60-70 PERSEN PENDERITA KANKER BUTUH TERAPI RADIASI

[JAKARTA] Pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) nuklir dalam dunia kesehatan memiliki peran penting terutama untuk penderita kanker. Sebab 60-70 persen pasien atau penderita kanker perlu terapi radiasi.

Terapi radiasi merupakan salah satu pemanfaatan iptek nuklir di bidang kesehatan. Proses ini juga dikenal dengan radioterapi.

Kepala Departemen Radioterapi RSCM Soehartati Gondhowiarjo mengatakan saat ini banyak pasien penderita kanker yang datang berobat pada stadium lanjut padahal tingkat keberhasilan radioterapi tinggi jika kanker dideteksi secara dini.

“Ada beberapa penanganan kanker yaitu bedah, radioterapi, kemoterapi bahkan sekarang ada targeted therapy dan imuned therapy. Keberhasilan radiasi dilihat tidak dari satu modality pengobatan, kecuali jika kanker diketahui dini,” katanya di sela seminar nasional iptek nuklir di Jakarta, Rabu (6/7).

Saat ini jelasnya kanker mulut rahim (serviks) menempati urutan pertama dominasi kanker dan kedua adalah kanker payudara.

Menurutnya, penggunaan radiasi dalam radioterapi sudah mengikuti standar nasional dan internasional. Sebab energi radioterapi mencapai 20 mega volt sedangkan radiodiagnostik (rontgen) hanya 500 kilo volt.

Masyarakat diimbau untuk tidak khawatir, alat yang digunakan dalam radioterapi dikalibrasi oleh Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) baik harian, mingguan, bulanan bahkan tahunan.

Kepala Batan Hudi Hastowo mengatakan pemanfaatan iptek nuklir justru sudah dilakukan sebelum tahun 1977 oleh GA Siwabessy yang dikenal sebagai bapak atom Indonesia dan pernah menjadi radiolog di RSCM.

“Pemanfaatan iptek nuklir juga berguna untuk diagnostik terapi kanker. Batan pun juga memanfaatkan iptek nuklir untuk bidang kesehatan lainnya selain kanker yakni vaksin malaria dari radiasi yang masih proses penelitian,” ucapnya.

Senada dengan itu Staf Ahli Menteri Kesehatan Triono Soendoro menyatakan kementerian kesehatan sangat membutuhkan pemanfaatan iptek nuklir di bidang kesehatan salah satunya biomarker sebuah alat penanda tingkat molekul untuk mendeteksi penyakit di stadium awal.

Ketika pemanfaatan iptek nuklir terus ditingkatkan dan Indonesia menjadi pemain di negerinya sendiri diperkirakan tahun 2018 orang tidak perlu cek up untuk ketahui penyakit. Tetapi dengan 2-3 tetes darah bisa diketahui berapa tahun lagi orang tersebut akan terkena penyakit tertentu.

Sejak tahun 1997 lanjutnya, Kementerian Kesehatan dan Batan sudah membangun kerjasama keselamatan radiasi. Kerjasama ini akan terus ditingkatkan dengan terus memperbaharui peralatan dan monitoring radiasi. [R-15]
sumber: http://www.suarapembaruan.com

This entry was posted in Informasi Kesehatan, Informasi Untuk Kab. Karo. Bookmark the permalink.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *