Tanggal 23 maret 2012 kemarin adalah salah satu berkah yang tidak hanya di nikmati oleh masyarakat Bali penganut agama Hindu, tapi juga di rasakan bagi seluruh orang yang telah menghabiskan waktunya untuk bekerja. hari yang kebetulan jum’at yang berarti akan ada 3 hari libur hingga minggu di manfaatkan sebagian orang untuk berwisata, merefresh kembali pikiran yang telah penat dengan beban kerja yang tiada habisnya.
Bagi sebagian teman yang tergabung dalam komunitas sepeda rantau (BCR) Aceh Tamiang. NAD, momen liburan ini di manfaatkan untuk melakukan kegiatan bersepeda yang di kemas dalam tour de law kawar – II. ini adalah kegiatan yang kedua kali yang sebelumnya pernah di lakukan kegiatan yang serupa pada tahun 2010.
Pada tour kali ini track bersepeda masih seperti semula yaitu menyusuri kaki bukit gunung sinabung dengan mengambil start di kecamatan simpang empat lebih kurang 10 Km dari kota brastagi menuju danau Law kawar pada tahap I dilanjutkan dengan tahap II pada keesokan harinya dengan jalur Danau Law Kawar – Namu Ukur (Binjai) melalui jalan rintisan AMD pada tahun 1990 an.
Dari Rantau Aceh Tamiang menuju Brastagi Sumatera Utara, team menggunakan kenderaan roda empat mini bus dan truck untuk angkutan personi dan sepeda, perjalanan yang memakan waktu hampir 8 jam ini terkuras pada kemacetan yang di sebabkan membludaknya wisatawan domestik baik itu dari wilayah Aceh maupun Medan menuju Brastagi hal ini terlihat dari plat mobil yang tidak hanya di dominasi oleh BK namun juga banyak di temukan plat BL.
Namun kemacetan yang sedikit memusingkan tersebut hilang sendirinya setibanya kami di kecamatan simpang empat Brastagi sebagai tempat start awal perjalanan bersepeda, terlihat gunung sinabung dengan gagah mempertontonkan panorama keindahan alam. gunung yang berketinggian 2460 meter ini telah terlelap hingga ratusan tahun, namun secara tiba-tiba menggeliat pada tahun 2010, yang tidak hanya menyibukan masyarakat di sekitar gunung, tapi juga mbah rono (Surono) kepala pusat vulkanologi mitigasi dan bencana yang merupakan kuncen dari gunung berapi di Indonesia. namun geliat sang gunung tidak menimbulkan bencana yang dramatis hanya memuncratkan sedikit abu vulkanik. dan saat ini status gunung tersebut dalam pantauan.
Gunung Sinabung menyimpan potensi keindahan alam yang salah satunya adalah Danau Law Kawar yang luasnya 200 hektar, Danau yang berketinggian kira-kira 1400 mdpl ini menjadi destinasi perjalanan tour kali ini, suasana pedesaan sangat terasa hal ini terlihat dari keseharian masyarakatnya yang ramah, bersahaja dan menyambut pendatang dengan sapaan dan senyuman membuat kami berpikir ouh..inikah Indonesia yang sesungguhnya sangat jauh berita tentang Mu akhir-akhir ini..
Menuju Law Kawar kami harus menyusuri kaki Gunung Sinabung dimana sepanjang jalan kami di suguhi pemandangan perkebunan sayur seperti kol, sawi, labu jipang, cabai hingga kopi terhampar luas seolah-olah menjadi beranda depan sang gunung. sungguh perjalanan yang sangat menyenangkan dan membebaskan diri dari segala kepenatan dan kelelahan. lebih kurang 20 km kami harus bersepeda dengan countur jalan aspal yang bervariasi antara tanjakan dan turunan. hingga menjelang maghrib kami tiba di Danau Law Kawar dan langsung menuju ke penginapan untuk beristirahat.
