𝗛𝗔𝗡𝗖𝗨𝗥 𝗛𝗔𝗧𝗜 𝗦𝗔𝗬𝗔 𝗠𝗘𝗜𝗛𝗔𝗧 𝗞𝗘𝗦𝗘𝗗𝗜𝗛𝗔𝗡 𝗣𝗘𝗠𝗔𝗜𝗡 𝗧𝗜𝗠𝗡𝗔𝗦 𝗨-𝟮𝟬 𝗨𝗦𝗔𝗜 𝗙𝗜𝗙𝗔 𝗕𝗔𝗧𝗔𝗟𝗞𝗔𝗡 𝗣𝗗 𝗨-𝟮𝟬 𝗜𝗡𝗗𝗢𝗡𝗘𝗦𝗜𝗔

Widodo SP – Seingat saya, ada dua momen kegagalan dalam olah raga yang saya alami sejak kecil. Momen pertama ketika saya gagal memperkuat tim Popda semasa SMA, karena kalah bersaing dengan para pemain lain. Sempat sedih, tetapi perasaan itu bisa saya atasi tak lama kemudian, karena saya menyadari bahwa saya memang “kalah hebat” dari para pemain lain, setidaknya menurut pelatih saya waktu itu.

Momen kedua terjadi semasa kuliah, ketika ada seleksi tim untuk tingkat fakultas. Pelatih tampaknya memilih satu atau dua orang, yang setahu saya jarang terlihat saat berlatih. Namun, kali itu saya begitu kecewa dengan “ketidakadilan” itu, lalu saya lampiaskan dengan tidak lagi terlihat di lapangan saat latihan, sampai saya lulus kuliah.

Jika boleh menambahkan lagi, ada momen ketika mendadak ada lawan yang baru ketika saya sudah lolos ke semifinal di acara lomba Agustusan di kampung. Padahal, setahu saya orang yang mendadak menjadi lawan saya itu, hari sebelumnya tidak pernah terlihat bermain … sekalipun! Peristiwa itu seperti berulang, di tempat yang berbeda ketika ada peserta yang mendadak diloloskan ke semifinal (lomba catur juga), hanya karena alasan:

“Saya tidak enak sama Bapak itu, karena secara posisi dia menang.”

Saya mau perjelas sedikit di sini, bahwa dalam momen catur yang terakhir saya sebutkan, aturan menyebutkan bahwa pemain yang kehabisan waktu lebih dahulu akan kalah, terlepas dari posisi yang terlihat di papan catur, Saya, yang sudah menunggu lawan di final … lantas memprotes keputusan panitia, yang ingin meloloskan pemain yang sebenarnya kalah tadi, karena peserta yang menang merasa tidak enak.

Saya mendadak teringat dengan semua pengalaman itu ketika mengetahui kabar gagalnya Piala Dunia U-20 digelar di Indonesia. Situasi keamanan dan boikot Timnas Israel U-20 menjadi pemicunya, yang membuat FIFA tanpa ampun mencabut status tuan rumah dari Indonesia, lalu mengalihkan ke negara lain.

Dan menonton Nova Arianto, staf kepelatihan Timnas Indonesia U-20, yang berusaha menegarkan hati untuk mencoba menguatkan hati anak-anak muda kita, yang kecewa berat akibat gagal tampil di PD U-20 (seperti bisa kita lihat di medsos), sungguh ikut menghancurkan hati saya.

Bayangkan saja, latihan dua tahunan dengan kerja keras, pengorbanan waktu, tenaga, dan segalanya demi membela Indonesia di pentas Piala Dunia … eh, tak sampai dua bulan sebelum kejuaraan dimulai, tepat di depan hidung mereka … sebagian saudara sebangsa tega men-sleding harapan anak-anak muda harapan bangsa ini lewat isu penolakan Israel, sampai akhirnya FIFA mencabut status tuan rumah Indonesia, yang berarti Timnas Indonesia U-20 nggak bisa bertanding lantaran status lolos otomatis sebagai tuan rumah juga praktis gugur.

Please jangan bicara:

‘Ini kan cuma sepak bola? Bukan perkara hidup dan mati?”

Buat orang yang berkata begitu saya mau bilang:

“Shut up! Lambemu!”

Terakhir, saya mau tanya satu saja pertanyaan kepada para oknum penolak Israel, yang secara tak langsung turut andil dalam keputusan FIFA membatalkan status tuan rumah Indonesia :

“Kalian itu orang mana, kok tega sleding bangsa sendiri, juga membuyarkan impian anak-anak muda bangsa kita? Negara lain dibelain sampai segitunya, tapi anak bangsa sendiri dikorbankan. Once again, kalian itu orang Indonesia, apa bukan? Kalau iya, kok ora iso mikir???”

Bagaimana menurut Anda?

Begitulah kura-kura…
sumber: seword

This entry was posted in Berita. Bookmark the permalink.