SIRUP SIRSAK TERKENDALA BAHAN BAKU

MedanBisnis – Medan. Permintaan sirup sirsak di Kota Medan terbilang tinggi. Sayangnya, para perajin sirup terkendala bahan baku sehingga tidak bisa memproduksi secara massal.q
“Untuk Medan, saat ini permintaan paling banyak sirup sirsak, sedangkan ke luar kota tetap sirup markisa,” kata salah seroang pemilik usaha sirup Madan, Diah Anggaraini kepada MedanBisnis, Rabu (7/11) di sela-sela pameran UKM yang digelar Bank Sumut, di pelataran parkir Bank Sumut, Jalan Imam Bonjol, Medan.

Diah yang memulai usaha tersebut sejak tiga tahun lalu, dengan sirup markisa kini telah mengembangkan  beberapa varian rasa sirup seperti kedondong, jambu biji merah dan kasturi. Khusus untuk sirup sirsak mereka tidak bisa memproduksinya dalam jumlah besar karena terkendala bahan baku.

“Untuk mendapatkan kualitas sirup yang, buah sirsak harus betul-betul matang di pohon. Dan, untuk mendapatkan buah seperti itu sangat sulit. Karena jika tidak matang di pohon, sirupnya akan berwarna kuning dan tidak wangi sehingga mempengaruhi kualitas,” jelasnya.

Bisnis bermodalkan Rp 2 juta tersebut, menurut dia, diolah secara manual dengan tetap mengutamakan higenitas. Karena hal tersebut juga akan mempengaruhi ketahanan produk. “Sirup ini hanya bisa bertahan dua bulan saja kecuali markisa bisa tahan hingga enam bulan,” terangnya.

Mengenai permintaan, Diah mengaku, untuk sirup markisa cukup tinggi hingga menjangkau beberapa daerah di Indonesia seperti Kalimantan, Jakarta, Surabaya dan Batam. Alasan itupula, yang membuat mereka memproduksi dalam jumlah besar. “Hanya sirup markisa saja yang mempunyai stok. Ini karena bahan baku markisa lebih mudah didapat,” akunya.

Dikatakannya, untuk setiap produksi mereka membutuhkan sekitar 30 kg bahan baku yang didapat dari pedagang langganannya di beberapa pasar tradisional di Kota Medan. Sedangkan per satu liter sirup tersebut, mereka jual seharga Rp 55.000.

Dalam satu bulan, Diah bisa menghabiskan minimal 60 liter sirup markisa. Meski harganya jauh lebih mahal dibandingkan produk sejenis, namun hal ini tidak membuatnya khawatir produknya tidak laku di pasaran. “Kami tidak takut, karena produk buatan kami murni tanpa menggunakan tambahan air,”katanya sembari menambahkan untuk omzet rata-rata setiap bulannya ia bisa mencapai Rp 15 juta hingga Rp 20 juta.(cw 01)
sumber: medanbisnisdaily

This entry was posted in Berita, Berita dan Informasi Utk Takasima, Informasi AgriBisnis, Informasi Untuk Kab. Karo. Bookmark the permalink.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *