UTANG NEGARA MENGHAWATIRKAN?

Erizeli Bandaro – Hari ini saya sehabis lunch meeting dengan relasi, bertemu dengan dua teman. Mereka ajak saya ngopi sore di cafe di Menteng. “ Ini jel, Amir ngotot bilang hutang negara era Jokowi melesat tinggi. Jokowi engga becus kelola hutang negara.” Kata Faisal. Saya  berteman dengan mereka sejak tahun 90an. Kini, Faisal dimasa pensiunnya sebagai pejabat dia mengelola yayasan. Amir, di masa pensiun sibuk sebagai aktifis keagamaan.

“ Menurut kamu apa ? tanya saya kepada Faisal..

“ Investor itu kan patokannya rating. Kalau rating surat utang bagus, itu artinya semua baik baik saja.  Contoh, Standard and Poor’s (S&P) mempertahankan Sovereign Credit Rating Indonesia pada investment grade BBB. Selain itu, Rating and Investment Information, Inc. (R&I) peringkat Sovereign Credit Rating Indonesia pada BBB+/outlook stabil (Investment Grade) pada 22 April 2021. Lah Amir aja engga pernah beli SBN, bilang jokowi engga becus. Oon dia “ kata Faisal

“ Eh lue lihat engga data.” tanya Amir sewot. “ Data Menkeu, utang pemerintah mencapai Rp6.527,29 triliun atau 41,18 persen terhadap PDB. Sedikit lagi mencapai 60%. Itu bakal  nabrak  pagu hutang yang ditetapkan UU. Kalau melihat trend defisit APBN,  untuk mencapai 60% hanya sebentar lagi. Kamu jangan terlena dengan rating dari lembaga rating. Itu surat utang di wallstreet yang gagal bayar,  rating surat utangnya AAA semua.  Lembaga rating cuman ngomong. Ya mana saya tahu kalau datangnya engga benar, kata mereka. Kalau itu terjadi, Jokowi akan jatuh karena konstitusi. “ Lanjut Amir

“ Kalau engga jatuh? tanya Faisal.

“ Itu sama saja mewariskan ruang fiskal sempit kepada presiden berikutnya. Siapapun presiden engga akan mampu ngatasinya. Bankrut dah kita semua” Kata Amir.

Faisal terdiam.

“ Pendapat kamu gimana Jel” Tanya Faisal keliatan bingung.

“ Saya bukan akademisi seperti kalian. Saya hanya pengusaha. Cara berpikir saya sederhana. Problem hutang itu kan ada dua. Pertama kekuatan produksi barang dan  jasa atau PDB terhadap  hutang.  Saat sekarang rasionya  41% terhadap PDB. Itu aman. Coba bila dikomparasikan dengan negara ASEAN-5, rasio utang terhadap PDB Indonesia jauh lebih rendah, yakni hanya 41,18% di April 2021. bandingkan dengan dengan Singapura di 154%, Malaysia 64,62%, Filipina 60,4% dan Thailand 47,28%.

Kedua, kekuatan membayar. Ukurannya bukan PDB,  tetapi rasio penerimaan negara terhadap utang. Memang mengkawatirkan. Seharusnya team kabinet Jokowi serius mengatasi ini.  Negara lain memang tinggi rasio utang terhadap PDB, tetapi kemampuan membayarnya juga tinggi. Artinya likuiditas bagus. Sama dengan perusahaan. Walau hutang 10 kali dari modal, tetapi likuid ya engga ada masalah.” Kata saya.

“ Ya, ‘Kata Amir. “ Sekarang rasionya sudah tembus 369 persen. Artinya,  asumsi kita tidak ada pembangunan, PNS dan Tentara /POLRi engga digaji. Pemda engga dapat duit lagi dari pusat.  Sementara pemerintah terus tarik pajak. Butuh 3,6 tahun baru bisa lunas utang. Itupun asumsi tidak bayar bunga lagi” Lanjut Amir

“ Ya. Itu kan asumsi kalau kreditur mendadak nagih serentak. Ya jebol lah. Tetapi kan kita bayar utang ngangsur.  “ Kata Faisal.

“ Tetapi masalahnya trend peningkatan pembayaran bunga dan cicilan jauh lebih tinggi daripada trend pertumbuhan produksi barang dan jasa. “ Kata Amir. Menurut saya benar dia.

“ Solusinya gimana Jel.” Tanya Faisal

“ Cetak uang lah” Kata Amir satire.

“ Ya engga mungkin cetak uang. Kalau itu dilakukan terjun bebas rupiah. Engga ada lagi orang mau ngutangi. Dan sumber daya keuangan APBN hilang. Bangkrut  bareng kita seperti Venezuela “ Kata saya.

“ Ya Udah,  solusi kamu gimana Jel” Tanya Faisal lagi.

“ Persoalan kita ini kan kurangnya pendapatan dan gede nya belanja. Jadi solusinya sederhana saja. Pertama, perkecil defisit. Artinya kurangi belanja dan ekspansi. Jadi kurangi dululah intervensi APBN terhadap proyek infrastruktur, termasuk kalau bisa rencana bangun proyek marcusuar seperti Ibu kota Baru, tunda dulu. Focus kepada B2B aja. Kedua, tingkatkan pos penerimaan negara.” Kata saya.

“ Gimana mau naikin. Buktinya rasio pajak kita hanya 8,3 %. “ Kata Amir.

“ Ya jangan begitu ngitungnya. Pakai dong financial engineering. “ Kata saya.

“ Caranya ? Faisal antusias.

“ Kan pemerintah sudah revaluasi asset BUMN dan kekayaan negara. Nah itu kan jadi sumber penerimaan. Caranya transfer hasil revaluasi itu kepada rekening  pemerintah. Sekarang totalnya aset negara Rp. 11.000 Triliun. Nah kan rasio kemampuan membayar kita jadi 60% dari total hutang. Hutang Rp. 6000 T, sementara penerimaan Rp 11.000 T. Aman abesss!.

Kemudian, valuasi saham BUMN alihkan kepada pemerintah. Nah itu Rp. 7000 Triliun. Nothing dah hutang. Kemudian seluruh PAD setiap daerah masukan sebagai komponen pajak negara. Itu bakal nambah neraca income pemerintah. Keren kan”  kata saya tersenyum.

“ Tetapi kan UU engga boleh asset negara di transfer ke pemerintah.” Kata Faisal.

“ Kan ada INA. Itu kan amanah UU” Kata saya.

“ Tetapi kan itu asset, bukan uang” Kata Amir.

“ Duh,  dalam dunia keuangan, uang itu tidak harus berupa cash. Aset yang disekuritisasi bisa dijadikan uang. Artinya atas dasar underlying aset itu menkeu masih bisa dan mudah terbitkan SBN untuk bayar cicilan hutang dan bunga. Dan itu dibenarkan dalam UU”

“ Jadi masalah negara ini tidak ada “ kata Amir bengong.

” Makanya drun, lue banyakin piknik. ”  Faisal tertawa. Saya tersenyum.

Maunya santai minum kopi malah jadi ribut. Mending nikmati malam ini sambil dengerin musik dan cuci mata.

” Entahlah bagaimana masa depan negeri ini” Kata Amir.

” Tidak ada yang pasti dimasa depan kecuali kematian. Dan semua orang pasti mati.” Kata saya. Faisal makin kencang ketawanya. Amir tersenyum kecut.
Erizeli Bandaro & fb

 

This entry was posted in Berita. Bookmark the permalink.