SELAMATKAN GARUDA, NEGARA HARAPKAN EFEK DOMINO KEUNTUNGAN EKONOMI

Ruskandi Anggawiria – Menyimak berita mengenai perjuangan maskapai penerbangan plat merah, Garuda Indonesia yang cukup melegakan, kita jadi turut berbangga diri. Semoga di masa depan upaya seperti itu akan menginspirasi perusahaan manapun, agar mereka tidak mengambil jalan pintas, mempailitkan diri misalnya.

Restrukturisasi hutang, kita nilai merupakan cara terbaik untuk memperbaiki rasio biaya dengan pendapatan, sebagaimana hukum ekonomi berlaku, semakin baik rasio tersebut, maka perusahaan dinilai makin sehat.

Manajemen perusahaan yang profesional kita yakini menjadi kunci keberhasilan perusahaan ini melakukan pembenahan, dan sekali gus menjadi alat pembelajaran, bagaimana sebuah perusahaan, sebesar apapun itu, akan diguncang krisis jika mereka mengambil strategi yang terlalu agresif, sementara dukungan finansialnya masih lemah.

Beruntung bagi Garuda karena pemilik modalnya adalah negara, sehingga kepercayaan kreditor pun dengan mudah mereka peroleh. Kita ibaratkan jika Garuda bukan BUMN, mungkin ceritanya akan sangat berbeda.

Garuda Indonesia sebagai salah satu BUMN paling depan, sekali gus menjadi soko guru perekonomian nasional, diharapkan mampu memicu perkembangan ekonomi secara keseluruhan. Beragamnya perusahaan lain yang sangat tergantung kepada keberadaan BUMN, dengan sendirinya akan terselamatkan juga dari kesulitan keuangan. Demikianlah alasan mengapa pemerintah berkomitmen menyuntikkan dana talangan kepada Garuda.

Seperti digambarkan pengamat ekonomi, Abdul Kodir menyebut krisis yang dialami Garuda sebagai situasi ibarat serangan stroke yang boleh jadi pada level yang parah. Namun, dengan ketekunan, kesabaran dan komitmen tinggi, upaya penyembuhan tetap bisa dilaksanakan. Lantas bagaimana kita melihat situasi ini? Membiarkannya untuk benar-benar terpuruk hingga bangkrut ataukah melakukan upaya perombakan secara menyeluruh untuk mempertahankan kebanggaan maskapai yang dimiliki Indonesia?

Mengurai akar persoalan

Sebelum penyelamatan oleh pemerintah, sebagaimana sebagian pihak berargumen, bahwa nasib Garuda bisa dikatakan berada pada ujung tanduk kegagalan. Sampai saat itu hutang emiten ini membengkak sebesar 7 miliar dollar AS atau setara dengan 100,5 triliun rupiah. Ini jelas jumlah hutang yang tidak mungkin negara lepas tangan begitu saja, mengingat perusahaan ini berplat merah.

Beberapa pihak menilai bahwa sengkarut persoalan yang mengakar dalam tubuh Garuda, jika ditinjau dalam pengelolaan manajemen, salah satunya dikarenakan pembengkakan penyewaan pesawat kepada lessor yang harganya bisa mencapai empat kali lipat dari harga umumnya (Kompas.com, 09/06/2021). Keputusan manajemen untuk menyewa beragam jenis pesawat juga sebenarnya tidak bisa dilepaskan dari semangat ekspansi pembukaan rute baru sebagai sebuah tujuan positif dalam kerangka bisnis.

Sayangnya, ini malah menyebabkan kerugian karena pertimbangan yang kurang matang. Beberapa rute penerbangan yang dibuka tidak didukung oleh bandara yang memiliki jumlah penumpang yang stabil. Dan kondisi ini diperburuk karena Pandemi Covid-19. Dalam beberapa tahun terakhir, pandemi memaksa pesawat untuk sementara waktu parkir di hanggar karena pembatasan perjalanan.

Setidaknya selama pandemi Garuda Indonesia terpaksa merugi Rp 36,2 triliun (Media Indonesia, 18/07/2021). Namun di luar persoalan manajerial di atas, akar masalah lainnya yang juga menjadi isu krusial di dalam internal Garuda ialah inefisiensi manajemen dan korupsi. Baru-baru ini, Kejagung RI telah mengumumkan tentang keterlibatan beberapa eks pejabat internal Garuda dalam kasus rasuah.

Beberapa kasus dugaan korupsi dilakukan sudah sejak tahun 2011 hingga sekarang (Tempo.co, 25/04/2022). Menurut hasil temuan dari pihak berwajib, hampir sebagian besar kasus korupsi yang terungkap dari persoalan pengadaan pesawat baru. Kehadiran beberapa jenis pesawat ini dalam rangka membuka rute penerbangan baru yang sebenarnya tidak memiliki feasibility study. Artinya, kebijakan tersebut terkesan mengada-ada.

Alhasil situasi tersebut memaksa perusahaan plat merah ini berada di tepi jurang kebangkrutan. Banyak pihak menilai, dengan hutang yang begitu menggunung hampir mustahil untuk diselamatkan.

Beruntung bagi Garuda karena komitmen pemerintah tidak membiarkannya terjerembab dalam krisis hutang yang jika diambil langkah penjadwalan ulang untuk pelunasannya, akan menyelamatkan paskapai nasional ini dari kebangkrutan.

Pada akhirnya, kehadiran maskapai Garuda juga memiliki fungsi diplomatis dan representasi identitas kebangsaan Indonesia. Anggapan ini memang nampak seperti klise, tapi beberapa prestasi internasional yang didapatkan Garuda dalam berbagai kategori penghargaan dari Skytrax patut dijadikan pertimbangan.

Penghargaan ini menjadi apresiasi bahwa Garuda memiliki aset tak terlihat yang kaya yakni kultur layanan yang prima dan diakui secara global. Namun, pertanyaan besarnya ialah lantas seperti apakah langkah selanjutnya yang harus disiapkan oleh pemerintah dan internal manajeman Garuda Indonesia ketika perusahaan plat merah ini berhasil diselamatkan?
sumber: seword

This entry was posted in Berita. Bookmark the permalink.