‘TIDAK SEMUA RUMAH SAKIT SIAP’ DI TENGAH ‘PENINGKATAN LUAR BIASA’ TINGKAT HUNIAN PERAWATAN COVID-19

Persatuan Rumah Sakit Indonesia, PERSI, mengatakan tidak semua rumah sakit memiliki fasilitas maupun sumber daya manusia yang memadai, di tengah peningkatan luar biasa tingkat hunian dalam beberapa minggu terakhir.

PERSI mengatakan hal itu menjawab permintaan Kementerian Kesehatan agar semua rumah sakit di Indonesia menambah ketersediaan tempat tidur antara 30 sampai 40%.

Di sisi lain, ahli epidemiologi mengingatkan perubahan kapasitas pelayanan rumah sakit harus dilakukan secara hati-hati karena dapat mengurangi kesempatan bagi pasien non-Covid yang membutuhkan perawatan mendesak.

Kasus virus corona Indonesia tembus satu juta: Pasien ditolak rumah sakit, kasus harian mulai rutin di atas 10.000 dan kuburan penuhSituasi ‘zona merah’ rumah sakit di tengah lebih dari satu juta kasus Covid-19Tingkat hunian RS Covid-19 hampir 100% jelang libur Natal dan tahun baru, epidemiolog desak ‘tindakan luar biasa’ pemerintah

Persatuan Rumah Sakit Indonesia, PERSI, mengatakan tidak semua rumah sakit siap untuk menangani pasien Covid-19, meski kini semua fasilitas layanan kesehatan diminta untuk menyiapkan sebagian dari kapasitas rawat inapnya untuk penanganan pandemi.

Pernyataan ini muncul di tengah kekhawatiran bahwa sejumlah rumah sakit rujukan untuk pasien Covid, akan kolaps.

‘Ventilator aja nggak punya, apalagi ventilator dengan isolasi’

Sekjen PERSI, Lia G. Partakusuma, menjelaskan bahwa masih banyak yang harus dikejar dari segi sarana dan prasarana, serta sumber daya manusia. Dengan kondisi terbatas, pelayanan, menurut Lia, tidak akan maksimal.

Lebih lagi, tambah Lia, upaya penambahan jumlah hunian sebagaimana diminta oleh Kementerian Kesehatan masih terbentur kendala karena bagaimanapun juga, rumah sakit yang dapat menangani pasien dengan gejala berat Covid-19 masih sangat terbatas.

“Yang ditunjuk lebih dulu oleh Kementerian Kesehatan menjadi rumah sakit Covid, pada umumnya mereka sudah mempersiapkan isolasi dengan ventilator – ICU dengan ventilator – tapi kalau yang rumah sakit-rumah sakit yang belum pernah ditunjuk, atau bahkan rumah sakit-rumah sakit kecil, tentu nggak punya mereka,” kata Lia, kepada BBC News Indonesia, Senin (01/02).

Jumlah pasien Covid-19 yang terus bertambah di rumah sakit membuat pekerjaan tenaga kesehatan semakin berat, sehingga berisiko mengalami ‘burnout’ dan terinfeksi penyakit tersebut.

“Ventilator aja nggak punya, apalagi kalau sampai harus ventilator dengan isolasi,” tambahnya.

Menurut data PERSI, dari sekitar 2.900 rumah sakit di Indonesia, hanya 490 yang memiliki fasilitas lengkap. Jumlah itu terdiri dari rumah sakit tipe A dengan 60 rumah sakit dan tipe B yang berjumlah 430.

“Kemudian kalau rumah sakit tipe C kan belum tentu ada anasthesinya. Karena kalau di ICU itu kan harus ada anasthesi. Kemudian nanti yang merawat itu kan harus ada ahli paru-paru, penyakit dalam, mungkin juga patologi klinik untuk orang lab-nya, atau mikrobiologi, penyakit anak, penyakit kebidanan.

“Itu yang biasanya lengkap ada di rumah sakit tipa A dan, paling, B. Kalau yang lain-lain kan enggak,” ujar Lia.

Menurutnya, penambahan kapasitas pelayanan merupakan solusi jangka pendek. Yang perlu digencarkan semestinya, tambah Lia, adalah penelusuran kontak, tes dan isolasi, demi menekan penyebaran.

Sementara itu, Kementerian Kesehatan sebelumnya mengungkapkan bahwa tingkat hunian di rumah sakit rujukan Covid-19 pada akhir Desember mencapai 90%.

Walaupun pemerintah tengah mengupayakan peningkatan jumlah tempat tidur di rumah sakit-rumah sakit rujukan, hingga Januari, tingkat hunian di kota-kota besar, seperti di Jakarta, masih sekitar 80%.

Angka itu jauh dibawah angka ideal yang ditetapkan WHO, yaitu sebesar 50%

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmizi, mengatakan permintaan ini disampaikan demi menghadapi peningkatan besar kasus Covid-19.

“Kita melihat situasi yang saat ini kita hadapi karena sejak November, itu terjadi peningkatan yang besar daripada kasus Covid-19. Jadi, kalau sebelum November, kasus yang aktif itu hanya 50.000. Kalau sekarang ini sudah mencapai pada angka 180.000. Jadi kita memang terus menerus melakukan penambahan jumlah tempat perawatan,” tutur Siti via telpon, (01/02).

“Artinya itu baik untuk tempat perawatan isolasi, maupun tentunya perawatan untuk ICU. Tetapi kemudian kita melihat bahwa walaupun sudah ditambah di kira-kira akhir Desember itu, jumlah kasus yang aktif itu terus menerus meningkat. Sehingga memang harus dilakukan penambahan tempat tidur.”

Siti menambahkan bahwa peningkatan kapasitas rumah sakit rujukan terus diupayakan.

“Saat ini sebenarnya sudah sampai 951 rumah sakit dari total rumah yang ada di Indonesia 2.979. Jadi memang terjadi peningkatan luar biasa. Kalau kita bisa contohkan ya, misalnya, kenaikan tempat tidur itu dalam satu bulan, kemarin dari Desember 2020 ke 25 Januari 2021, itu sudah ada peningkatan 13.500 tempat tidur,” ujar Siti.

“Tetapi memang kita melihat bahwa masih dibutuhkan jumlah yang lebih besar untuk tempat perawatan ini,” imbuhnya.

Menjaga proporsi playanan non-Covid

Sementara itu, ahli epidemiologi dari Universitas Airlangga, Windhu Purnomo, mengingatkan bahwa mengubah proporsi pelayanan di rumah sakit-rumah sakit yang berada di daerah-daerah dengan risiko tinggi penularan Covid-19, seperti Surabaya dan Jakarta, dapat membahayakan pasien-pasien non-Covid.

Sebab, pasien non-Covid dengan demikian harus berlomba dengan pasien Covid, yang jumlahnya tinggi, demi mendapatkan pelayanan.

‘Saya merasa bersalah tidak bisa membawa Mama ke ICU’ – kisah keluarga pasien non-Covid di tengah pandemiKebijakan PPKM disebut tidak efektif menahan laju penularan, rumah sakit di Pulau Jawa dan Bali ‘nyaris kolaps’Wajah para korban meninggal di Indonesia akibat Covid-19 – ‘Mereka bukan sekadar 6e

Windhu mengatakan setiap daerah harus memerhatikan kebutuhan masing masing dan mengupayakan peningkatan kapasitas daripada mengalihkan sebagian proporsi pelayanan.

“Itu akan mengurangi kesempatan untuk pasien-pasien non-Covid, padahal pasien-pasien non-Covid itu sebetulnya tidak berubah angka kejadiannya. Secara umum kan tidak berubah. Jadi artinya kejadian morbiditas di masyarakat, tidak berarti kalau [angka pasien] Covidnya meningkat kemudian pasien non-Covidnya menurun. Ya tidak. Kan tetap [jumlahnya], [lalu] ditambah yang Covid,” kata Windhu via telpon (01/02).

“Berarti sebetulnya yang harus dilakukan itu menambah kapasitas tanpa mengurangi proporsi untt6muk pasien non-Covid.”

Rabu (27/01) lalu, Dirjen Pelayanan Kesehatan Kemenkes, Kadir, mengatakan dalam sebuah diskusi meminta rumah sakit untuk menambah ketersediaan tempat tidur antara 30 sampai 40%.

Sebagaimana tertulis dalam situs Kemenkes, untuk daerah yang berada di zona kuning maka dianjurkan oleh untuk semua rumah sakit melakukan konversi tempat tidur sebanyak 30% dan melakukan penambahan ruang isolasi sebanyak 20%.

Sementara untuk zona hijau diperlukan konversi tempat tidur sebanyak 20% dan penambahan ruang ICU sekitar 15%.

”Penambahan tempat tidur ini tentunya tidak bersifat permanen cuman dilakukan dalam waktu yang sangat kritis seperti sekarang ini. Oleh karena itu kita lakukan dalam rangka menangani penaikan Covid-19,” kata Kadir, Rabu (27/01).
sumber: bbc

This entry was posted in Berita, Informasi Kesehatan. Bookmark the permalink.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *