Ninanoor – Akhirnya makin terang benderang, jejak langkah Gibran, putra Presiden Jokowi sudah hampir sampai ke ujung. Dari resminya Golkar mendukung Gibran menjadi cawapres Prabowo Sumber. Yang disampaikan pada hari Sabtu kemarin. Sampai bocoran terakhir dari media yang saya baca. Bahwa besok hari Senin, pasangan capres cawapres Prabowo – Gibran akan resmi dideklarasikan. Acaranya akan digelar di Jakarta Convention Center (JCC) Sumber. Kemudian pasangan Prabowo-Gibran katanya akan mendaftar ke KPU pada hari Rabu tanggal 25 Oktober. Saya kira info ini sudah cukup valid ya. Kalau enggak kan media juga gak berani menayangkannya.
Saya sendiri sudah dalam tahap menerima semua yang terjadi. Bahkan saya sangat mempersilakan jika Gibran jadi cawapresnya Prabowo. Sekalian aja, biar nanti kita bisa melihat kualitasnya ketika berdebat dengan para kandidat selevel Pak Ganjar dan Pak Mahfud. Pak Mahfud saja katanya sudah siap melawan Gibran Sumber. Yang senior aja siap, kata Pak Mahfud. Apalagi yang sangat junior seperti Gibran dong ya.
Saya boleh kesel dong. Dulu saya beberapa kali menulis tentang Gibran, langkah-langkahnya dalam politik dan kemudian prestasi dan kinerjanya di Solo. Dulu saya kerap membandingkan Gibran dengan AHY. Tentunya saya meminta agar AHY mencontoh Gibran, yang mengawali karir politiknya dari bawah dulu, dari skala kecil dulu. Seperti bapaknya, jadi Wali kota di Solo. Dengan bangga saya memuji-muji Gibran dan mengkritik AHY yang dulu mau langsung jadi gubernur, ketika AHY ikut dalam Pilkada DKI Jakarta tahun 2017 silam.
Beberapa bulan sebelumnya, saya masih sangat membela Gibran dan kesel sama kelakuan Prabowo. Yakni ketika Prabowo bertemu Gibran pada bulan Mei lalu. Kemudian Gibran sempat dipanggil oleh PDIP ke Jakarta. Waktu itu Gibran menyatakan sebagai kader PDIP dia akan tegak lurus sesuai arahan Ibu Megawati Sumber.
Pada bulan Agustus lalu, ketika media menanyakan tanggapan Gibran tentang gugatan batas usia capres-cawapres di MK, Gibran meminta agar dirinya tidak dicurigai. Karena dia bilang tidak melakukan apa-apa terkait gugatan tersebut. Gibran menegaskan dia masih fokus jadi wali kota Solo. Menurut Gibran, umur dan ilmunya belum cukup untuk menjadi cawapres Sumber.
Sekali lagi ya, Gibran sendiri mengaku kalau ilmunya belum cukup untuk maju dalam Pilpres 2024. Ini kurang lebih sama dengan apa yang dikatakan Pak Ahok. Pak Ahok menyebut Gibran belum teruji dan berpengalaman. Jadi wali kota saja baru dua atau tiga tahun. Kalau belum punya pengalaman, nanti gak ngerti dan gak boleh sekedar coba-coba Sumber.
Bahkan ketika sudah ada putusan MK, yang memungkinkan Gibran untuk maju jadi cawapres. Ketika ditanya oleh media, Gibran masih menegaskan bahwa dia ini masih jadi kader PDIP Sumber. Padahal sudah beredar kabar bahwa Gibran akan di-Golkarkan. Dan yang membocorkan ini adalah salah satu petinggi Partai Golkar ya.
Tapi di antara semua berita itu, ada satu pernyataan Gibran yang saya rasa sangat mencerminkan semacam kesombongan ya. Yakni ketika Gibran ditemui awak media pada hari Rabu lalu. Gibran menyatakan bahwa dia tidak pernah menawarkan diri jadi cawapres, namun orang lain yang mengejar dirinya Sumber. Saya membaca ada kepongahan dalam pernyataan itu. Artinya, walaupun Gibran merasa belum cukup ilmu, tapi orang-orang lain merasa dia sudah cukup untuk maju jadi cawapres. Dalam arti elit partai dong ya. Emang ada demo massa minta Gibran segera ikut Pilpres 2024? Yang ada sih demo di MK, menuntut integritas MK, menolak intervensi politik terhadap MK dan menolak dinasti politik Sumber.