Keesokan harinya setelah sarapan pagi dan persiapan perbekalan untuk makan siang yang di pesan dari pemilik penginapan, kami pun melanjutkan perjalanan, namun sebelumnya kegiatan ceremonial seperti briefing, berdoa dan berfoto wajib dilaksanakan terlebih dahulu. rute yang harus di lahap untuk tahap kedua ini menuju Namu Ukur (Binjai) berjarak lebih kurang 60 km.
Bisa di katakan perjalanan tahap kedua ini cukup berat dan menantang, hal ini disebabkan jarak yang semakin jauh dan jalanan yang beraspal dan batuan lepas dengan variasi persentase tanjakan dan turunan 30 – 60. namun semangat tidak akan pernah pudar, energi untuk terus mengayuh harus di gelorakan. tidak ada kata menyerah.
Menuju Namu Ukur kami harus berlawanan arah ketika memasuki pasar Kuta Rakyat yaitu berbelok kearah kiri, masih terhidang perkebunan sayur masyarakat yang di latari dengan Gunung Sinabung, keelokan panorama ini berganti dengan hutan ketika kami melewati desa terakhir di gugusan Kabupaten Tanah Karo, jalanan aspal tipis dan masih bebatuan menurun cukup panjang hampir 800 meter yang disisi kanan kirinya hutan dengan kelebatan pohon yang masih tinggi dan udara sejuk sehingga matahari yang bersinar cukup terik tidak langsung menyengat tubuh kami.
Walaupun sinar matahari tidak begitu menyengat, bukan berarti keletihan tidak terasa, dengan jalan yang menanjak dan menurun serta dataran yang sangat panjang tetap membuat perjalanan itu sangat melelahkan, hampir 8 km jalan mendatar di lalui, energi terkuras dan keletihan mulai membayangi, namun ketika memasuki akhir dari jalan mendatar terlihat sebuah tanjakan dengan kelokan yang cukup tajam, dan pikiran pun menerka.. ah ini lah Puncak Garuda itu, inilah mimpi yang harus diretas dalam perjalanan kali ini.
Sisa tenaga dan semangat di kumpulkan, ini adalah pertaruhan hidup, walaupun ini kali kedua melewati puncak ini dan selalu gagal, hari ini harus bisa sampai dengan segala persiapan yang langsung dilakukan gear depan turun ke yang terkecil, gear belakang naik ke yang besar, dengan berucap bismillah, mulailah kaki ini mengayuh, perlahan-lahan dengan tubuh yang condong ke depan hampir menyentuh stang sepeda untuk mengimbangi berat yang disebabkan kemiringan dari bukit tersebut, kayuhan pun semakin di percepat dengan nafas terengah-engah dan akhirnya eureuka….puncak itu pun dapat terlampui dengan sempurna, jeritan untuk menumpahkan kesenangan di teriakan…yesss….Alhamdulillah…
Ah….akhirnya meretas mimpi menaklukan puncak garuda yang menjadi misi dalam tour kali ini tercapai , sebagai informasi pucak garuda adalah bukit kecil dengan ketinggian 1400 mdpl ini adalah perbatasan antara Kabupaten Karo dan Kabupaten Langkat yang di rintis oleh ABRI (TNI) Masuk Desa (AMD) pada tahun 1990-an. sebagai memorial dari dirintisnya jalan ini di letakanlah patung GARUDA sebagai simbol pemersatu.
Puas hati telah menyelesaikan misi di puncak garuda..memandangi replika Garuda menumbuhkan semangat nasionalisme untuk menjaga persatuan dan kesatuan sebagai wujud kehidupan berbangsa dan bernegara. dan perjalanan ini berakhir dengan terus menurun dan menurun hingga akhirnya tiba di Namu Ukur (Binjai). semoga puncak garuda menjadi saksi keutuhan dan keberlanjutan BCR Aceh Tamiang untuk selalu eksis dan tetap bersemangat untuk mengkampanyekan kegiatan bersepeda sebagai bagian hidup dan persahabatan manusia dan rumahnya (BUMI).
Sekian (next tour BCR Aceh Tamiang, Jelajah Melidi, Desa Terakhir di Selatan Kaki Gunung Leuser)
sumber : kompasiana