RUSIA MENGKLAIM KEMENANGAN DI EMPAT WILAYAH UKRAINA DALAM REFERENDUM ‘AKAL-AKALAN’

Keterangan gambar,
Peta wilayah Ukraina yang akan dicaplok Rusia melalui referendum.

Pemungutan suara yang disebut sebagai referêndum telah berakhir di empat wilayah Ukraina yang dikuasai Rusia. Pejabat yang dilantik Moskow di wilayah tersebut mengklaim hasil pemungutan suara yang disengketakan itu menunjukkan hampir seluruh pemilih telah memilih untuk bergabung dengan Rusia.

Jajak pendapat itu dikecam oleh pemerintah Ukraina dan sekutunya. Mereka menyebut pemungutan suara itu sebagai referendum akal-akalan dan mungkin digunakan Moskow sebagai alasan untuk mencaplok lebih banyak wilayah.

Dengan tidak adanya pengakuan internasional, proses tersebut tidak dipantau secara independen.

Pemungutan suara diadakan di dua wilayah timur yang memisahkan diri, yakni Donetsk dan Luhansk. Aksi serupa juga digelar di dua wilayah selatan, Kherson dan Zaporizhzhia, yang diduduki Rusia.

Pengungsi yang tersebar di seluruh Rusia juga dapat memberikan suara di berbagai tempat pemungutan suara, termasuk di Krimea, semenanjung selatan Ukraina yang dianeksasi oleh Rusia pada 2014. Hasil sementara pemungutan suara di sana menunjukkan mayorita mendukung bergabung dengan Rusia.

Hingga empat juta orang diminta untuk memilih di wilayah yang dilanda perang atau sekitar 15% dari wilayah Ukraina.

Kantor berita yang dijalankan oleh pemerintahan pro-Kremlin di Donetsk dan Luhansk melaporkan bahwa hingga 99,23% orang memilih untuk bergabung dengan Rusia – persentase tinggi yang tidak biasa dalam pemungutan suara seperti ini.

Ada spekulasi bahwa Presiden Rusia Vladimir Putin mungkin mengumumkan pencaplokan empat wilayah itu dalam pidatonya di sesi gabungan parlemen Rusia pada Jumat (30/9).

Pada Maret 2014, Putin mengumumkan bahwa Krimea telah bergabung dengan Rusia hanya beberapa hari setelah referendum serupa yang tidak diakui diadakan di sana.

Jika Rusia mencaplok empat wilayah, banyak kalangan mengkhawatirkan perang bisa bergulir ke tingkat yang baru dan lebih berbahaya karena Moskow dapat menggolongkan upaya Ukraina untuk mendapatkan kembali teritori mereka sebagai serangan terhadap wilayah kedaulatan Rusia.

Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky menuduh Rusia “secara brutal melanggar undang-undang PBB” dengan mencoba mencaplok wilayah yang direbut secara paksa.

“Lelucon di wilayah pendudukan ini bahkan tidak bisa disebut tiruan dari referendum,” katanya, pada Selasa (27/09) malam.

Zelensky menambahkan bahwa itu adalah “upaya yang sangat sinis untuk memaksa orang-orang di wilayah pendudukan Ukraina untuk dimobilisasi ke dalam tentara Rusia guna mengirim mereka berperang melawan tanah air mereka sendiri!

Rusia mengizinkan media untuk memotret pemungutan suara, termasuk di Luhansk ini, saat seorang tentara memberikan suaranya.

Tentara masuk rumah, minta suara “referendum”

Sebelumnya, menjelang diadakannya pemungutan suara, sejumlah warga Ukraina melaporkan pasukan bersenjata masuk dari pintu ke pintu rumah warga di wilayah yang telah diduduki oleh Rusia, untuk meminta suara “referendum” bergabung dengan Moskow.

“Anda harus menjawab secara verbal, dan tentara itu akan mencatat jawabannya di kertas, lalu mengantonginya,” kata seorang perempuan di Enerhodar kepada BBC.

Di Kherson selatan, para penjaga Rusia berdiri dengan kotak suara di tengah kota, dan mengumpulkan suara dari masyarakat.

Pemungutan suara dari pintu ke pintu rumah warga dilakukan untuk “keamanan”, kata media pemerintah Rusia.

“Pemungutan suara akan berlangsung secara eksklusif 27 September,” menurut laporan Tass. “Pada hari-hari lainnya, pemungutan suara akan diselenggarakan di tingkat komunitas dan dari pintu ke pintu rumah warga.”

Seorang perempuan di Melitopol mengatakan kepada BBC bahwa dua “kolaborator” lokal bersama dengan dua tentara Rusia tiba di kediaman orang tuanya, untuk memberikan surat suara.

“Ayah saya menyatakan ‘tidak’ [untuk bergabung dengan Rusia],” kata perempuan itu.

