Abu Mohammed al-Jawlani menyampaikan pidato pada 2016.Informasi artikel
Kelompok Hayat Tahrir-Al Sham (HTS) kini menguasai Aleppo—kota kedua terbesar Suriah—melalui serangan mendadak. Kelompok tersebut dipimpin Abu Mohammed al-Jawlani, sosok yang pernah membelot dari al-Qaeda dan ISIS.
HTS adalah salah satu kelompok penentang pemerintahan Presiden Bashar al-Assad.
Kelompok yang kini telah menguasai sebagian besar wilayah barat laut Suriah tersebut merupakan jaringan al-Qaeda dan mendapat label “organisasi teroris” oleh banyak negara-negara lain.
Abu Mohammed al-Jawlani selaku pemimpin kelompok tersebut dituduh sebagai pelaku pelanggaran HAM.
Sementara itu, pemerintah Amerika Serikat mengganjar US$10 juta (Rp158 miliar) bagi mereka yang bisa menangkap al-Jawlani.
Kelompok pemberontak melancarkan serangan terhadap pemerintah Suriah pada 27 November. Sejak itu, mereka menguasai sebagian besar Aleppo.
Simpang siur asal usul dan identitas Al-Jawlani
Nama Abu Mohammed al-Jawlani adalah nama samaran. Adapun nama asli dan tempat asal-usulnya masih diperdebatkan.
Dalam sebuah wawancara dengan PBS, al-Jawlani mengaku bernama asli Ahmed al-Sharaa dan keluarganya berasal dari Golan, Suriah.
Ia sendiri lahir di ibu kota Arab Saudi, Riyadh—tempat ayahnya sempat bekerja. Kemudian dia tumbuh besar di Damaskus, Suriah.
Namun, sejumlah laporan menunjukkan informasi yang berbeda. Al-Jawlani sempat disebut lahir di Deir ez-Zor, Suriah Timur.
Dia juga sempat dirumorkan pernah belajar farmasi sebelum menjadi kombatan.
PBB dan Uni Eropa sempat melaporkan bahwa Al-Jawlani lahir pada rentang waktu antara 1975 dan 1979.
Adapun Interpol melaporkan ia lahir pada 1979, sementara media As-Safir menyebut ia lahir pada 1981.
Bagaimana al-Jawlani bisa memimpin kelompok militan?
Bergabungnya al-Jawlani dengan kelompok al-Qaeda di Irak diperkirakan terjadi pascainvasi militer koalisi negara-negara pimpinan Amerika Serikat pada 2003.
Kala itu invasi militer tersebut menjungkalkan Presiden Irak, Saddam Hussein, serta Partai Baath.
Pada 2010, pasukan Amerika Serikat di Irak menangkap al-Jawlani dan memenjarakannya di Camp Bucca, dekat perbatasan Irak-Kuwait.
Di sini ia bertemu dengan sosok-sosok kombatan militan lainnya. Belakangan mereka bersatu membentuk Negera Islam yang disebut juga sebagai ISIS.
Dari kelompok inilah muncul sosok yang di kemudian hari memimpin ISIS di Irak, Abu Bakar al-Baghdadi.
Al-Jawlani mengatakan tujuannya adalah untuk melengserkan Presiden Suriah, Bashar al-Assad.
Al-Jawlani sempat berkata kepada media bahwa setelah konflik bersenjata melawan Presiden Bashar-Al Assad terjadi di Suriah pada 2011, al-Baghdadi memerintahkannya untuk pergi ke negara tersebut untuk membentuk kelompok perlawanan.
Al-Jawlani lantas menjadi komandan kelompok bersenjata Nusra atau Jabhat al-Nusra, yang terafiliasi dengan ISIS.
Kelompok tersebut diketahui meraih banyak kemenangan dalam pertempuran.
Pada 2013, al-Jawlani memutuskan hubungan kelompok Nusra dari ISIS dan menempatkan kelompok tersebut di bawah komando al-Qaeda.
Akan tetapi, pada 2016, al-Jawlani mengumumkan pemutusan hubungan Nusra dengan al-Qaida.
Pada 2017, al-Jawlani mengatakan kelompoknya telah bergabung dengan kelompok lain di Suriah untuk membentuk Hayat Tahrir-Al Sham dan dirinya menjadi pemimpin gabungan kelompok-kelompok milisi tersebut.
Abu Bakr al-Baghdad disebut-sebut memberi izin kepada al-Jawlani untuk mendirikan cabang ISIS di Irak.
Sepak terjang Al-Jawlani memimpin HTS di Suriah
Di bawah pimpinan al-Jawlani, HTS menjadi kelompok dominan di wilayah Idlib dan wilayah-wilayah sekitarnya yang terletak di bagian barat laut Suriah.
Sebelum masa peperangan, sekitar 2,7 juta warga tinggal di wilayah itu.
Sejumlah pihak memperkirakan penduduk di daerah tersebut bertambah menjadi sekitar empat juta jiwa lantaran arus masuk pengungsi.
Kelompok al-Jawlani menguasai “Pemerintahan Keselamatan” yang bertindak layaknya otoritas lokal di Provinsi Idlib dengan memberikan layanan kesehatan, pendidikan, serta keamanan.
Kelompok pemberontak Suriah pimpinan Hayat Tahrir al-Sham bergerak menguasai Aleppo dan menuju Hama.
Pada 2021, al-Jawlani berkata media PBS bahwa pihaknya tidak mengikuti strategi jihad global ala al-Qaeda, melainkan fokus pada upaya menjungkalkan Presiden al-Assad.
AS dan negara-negara Barat pun memiliki tujuan yang sama dengan dirinya.
“Wilayah ini tidak merepresentasikan ancaman keamanan kepada Eropa dan Amerika,” katanya.
“Wilayah ini bukan tempat persiapan jihad di tempat lain.”
Pada 2020, HTS menutup basis al-Qaeda di Idlib, merebut persenjataan, dan memenjarakan sejumlah pemimpinnya.
Kelompok tersebut juga menghancurkan operasi ISIS di Idlib.
Al-Jawlani menyampaikan pidato saat gempa bumi di Suriah pada 2023.
HTS diketahui menegakkan hukum Islam di wilayah kendalinya, tetapi dengan cara yang lebih longgar dibanding kelompok-kelompok jihad lainnya.
Kelompok tersebut juga secara terbuka menjalin hubungan dengan komunitas Kristen dan kelompok non-Muslim lain.
Hal ini membuat HTS sempat dikritik kelompok jihad lain karena dianggap terlalu moderat.
Sementara itu, organisasi HAM menuduh HTS melakukan penindasan terhadap aksi protes dan telah melakukan pelanggaran HAM. Namun al-Jawlani membantah tuduhan ini.
HTS dikategorikan sebagai organisasi teroris oleh sejumlah negara Eropa, Timur Tengah, serta Dewan Keamanan PBB.
Pemerintah AS pun menawarkan uang sebesar US$10 juta (Rp158 miliar) bagi pihak yang bisa menangkap Al-Jawlani.
sumber: bbc