Pada Pancasila tidak ada sila yang menjanjikan kemakmuran. Yang ada hanyalah keadilan sosial. Mari kita pahami bahasa. Kata Adil pada Pancasila ada dua. Satu, kemanusiaan yang adil dan beradan. Kedua, keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Perhatikan. Kemanusiaan yang adil dan beradab itu, konteksnya adalah akhak yang melekat pada manusia. Ini menyangkut hak asasi yang dimiliki oleh rakyat, bukan hak pemberian dari negara. Jadi tugas negara yang harus melindungi hak itu.
Nah gimana dengan “ keadilan sosial bagi seluruh rakyat”, itu adalah kewajiban yang harus diberikan oleh negara. Philosopi negara memang tidak menjanjikan hasil tapi mengajak rakyat berproses. Mengapa? Keadilan sosial itu bukan adil sama rata dan sama rasa. Tetapi keadilan proporsional. Jabatan OB kan engga mungkin sama gajinya dengan Manager. Driver Ojol kan engga mungkin sama dengan driver pesawat terbang. Jadi keadilan sosial itu keadilan sesuai dengan effort orang perorang. Sampai dini paham ya.
Untuk mencapai keadilan sosial, sebenarnya pemerintah tidak sulit. Karena toh engga ada janji politik rakyat pasti makmur seperti jargon khilafah atau syariah islam yang menjanjikan too good to be true. Dalam Pancasila ada sila ke tiga tentang “ persatuan indonesi.” Ini bukan saja bermakna negara kesatuan tetapi yang esensinya adalah semangat gotong royong. Artinya Negara tinggal membuat kebijakan yang memungkinkan terjadinya proses gotong royong itu. Gimana contoh kongkritnya?
Misal Soal Bisnis Sawit. Kebiajakan PIR itu sudah bagus. Dimana Plasme dan inti bergotong royong dalam kegiatan produksi. Tetapi seharusnya tidak hanya dalam hal produksi, distribusi dan tata niga juga harus ada kebijakan gotong royong itu. Andakan rakyat tidak mampu ya negara yang menyediakannya lewat stokis dan logistik. Dengan begitu negara tetap punya akses menjamin terjadi proses gotong royong. Maka keadilan bukan hanya bagi produsen tetapi juga rakyat sebagai konsumen.
Tapi kan besar sekali ongkosnya untuk menyangga produksi sawit. Itu butuh tangki yang besar dan kawasan khusus untuk logistik? Lah kalau tidak mampu mengatur tata niaga, ngapain pemerintah beri izin HGU kepada pengusaha yang luasnya terbesar di dunia? Apakah kebijakan hanya untuk segelintir orang yang jadi orang super kaya di negeri ini? Itu jelas bertentangan dengan Sila
Kedua dan ke lima.
Kalau ada niat untuk melaksanakan Pancasila, tentu tidak perlu kawatir. Toh semua demi keadilan sosial. Agar semua orang punya akses dan kesempatan sama dan hasilnya tergantung effort masing masing orang. Sayang sekali, mindset Pancasila yang sederhana itu tidak dipahami oleh para elite tapi anehnya mereka berikrar bahwa Pancasila harga mati. Entahlah..
sumber: Erizeli Jely Bandoro & fb