Kepongahan yang terbaca dari pernyataan Gibran tadi akhirnya terbukti. Lihat saja ekpresi wajah Gibran ya, setelah resmi didukung Golkar untuk jadi bakal cawapres Prabowo. Wajah Gibran begitu sumringah. Seperti orang yang baru dapat cuan segede gaban. Meluruhkan semua yang dia katakan beberapa bulan, bahkan beberapa hari sebelumnya. Kalo kata para netizen mencla mencle.
Entah kenapa dalam pikiran saya, jadi mirip sama Anies hehehe.. Anies itu kan omongannya gak bisa dipegang. Yang katanya bikin laboratorium tes swab massal di Jakarta Sumber. Tapi sampai ujung pandemi gak pernah terbukti Sumber. Atau ketika Anies katanya mau bikin pabrik minyak goreng, untuk mengatasi kelangkaan minyak goreng Sumber. Apakah ada di antara teman-teman yang mengetahui di mana pabrik itu didirikan? Mungkin gak terlalu mirip antara Anies dan Gibran. Itu kepala saya aja yang mengasosiasikan satu karakter, satu sifat, yaitu gak bisa dipercaya. Ada kesamaan rekam jejak soal mencla mencle ini di antara keduanya.
Di sisi lain, soal putusan MK itu ya. Dari Pak Mahfud saya mendapat penjelasan bahwa putusan itu memang salah. Oleh sebab itu, Pak Mahfud sendiri gak suka sama putusan MK itu Sumber. Menurut beliau, itu ada dalilnya, yang menyatakan bahwa tidak boleh orang yang ada hubungan keluarga itu mengadili. Yang ada kaitan kekeluargaan, kaitan dengan kepentingan diri sendiri, itu gak boleh. Dan ini sebenarnya juga dipakai dalam prinsip etika di perusahaan yang profesional. Biasanya kita akan diminta untuk menyetorkan pernyataan penjelasan soal konflik kepentingan, terhadap kompetitor khususnya.
Ini kan berarti sesuatu yang umum. Artinya, jika konflik kepentingan dalam lembaga yudikatif itu terjadi di negara demokrasi Sumber. Maka wajar jika saya kok merasa sekarang ini serasa kayak hidup di negara kerajaan gitu Sumber. Bukan negara demokrasi lagi.
Bayangkan aja ya, ketika anak presiden mau maju di pilpres tapi tersandung dengan peraturan perundang-undangan, karena umurnya belum cukup. Kemudian ada pihak yang beramai-ramai mengajukan gugatan ke MK. Dan ada pula para relawan yang sudah menyatakan dukungan terhadap sang anak ini jauh-jauh hari sebelum gugatan diputuskan. Ada baliho-baliho yang tersebar di mana-mana, juga sebelum ada putusan MK. Seakan ada pihak-pihak yang sudah tahu sebelumnya bahwa putusan itu bakal mengakomodasi keinginan sang anak ini buat jadi cawapres. Dan putusannya memang begitu akhirnya kan? Padahal publik tahu di dalam MK ada pihak keluarga di sana. Dan pihak keluarga ini yang menggolkan Sumber. Ini tu udah gak kayak negara demokrasi ya. Sudah berasa kayak negara Kerajaan Wa’kanda.
Bayangkan apa yang bisa terjadi jika sesudah Pilpres, ada sengketa hasil pilpres yang digugat di MK. Apakah kita masih bisa percaya dengan proses dan putusan MK tentang itu? Ini bukan hanya soal Gibran bisa maju jadi cawapres. Ini adalah soal hilangnya marwah MK. Hilangnya kepercayaan publik terhadap MK. Ini berdampak sangat panjang. Bukan hanya menjelang Pilpres, tapi bisa sampai sesudah pilpres selesai. Sampai penentuan siap pemenang pilpres, jika ada sengketa di sana. Kok serem ya. Begitulah kerajaan-kerajaan. Kura-kura memang juara!
sumber: seword