Xhardy – Mantan Wapres RI Jusuf Kalla mempertanyakan bagaimana caranya agar masyarakat bisa mengkritik pemerintah tanpa harus dipanggil polisi. Tenaga ahli KSP Ade Irfan Pulungan menilai JK terlihat seolah-olah ingin memanas-manasi keadaan. “Jadi sangat ironis sekali saya katakan, jika Pak Jusuf Kalla menyampaikan itu, dan disampaikannya dalam forum suatu partai, sepertinya dia ingin memanas-manasi atau memprovokasi keadaan untuk bisa memberikan arah kepada partai tersebut,” kata Ade Irfan.
Ade Irfan menyebut JK perlu membedakan antara kritik dan hujatan. Dia juga mempertanyakan cara berfikir JK terkait statement yang mempertanyakan cara kritik. “Pertama kan harus bisa bedakan antara kritik dan hujatan caci maki, mana yang dikatakan kritik mana yang dikatakan cacimaki itu yang harus dipahami oleh Pak JK,” kata Ade Irfan.
“Saya kira dia sebagai tokoh masyarakat, tokoh publik, kalau dia mempertanyakan tentang itu justru saya mempertanyakan tentang logika berfikir dia, mengapa dia malah menyatakan statment itu,” katanya lagi.
Sebenarnya pertanyaan dari Pak JK ini cukup tendensius. Kalau disebut ingin memanas-manasi situasi, mungkin tidak salah juga. Aneh aja mantan wapres dua kali, sudah senior dalam dunia politik tapi masih tidak paham bagaimana cara mengkritik yang benar? Beneran tidak tahu? Apakah kalau saat ini dia jadi wapres, dia akan mengatakan hal yang sama? Jawaban ini penting untuk menjelaskan semua ini.
Tapi sebenarnya, mereka yang mempermasalahkan hal ini, tidak perlu diladeni. Itu saja masalahnya. Cukup pendukung aja yang meladeni dan mengcounter.
Pertanyaan dari JK ini cukup didiamkan saja tak usah direspon, anggap saja seperti surat dari AHY kepada Jokowi soal isu kudeta Partai Demokrat. Tidak penting dan juga bukan urusan presiden untuk menjawabnya.
Saya melihat efeknya seperti ini.
Semakin banyak respon, semakin banyak yang akan menggoreng isu ini. Semakin banyak narasi untuk mengcounter respon ini yang kemudian akan balik lagi, menuduh buzzer berusaha membungkam setiap kritik terhadap presiden. Seperti JK ini, kalau kita balas narasinya, pasti akan dituduh buzzer yang kerjanya selalu menghadang opini. Pola play victim ini selalu dijalankan, jika situasinya memungkinkan, yaitu mereka kalah narasi. Terjepit, lalu teriak dizolimi. Terdesak, lalu teriak pemerintah anti kritik.
Makanya, cara paling bagus adalah membiarkan saja, atau balas balik pertanyaan tersebut dengan pertanyaan, apakah JK tidak tahu cara mengkritik? Selesai, tak perlu diladeni lagi. Semakin diladeni, semakin banyak komentar yang berdatangan dari segala penjuru. Kalau didiamkan, lama-lama juga capek sendiri.
Kebebasan dalam memberikan pendapat diatur dalam undang-undang. Tapi kalau kritikan atau pendapat yang disampaikan disertai hujatan dan memenuhi unsur pidana maka aparat dapat bertindak. Saya kira pembaca pasti sudah tahu hujatan itu apa, caci maki itu apa, mengatai orang dengan sebutan nama binatang itu apa.
JK mungkin sedang butuh sorotan dan perhatian, jadi cara paling baik untuk merespon adalah dengan tidak merespon. Tapi mau gimana lagi, sudah banyak yang merespon. Harusnya tidak perlu jawab, diamkan saja, pasti sedikit banyak bakal paham. Ini sebenarnya mudah saja, di saat seseorang kelihatan ingin memancing, sudah pasti mengharapkan balasan dan serangan balik. Tapi di saat tidak mendapat respon, pasti kebingungan.
Pada akhirnya isu kritik mengkritik ini hanyalah isu musiman. Sama halnya isu buzzer ini. Beberapa hari ke depan juga bakal hilang kok, sama seperti isu PKI, komunis, dll. Kelompok sebelah sudah punya kalender tersendiri yang berisi plan menggoreng isu sesuai jadwal dan bulan.
Sudah saya katakan beberapa kali, kenapa buzzer dilarang dan ditakuti? Masing-masing pihak sah-sah aja mengeluarkan pendapat. Yang mengkritik dan yang dikritik pasti ada yang membela. Masing-masing ada pendukung yang siap jadi defender. Yakin kelompok oposisi tidak punya buzzer? Kalau mau dibongkar habis, mereka bisa malu berkali lipat. Jangan maunya dikritik tapi dikritik malah mengkritik balik dan bilang pemerintah anti kritik.
Makin dibahas makin panjang. Pemerintah cukup diam saja, tak usah ladeni. Habisin waktu. Biar pendukung yang balas balik narasi ini. Mereka cuma punya satu jurus pasrah, pendukung pemerintah dan NKRI dibilang buzzer. Namanya juga sudah pasrah, tak tahu mau pakai jurus apa lagi.
Bagaimana menurut Anda?
sumber: seword