OPINI: KEMBALI PADA BUDAYA
Apakah kita telah pergi terlalu jauh?
Banyak yang beranggapan bahwa budaya tidaklah penting. Kehidupan setelah kelahiran yang dijalani setiap hari dengan suatu keadaan yang cukup adalah cukup. Pertanyaannya, apakah suatu kehidupan dapat terlepas dari suatu budaya? Jawaban pastinya adalah tidak. Beberapa tokoh masyarakat mulai cemas dengan ‘pergi’nya sebuah budaya. Kepergian budaya ibarat melepaskan tangan dari genggaman ibu. Anak menjadi tersesat dikerumunan orang banyak, kemungkinan terhilang atau kemungkinan pulang.
Di Kompas tertanggal 4 Januari 2012, seorang Wanda Hamidah cemas akan hilangnya budaya Betawi. Tergusur oleh kaum urban dan semakin hilang akibat riuhnya ibukota. Anand Khrisna sang pertapa Bali juga mengatakan bahwa budaya harus kembali atau dikembalikan. Mampukah kita melakukannya?
Indonesia lebih dari 200 suku memiliki budaya yang unik. Makanan, pakaian, tarian, bahasa, dialek, rumah adat, peralatan/perlengkapan, cara pandang/ tata krama yang berbeda satu dengan lainnya. Dapatkah itu dipertahankan oleh negara Indonesia? Taman Mini adalah tempat beberapa rumah adat Indonesia dipertunjukkan, Museum Gajah juga menempatkan beberapa peralatan suku-suku di Indonesia sebagai tanda kekayaan Indonesia. Namun Taman Mini ataupun Museum Gajah tidak memercikkan suatu semangat untuk menjadi tempat kunjungan yang dirindukan oleh rakyat Indonesia. Lalu di mana peran pemerintah untuk melestarikan budaya?
Kembali kepada pendidikan. Keresahan para orang tua memicu keinginan agar sekolah-sekolah kembali mengajarkan budaya per daerah agar siswa tidak kehilangan kemudi dan jati diri. Secara tidak sadar, anak-anak dijajah oleh permainan game on line. Kekerasan yang ditunjukkan oleh game, gaya hidup, model, mempengaruhi kehidupan seorang anak, baik perilaku, sikap dan pikiran. Secara tidak sadar pula pembodohan terjadi. Bagaimana dengan pendidikan di rumah? Budaya juga telah pergi jauh dari kehidupan ayah dan ibu. Gaya hidup dan materi menjadi nomor satu sehingga mengesampingkan ajaran-ajaran budaya yang diterimanya dulu. Gaya tersebut ditransfer orang tua kepada anak.
Kecenderungan orang tua yang tidak mau tahu tentang budayanya akan menurun kepada anak. Semisal orang tua tidak pernah bercerita tentang tanah leluhurnya, atau tidak memperkenalkan bahasa daerah kepada anak, tidak memperkenalkan makanan daerah leluhurnya dan tidak berkomunikasi kepada anak tentang moral atau etika yang dianut oleh adat sukunya.
Mencintai budaya sendiri membuat negeri menjadi aman. Mencintai Indonesia dan segenap tata kramanya membuat Indonesia ‘kembali’ menjadi lebih baik. Menjadi pribadi Indonesia yang utuh akan menghasilkan generasi muda yang tangguh. Makan ayam kampung Mbok Berek lebih sehat dibandingkan makan Mc Donald. Minum bajigur lebih menyehatkan daripada coca cola…….. 🙂
Catatan:
Secara khusus, saya berterimakasih kepada Juara R. Ginting yang menggandeng saya kembali kepada budaya Karo, membuka kembali mata dan minat saya melestarikan dan mencintai budaya saya sendiri. Dengan pertolongan beliau puisi-puisi Karo saya semakin semarak dan dikenal. Oleh Nancy Meinintha Brahmana (Serpong)
sumber : http://www.sorasirulo.net