Oleh: Birgaldo Sinaga
Hari ini, Jumat 8 Januari 2021, Abu Bakar Baasyir bebas murni dari penjara.
Pemimpin Majelis Mujahidin Indonesia itu mendekam dalam tahanan selama 15 tahun. Dipotong remisi 55 bulan. Usianya sudah 82 tahun.
Baasyir divonis bersalah karena terlibat sebagai otak beberapa peristiwa terorisme.
Awal tahun 2019, Baasyir mendapat peluang untuk dibebaskan. Presiden Jokowi memberikan sinyal pemberian pembebasan itu. Alasannya karena faktor kemanusiaan. Ada lobby2 lawyer Yusrih Ihza Mahendra atas rencana itu.
Saat itu masih suasana pilpres. Rencana pembebasan Baasyir kontan menimbulkan gejolak. Riuh sekali suara pro kontra dari pendukung Jokowi di media sosial.
Saya menentang sekali rencana itu. Saya menulis pembelaan saya pada rasa keadilan yang terluka dari para korban dan keluarga korban peledakan bom teroris. Keras sekali tulisan saya.
Walhasil, seperti saya duga, saya dikeroyok pendukung Jokowi. Saya masih ingat ada cebong membuat gerakan jangan pilih Birgaldo Sinaga. Lengkap dengan foto meme wajah saya disilang darah. Hahaha.
Masa bodoh. Saya gak peduli juga. Perlawanan harus lebih kencang selagi Presiden Jokowi belum memutuskan. Saya teriak sekeras2nya. Sekencang2nya.
Beberapa senior yang saya hormati mendatangi saya. Menyuarakan agar saya diam saja. Framing satu suara tersebar kalo Baasyir meninggal di tahanan, Jokowi bakal disalahlan. Ia sudah sakit2an. Bisa berdampak pada kestabilan keamanan.
Alasan lainnya, ini dalam suasana pilpres. Takut nanti Jokowi kehilangan suara dari minoritas kalo saya terus menulis penolakan.
Saya jelaskan dengan tenang. Justru jika Baasyir dibebaskan, Jokowi masuk jebakan Batman dari Yusril. Maju kena mundur kena. Jika pertimbangannya electoral, Jokowi gak dapat suara dari kelompok kanan. Dari minoritas juga bakal ditinggalkan.
Saya akan diam, kalo sudah diputuskan. Apapun keputusan Jokowi itu. Tapi selagi belum diputuskan, saya akan terus menyuarakan tangisan para korban bom terorisme itu.
Puji Tuhan, akhirnya rencana konyol itu batal. Syukurlah Presiden Jokowi mendengarkan suara publik yang menolak pembebasan Baasyir. Baasyir tetap menghabiskan sisa hukumannya dalam penjara.
Hari ini, Jumat 8 Januari, Abu Bakar Baasyir bebas murni. Abu Bakar Baasyir kembali menjadi warga masyarakat biasa. Warga yang bebas. Sama seperti kita. Ia sudah kembali menjadi manusia merdeka. Manusia bebas. Secara hukum, ia bukan lagi narapidana.
Kita terima itu sebagai warga negara yang taat hukum. Memang begitulah hukum berbicara. Ada aturan dan prosedurnya. Meskipun ada rasa keadilan yang terkoyak dari perasaan para korban dan keluarga korban terorisme.
Kemarin, saya menyapa Ibu Henny Kidawati Djatmiko. Saya menanyakan perasaannya soal bebasnya Baasyir.
Ibu Henny kehilangan putranya Arthur Calvino (18) dan mamanya Djuni Trisniati (58). Bu Henny kehilangan dua orang yang sangat dicintainya itu sekaligus pada peristiwa ledakan bom Bali 1 Oktober 2005.
Begini pesan Bu Henny kepada saya.
“Selamat pagi, bang …
Iya saya sudah baca …
Buat aku … jujur … nggak adil… nggak sepadan.
Disisi lain… biarkan karmanya sendiri yg menyelesaikan.
Doaku buat dia …
Salah satu cara utk release diriku … memaafkan semuanya.
I’m sorry
Please forgive me
Thank you”.
Sampai hari ini, luka dan derita belum lepas dari perasaan Bu Henny. Kehidupan bahagianya hilang begitu saja. Direnggut paksa. Diambil dari hidupnya.
Sejak tragedi itu, ingatannya meremukkan jiwanya. Ia menjerit dalam tidurnya. Ia mengurung diri dalam gelapnya kamar. Air matanya kering. Habis. Suaranya hilang. Ia dipenjara oleh duka. Ia dikurung oleh nestapa tiada akhir. Seumur hidupnya ia tidak akan bisa lupa tragedi itu.
“Doaku buat dia …
Salah satu cara utk release diriku … memaafkan semuanya”, tulis Bu Henny.
Sepenggal kata ini menjelaskan kepada kita betapa beratnya pergumulan batin seorang ibu yang kehilangan putra dan mamanya sekaligus.
Memaafkan.
Mengampuni.
Melepaskan.
Tidak mudah. Sangat tidak mudah.
Baasyir mungkin bisa kembali bersama pengikut2nya melepas rindu sambil sholat berjamaah.
Tapi seorang ibu di ujung sana, terisak2 perih menahan rindu pada anaknya. Rindu yang membuat luka. Rindu yang tak terbalas. Rindu yang mencabik. Seumur hidupnya.
Salam perjuangan penuh cinta
Birgaldo Sinaga & fb