KALI INI, JUJUR, SAYA TEPUK TANGAN BUAT ANIES SOAL JAKARTA TIDAK MACET JAM 2 PAGI

Xhardy – Kalau banyak orang yang menyayangkan kenapa Anies bisa dipilih menjadi gubernur sekaliber gubernur ibu kota, jangan tanya saya. Saya pun bingung mau menjawab apa. Yang memilihnya, jauh lebih berkompeten untuk menjawab pertanyaan ini. Kalau banyak yang merasa Anies memang tak pantas jadi gubernur, saya setuju. Ada yang menganggap Anies ini dipaksakan untuk jadi gubernur hanya kerena ada kelompok yang tidak senang dengan gubernur yang menjabat saat itu, saya lebih setuju lagi. Buktinya pilkada yang terjadi saat itu tak jantan. Mayat pun diseret-seret. Surga dijual dengan murah. Tapi mau gimana lagi, inilah takdir. Anies gubernur DKI saat ini, tidak peduli apakah kita senang atau nangis guling-guling di jalan.

Dari dulu, sebagian dari kita mungkin sudah bisa membaca dan menebak kalau Anies sangat pintar dalam menata kalimat yang diucapkannya. Pokoknya, dibanding kepala daerah lain, Anies itu unik. Cara dia ngeles, cara membalikkan pertanyaan, caranya membolak-balikkan logika, saya akui cukup bagus.

Ini sudah terlihat saat dia memilih istilah-istilah lain untuk kebijakannya, seperti naturalisasi sungai yang katanya beda dengan normalisasi sungai, rumah lapis yang katanya beda dengan rumah susun, rumah DP nol rupiah yang sempat beberapa kali mengalami revisi deskripsi dan judul.

Kehebatan penataan kata sangat berbanding terbalik dengan kemampuan penataan kota.

Baru-baru ini saya baca berita, yang mana baru kali ini saya harus akui salut untuknya. Bukan salut karena dia hebat, tapi salut kenapa dia bisa ngomong seperti itu.

Ini berawal dari ketika Anies bercerita Jakarta sering mendapatkan citra tentang kemacetan, dalam acara ‘Launching Buku Potret Jakarta 2020: Kolaborasi Melawan Pandemi’. Dan dia tidak setuju dengan pernyataan tersebut.

“Lalu tentu Jakarta adalah kota yang diasosiasikan dengan kemacetan. Jalan-jalan di Jakarta diasosiasikan dengan kemacetan. Padahal sebetulnya kalau Jakarta kemacetan itu nggak betul juga sih. Tergantung jamnya,” kata Anies.

“Jam 2 pagi Jakarta itu sepi. Jadi, kalau bebas macet, jalanlah jam 2 pagi. Nggak ada kendaraan di situ,” katanya.

Ini sebenarnya adalah sebuah jawaban dalam bentuk candaan. Saya pribadi tidak pernah membayangkan jawaban seperti itu kalau saya yang ditanya. Jawabannya tidak salah. Masuk akal dan logis. Memang kenyataannya semua kota pasti ada jam sepinya, biasanya tengah malam sampai menjelang subuh.

Makanya kenapa saya bilang salut, karena dia pintar membelokkan anggapan Jakarta macet dengan balasan Jakarta bebas macet jam 2 pagi. Tapi sayangnya kemampuan ini sangat tidak pada tempatnya kalau dipakai dalam kapasitas sebagai gubernur ibu kota. Jawaban seperti ini membuat Anies terlihat lebih cocok jadi lurah saja.

Bisa jadi jawaban ini adalah bentuk dari perasaan tidak tahu harus jawab apa. Bisa jadi, dia memang tidak memiliki solusi untuk atasi kemacetan, sehingga dia memilih bercanda.

Ini mirip dengan mantan gubernur provinsi sebelah yang saat ditanya soal banjir, dia menjawab, silakan berdoa semoga hujan tidak turun agar tidak banjir lagi. Pemikiran yang sebenarnya out of the box, tidak salah, tapi sangat keterlaluan kalau yang ngomong ini adalah sekelas gubernur. Gubernur dipilih untuk memimpin rakyat, mengatasi masalah, bukan bikin lawak garing.

Jadi nanti lain kali, ketika diminta komentar soal banjir di Jakarta, jawab saja, “Jakarta tidak banjir kok. Datang aja pas musim kemarau, pasti tidak banjir.”

Lain kali, kalau ditanya wartawan soal tempat kumuh atau pemukiman liar di Jakarta, jawab saja, “Siapa bilang Jakarta kumuh? Jalan-jalan dong di kawasan SCBD atau PIK 2.”

Lain kali, kalau ada yang nyinyir soal Jakarta kota yang parah tingkat polusinya, cukup jawab, “Ah, masa? Gak bener tuh. Coba jalan-jalan di hari Minggu atau lebaran, udara sangat segar.”

Jakarta sangat bisa mendapatkan penghargaan sebagai kota besar megapolitan yang paling tidak macet sedunia, dengan syarat jalan-jalannya jam 2 pagi. Begitukah?

Ini adalah hasil dari puja-puji JKT58, jadinya beginilah Jakarta yang sekarang, dengan pemimpinnya yang sekarang. Prestasi yang bukan prestasi, plus pintar membuat lawakan.

Bagaimana menurut Anda?

sumber: seword

This entry was posted in Berita. Bookmark the permalink.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *