Kiki Daliyo – Di penghujung tahun 2022 kemarin berita duka menyelimuti dunia tanah akhir, khususnya keluarga aktris Raffi Ahmad. meninggalnya sang nenek menjelang malam tahun baru itu membuat gempar jagad maya.
Berpulangnya mamih Popon membuat keluarga sultan itu merasa kehilangan akan sosok nenek yang begitu periang saat kondisinya belum menurun. Tapi akhirnya sang nenek yang memang semakin renta harus menghembuskan nafas terkahirnya diusia 88 tahun.
Memang urusan maut hanya Tuhan saja yang tahu, kita sebagai umat manusia harus lebih berserah menerima segala takdir Tuhan.
Tak lama dari kabar duka mamih popon, beberapa hari setelah perayaan tahun baru 2023 kabar duka kembali menyelimuti tanah air ini, dengan kabar meninggalnya Siti Dyah Sujirah atau lebih dikenalnya mbak Sipon.
Ia salah satu istri seorang aktivis bernama Wiji Thukul yang terkenal akan puisi-puisinya yang mengkritik pemerintahan orde baru dan situasi sosial masyarakat.
Namun saat sang suami sedang berjuang melawan pergolakan reformasi bersama para aktivis lainnya ditahun 1998, disitu pula mb Sipon terakhir kali mendengar kabar dari sang suami.
Sebelum berita menghilangnya Thukul, tepat pada tanggal 27 Juli 1996 terjadi kerusuhan Kudatuli (kerusuhan dua puluh tujuh juli). Dari peristiwa itu pula PRD (Partai Rakyat Demokratik) dituding sebagai dalang kerusuhan itu.
Alhasil Thukul dan aktivis lainnya diburu. Saat itu pelarian suami Sipon berjalan dengan lancar, sering kali mbak Sipon dan suami bertemu di pasar klewer untuk melihat keadaan pasangannya, tak jarang pula Thukul meminta uang pada istri untuk membiayai hidup pelariannya.
Tak hanya itu, kehidupan mbak Sipon pun penuh dengan kedramatisan saat ditinggal lari sang suami. Keluarga kecil yang menyisakan ibu dan dua anaknya pun penuh dengan terror yang terus menghantui mereka, tapi mbak Sipon menghadapi itu semua dengan tabah.
Bahkan lebih menyakitkannya lagi saat wanita kuat itu dicap “lonte” oleh tetangganya sendiri saat mbak Sipon menemui seorang lelaki disebuah penginapan. Padahal lelaki yang ditemuinya itu tak lain sang suami yang ingin melepas kerinduan bersama. Namun kabar Thukul tiba-tiba menghilang seperti ditelan bumi, mbak Sipon pun merasa khawatir dengan menghilangnya kabar dari sang suami yang entah kemana. Ditahun 2000 pun Kontras (komisi untuk orang hilang dan korban tindak kekerasan) menganggap hilangnya Thukul berkaitan dengan aktivitas politik yang telah dilakukannya bersama aktivis lain yang juga menghilang tiba-tiba.
Dari situlah mbak Sipon berjuang mati-matian untuk menemukan keberadaan Thukul yang menghilang. Perjuangannya menghidupi kedua anaknya sungguh luar biasa, ia bekerja menerima berbagai pesanan konveksi hingga kerja serabutan pun ia lakoni demi keberlangsungan hidup anaknya.
Sipon pun terus mencari keberadaan sang suami melalui berbagai cara seperti melapor ke Kontras, Komnas HAM hingga menggantungkan harapannya pada sang presiden Joko Widodo. Semangatnya mencari keadilan untuk Thukul dan aktivis yang hilang tak pernah padam.
Namun perjuangan wonder women itu harus berhenti ketika dirinya dipanggil Yang Maha Kuasa untuk berpulang kerahmat-Nya. Serangan jantung membuatnya harus leren dan meninggalkan kehidupan dunianya dengan meninggalkan pertanyaan dimana suaminya berada.
Bertahun-tahun mbak Sipon berjuang demi mencari keadilan untuk sang suami namun sampai akhir hayatnya masih nihil. Ia belum berhasil menemukan kabar Wiji Thukul, yang entah masih hidup atau sudah tiada.
Harapannya jika mas Wiji memang masih hidup semoga rakyat Indonesia ini bisa mendengar kabar dan sosoknya kembali, namun jika memang sudah tiada semoga pasangan ini bisa bertemu diakhirat.
Mbak Sipon bukan hanya sekedar istri aktivis, namun sejatinya Sipon itulah sosok aktivis itu sendiri yang berjuang seorang diri demi menegakkan keadilan.
Semestinya kita juga harus memiliki karakter sepeti sang penyair Wiji Thukul, jika terjadi ketidak-beresan dalam system pemerintahan “Hanya ada satu kata : Lawan!”.
sumber: seword