“Ibu saya yang berdiri di dekat Ayah saya, bertanya kepada mereka, apa yang akan terjadi kalau menjawab ‘tidak’. Mereka berkata ‘tidak apa-apa’.

“Ibu saya sekarang khawatir pihak Rusia akan menyiksa mereka.”

Perempuan yang enggan disebutkan namanya itu juga mengatakan, hanya ada satu surat suara untuk semua keluarga, bukan per orang.

Kehadiran tentara bersenjata untuk meminta suara “referendum” kepada warga merupakan hal yang anekdot, karena sebelumnya Moskow mendesak proses ini akan bebas dari tekanan atau adil.

Para ahli mengatakan referendum sepihak yang berlangsung selama lima hari, akan memungkinkan Rusia untuk mengeklaim – secara ilegal – empat wilayah yang diduduki atau sebagian Ukraina sebagai milik mereka.

Dengan kata lain, ini merupakan pemilihan palsu untuk mencaplok wilayah Ukraina, tujuh bulan setelah invasi Rusia.

“Pencaplokan” wilayah ini tidak akan diakui secara internasional. Namun, Rusia bisa mengklaim wilayahnya ini diserang oleh senjata Barat yang dipasok ke Ukraina, yang dapat meningkatkan perang lebih lanjut.

Presiden AS, Joe Biden menggambarkan referendum ini sebagai “tipuan”. Referendum akan dijadikan “dalih untuk menipu” demi mencaplok wilayah Ukraina secara paksa yang melanggar hukum internasional.

“Amerika Serikat tidak akan mengakui wilayah Ukraina sebagai apa pun, selain dari kedaulatan Ukraina itu sendiri,” katanya.

Menteri Luar Negeri Inggris, James Cleverly mengatakan pihaknya memiliki bukti bahwa pejabat Rusia telah menetapkan target untuk “menciptakan jumlah pemilih dan jumlah yang setuju untuk referendum yang palsu ini”.

Cleverly mengatakan, Rusia berencana untuk meresmikan pencaplokan empat wilayah – Luhansk, Donetsk, Kherson dan Zaporizhzhia – akhir bulan ini.

Sumber BBC di Kherson mengatakan, tidak ada keinginan dan upaya dari publik mendorong pemungutan suara.

Warga hanya menerima pengumuman dari kantor berita Rusia bahwa orang-orang bisa melakukan pemungutan suara di sebuah bangunan pelabuhan yang sudah tidak digunakan selama 10 tahun.

Sumber lainnya di Kherson mengatakan, ia melihat “militan bersenjata” di luar gedung di mana tempat pemungutan suara berlangsung. Dia mengaku lupa membawa paspor, sehingga ia tak mengambil bagian dari pemungutan suara.

Sumber-sumber ini mengatakan semua teman, dan keluarganya menolak referendum.

“Kami tidak tahu bagaimana kehidupan kami setelah referendum ini,” katanya. “Sulit untuk dimengerti apa yang mereka inginkan.”

Sementara itu, pihak Ukraina mengatakan referendum tak akan mengubah apa-apa, dan pasukan mereka akan terus mendorong serta membebaskan wilayah-wilayah yang telah diduduki Rusia.

Di sisi lain, Presiden Rusia Vladimir Putin mengerahkan sedikitnya 300.000 pasukan cadangan, yang membuat banyak warga laki-lakinya pergi ke luar negeri.

Seorang pria Rusia yang meninggalkan St Petersburg dan sekarang berada di Kazakhstan mengatakan ia menghindari wajib militer. Kata dia kepada BBC, sebagian temannya juga dalam perjalanan.

“Sekarang, saya seperti merasa hancur lebur. Saya tahu hanya mungkin satu atau dua orang yang tidak membayangkan untuk meninggalkan kampung halaman, dan menjadi eksil di luar negeri,” katanya.

Dia mengatakan, beberapa orang, seperti dirinya, pergi melewati wilayah perbatasan, sedangkan yang lainnya memilih bersembunyi ke desa-desa kecil di Rusia.

“Masalah terbesar Rusia adalah bahwa kami tidak membayangkan tentang perang di Ukraina pada Februari lalu, sebagaimana kami bayangkan saat ini,” katanya.

Apa yang ditanyakan dalam ‘referendum’?

• Di Luhansk dan Donetsk, ‘republik rakyat’ yang mendeklarasikan dirinya sendiri, warga ditanyai apakah “mendukung republik mereka untuk proses berikutnya menjadi subjek federal Rusia”

• Di Zaporizhzhia dan Kherson, warga ditanyai apakah mereka “mendukung pemisahan wilayah dari Ukraina, pembentukan negara independen, dan proses berikutnya untuk menjadi subjek federal Rusia”.

• Di Luhansk dan Donetsk, surat suara dicetak hanya dalam bahasa Rusia. Sementara itu, di Zaporizhzhia dan Kherson, surat suara dicetak dalam Bahasa Ukraina dan Rusia.
sumber: bbc

This entry was posted in Berita. Bookmark the permalink.