KETIKA HARAM DAN HALAL “MEMENJARA” INDONESIA!

Mpok Desy – Kementerian Kominfo terus mendorong masyarakat untuk memanfaatkan teknologi dalam mengembangkan usahanya. Bahkan Kominfo mengenalkan konsep sosial media branding demi memperluas jangkauan pemasaran.

”Sosial Media Branding adalah sebuah kegiatan branding yang dilakukan menggunakan media sosial. Dengan melakukan sosial media branding dapat membantu usaha atau brand kita untuk meningkatkan penjualan dan memperoleh serta memperluas pasar baru. Empat tips yang dapat dilakukan untuk meningkatkan sosial media branding,” sebut Lusi dalam acara tersebut, Senin (19/9). Dikutip dari: indonesiatech.id

“Pertama, konsisten dalam membuat dan memposting konten. Kedua, tentukan jam postingan di media sosial agar dapat dilihat dengan mudah oleh konsumen. Ketiga, gunakan design yang menarik. Terakhir, buat konten yang relevan dan bermanfaat,” tambahnya.

Idealnya begitu, mirisnya gaung Kominfo tidak sejalan atau sulit untuk logika sebagian masyarakat kita yang baperan. Kenapa? Ya…. begitu deh, apalagi kalau bukan babi menjadi persoalan, atau lebih tepatnya dibikin soal.

Belum lama ini kembali viral sebuah video diunggah akun TikTok @432bolkiah. Isinya curhat seorang perempuan yang sedang membeli nasi secara daring.

“Lagi nyari nasi padang, dan keluar warung padang, dan keluar juga warung Kompyang. Rating bagus dan gua beli, ternyata babi,” kata perempuan di video tersebut. Dikutip dari: msn.com

Uuuppss…. mau ngakak tapi takut dosa euy. Bagaimana tidak ngakak, jelas-jelas tidak tidak ada yang memaksa perempuan tersebut memilih menu nasi campur dari Warung Kompyang. Kemudian, di aplikasi telah tertulis jelas menunya dengan rinci. Artinya, tidak tepat perempuan ini memberikan komentar negatif yang ujungnya “latah” diikuti rating bintang satu oleh pembeli lainnya.

Beruntung sekali video ini kembali diunggah di twitter oleh akun @ngurahsaka yang menyesalkan kelakuan perempuan dalam video. Unggahan yang kali ini sangat meliterasi warganet lainnya.

“Pindah ke bali boleh saja, *** jangan, plus jangan rusak usaha orang Lokal,” tulis akun tersebut. Dikutip dari: msn.com

“Dari semua list nasi padang, yang dipilih warung yang bukan nasi padang. Terus pas beli apa tidak baca itu menunya?” tulis seorang warganet.(*). Dikutip dari: msn.com

Nah, bagi warganet yang penasaran monggo bertanya ke Mbah Google dengan menulis Warung Kompnyang. Lalu lihat saja sendiri pilihan menu yang terpapar jelas dan rinci untuk dipilih sesuai selera. Semoga paham yah. Lagi pula, bukankah seharusnya kita menaruh hormat dan belajar dari masyarakat Bali yang kita ketahui mayoritas beragama Hindu dan menghormati sapi. Tetapi mengizinkan pendatang mengkonsumsinya di Bali.

Kembali lagi, miris nggak sih, kita ini ini kok nggak jauh-jauh dari urusan babi, atau dalam bahasa halusnya haram dan halal. Seolah-olah urusan keimanan orang lain pun menjadi urusan bersama satu negara?

Padahal saat ini semua negara berlomba-lomba maju di era digital, dan fakta ekonomi digitallah yang membuat Indonesia bangkit ketika terpuruk dihajar pandemi. Sekaligus harapan bagi para pelaku UMKM digital untuk melesat. Sebab banyak yang bisa diolah di negeri ini, dan budaya masyarakatnya yang gampang viral. Tetapi, jika cara pandang masih sempit, maka ini menjadi duri dalam daging nantinya.

Ooo…mungkin ada yang berkomentar, lalu apa hubungannya cerita perempuan tersebut dengan sosial branding dan ekonomi digital. Begini yah, di era digital strategi pemasaran alias marketing juga ikut berubah. Tidak lagi semata door to door atau face to face seperti zaman jadul. Tetapi, kini kita dikenalkan kepada 3 media sosial yang terbukti ampuh untuk memasarkan, yaitu Instagram, Youtube dan Facebook.

Lalu berkat teknologi juga kita mengenal aplikasi transportasi yang selanjutnya platform ini berkembang menjadi media virtual memesan makanan. Pastinya, masyarakat tidak asing dengan Gofood dan Grabfood yang telah menjadi partner dari konten media sosial bisnis kuliner. Inilah perkembangan digital yang begitu pesat merambah saling terkait satu dengan lainnya!

Sehingga untuk bisa bersaing inilah dibutuhkan branding agar diterima di masyarakat. Namun, melihat kelakuan masyarakat kita yang asal komen, jelas sangatlah tidak adil dan membunuh untuk usaha kuliner yang bergerak di ruang digital. Sebagai contohnya yang menimpa Warung Kompyang.

Penasaran, sepolos itukah perempuan dalam video tersebut hingga tidak tahu bahwa nasi campur yang dipesan sadar olehnya mengandung babi? Padahal selain sudah menjadi rahasia umum nasi campur bali mengandung babi. Begitu pun ada juga kok saat ini pilihan nasi campur yang halal di Bali. Lalu yang pastinya lagi, di aplikasi pada menu sudah jelas ditulis rinci isi olahannya!

Duhhh…capek deh, mau sampai kapan kita berkutat diurusan babi, di urusan apa yang boleh dan tidak boleh dimakan. Ini akan bertolak belakang sekali dengan gaung membangun ekonomi digital di industri kuliner khususnya disini. Sementara kekayaan kuliner Indonesia jumlahnya luarbiasa banyak. Nggak salah rasanya juga kita mengenali. Sehingga untuk urusan halal dan haram bolehlah juga datang dari kesadaran diri.

Teringatnya, ngeri sedap membayangkan jika tetiba ada yang kepikiran perlunya dibedakan aplikasi halal dan haram. Lha…ini bukannya tidak mungkin selagi masyarakat kita malas membaca padahal sudah dicantumkan oleh pemilik kuliner di aplikasi ataupun media sosial milik mereka. Sementara perlu dipahami juga bahwa komunikasi yang dilakukan di dunia digital adalah komunikasi yang dilakukan antar manusia, bukan manusia dengan teknologi. Jadi ada etika yang harus dihormati/ dihargai!

Sebagus-bagusnya sosial branding digaungkan Kominfo, jadi alot jika Indonesia terpenjara atau baperan halal dan haram. Timpang untuk para pelaku kuliner di ruang digital yang kena getah gegara ulah pembeli gaje alias nggak jelas. Yukkss…netizen kenali Indonesiamu, dan dukung pertumbuhan ekonomi digital untuk Indonesia maju.
sumber: seword

This entry was posted in Berita. Bookmark the permalink.