saya yakin, dari dulu Rizieq Shihab sudah menang, menggapai apa yang dia inginkan. Diakui sebagai Imam Besar Umat Islam Indonesia, bahkan tak menutup kemungkinan RIzieq Shihab berkeinginan menjadi Presiden Indonesia, seperti Anies Baswedan.
sumber: seword