PAS-KAH SAYA MERAYAKAN PASKAH?

Panjath H. – Hari ini Minggu 17 April 2022, umat kristiani seluruh dunia memperingati Paskah. Intinya adalah merayakan kebangkitan Yesus Kristus dari kematian. Sesuai yang tertulis Alkitab, Yesus disalibkan setelah lebih dahulu disiksa dan dianiaya atas tuduhan sebagai menista agama.

Yesus dinilai menista agama karena dalam berbagai momen DIA memberikan statemen yang mengarah pada pengakuan bahwa diri-Nya adalah Allah. Memang dalam Kitab Suci tidak ada statemen tegas soal pengakuan ini, namun bagi orang percaya, hal itu tidak mengurangi kepercayaan bahwa Yesus memang benar inkarnasi Allah yang mahakuasa.

Misalnya ketika Dia dinterogasi Majelis Agama Yahudi sebelum diserahkan ke massa. Imam Besar bertanya, “Apakah Engkau Mesias, Putra Allah?” Yesus menjawab: “Akulah Dia”. Atau di terjemahan lain Yesus menjawab: “Kau telah mengatakannya”. Jadi secara tidak langsung Yesus menjelaskan tentang kalimat yang pernah Dia ucapkan sendiri: “Aku dan Bapa adalah satu. Kalau kau melihat Aku kau telah melihat Bapa”.

Hal-hal seperti itulah yang membuat para pemuka agama gusar dan merasa terancam kedudukannya. Mereka itu yang merasa punya otoritas sebagai wakil Allah, membela kehormatan Allah di muka bumi, menuduh Yesus menghujat dan menista Allah, maka harus disalibkan. Padahal, sebelumnya, Pontius Pilatus sebagai representasi hukum negara, mengatakan tidak menemukan kesalahan-Nya.

Tetapi massa adalah hukum itu sendiri. Sama dengan kondisi di bangsa kita saat ini, di mana yang memegang kendali atas hukum adalah massa. Hakim dan jaksa banyak yang menjadi kacung dari massa. Keputusan yang dijatuhkan oknum jaksa dan hakim ini bukan murni atas dasar keadilan, namun demi memenuhi syahwat brutal massa.

Dan Yesus sendiri telah mengalaminya sekitar 2.000 tahun yang lalu. Sekalipun dari dulu hingga sekarang, apalagi pada zaman itu, banyak orang yang tidak memahaminya dengan sempurna. Namun itu adalah rencana agung Allah yang harus terjadi atau tergenapi demi keselamatan umat manusia yang telah jatuh ke dalam dosa.

Dan sesuai yang tertulis di Alkitab, Yesus pun akhirnya digiring massa ke sebuah tempat, di mana Dia akan dieksekusi, disalibkan. Dikisahkan pula bahwa Yesus sendiri yang dipaksa memanggul kayu salib-Nya itu. Lalu, disaksikan ribuan orang, Sang Mesias pun disalibkan, bersama dua terhukum lain, di samping kiri dan kanan-Nya.

Sekarang, kisah penyaliban Yesus ini sering menghadirkan kesan lucu di antara umat lintas-agama. Dalam Alkitab sudah jelas ditulis soal kronologisnya, lengkap runut bahkan hingga kematian, penguburan, kebangkitan dan kenaikan Yesus ke surga.

Tapi peristiwa yang tertulis di Alkitab berdasarkan kesaksian banyak orang ini dibantah umat lain dengan mengacu pada tulisan yang ada di kitab mereka, yang padahal berbeda dalam banyak hal dengan Alkitab.

Jangankan zaman atau era kejadian atau penulisan yang berbeda sekitar 600 – 700 tahun, bahkan nama dan peristiwa saja banyak yang berbeda. Tetapi mereka ngotot menyatakan bahwa kitab merekalah yang benar, sedangkan Alkitab itu palsu, atau sudah dipalsukan.

Debat pun sering terjadi dengan begitu sengitnya. Namun endingnya bisa menjadi lucu dan membuat dongkol, karena salah satu pihak malah mengancam akan melapor ke polisi dengan alasan agama mereka dinista.

Lalu bagaimana umat Kristen menyikapi dan menyambut Paskah? Yang pasti rangkaian ibadah akan dilakukan menyambut dan merayakannya. Umat Kristen memang layak merayakan dengan sukacita, sebab dengan kebangkitan Kristus dari kematian, mengalahkan iblis dan maut, maka janji dan pengharapan-Nya pun tergenapi. Janji keselamatan dan kehidupan kekal yang DIA janjikan bagi semua orang yang percaya kepada-Nya, bukan omong kosong.

Hari Paskah jatuh pada hari Minggu, hari ibadah rutin umat Kristen. Maka ibadah gerejawi pun fokus soal kebangkitan ini. Khotbah pendeta, kidung-kidung pujian, koor, semua bertemakan Paskah. Di era internet ini, tak kalah semarak ucapan-ucapan atau status-status bertema Paskah.

Tulisan “Selamat Paskah….” disertai ayat-ayat kutipan yang relevan dengan itu, atau bisa saja menuliskan kata atau kalimat yang mengingatkan kita tentang pengorban agung Sang Juru Selamat itu. Singkatnya, lewat status-status atau gambar yang dikirim lewat smartphone, semua orang mendadak bak orang suci alias innocent

Tetapi pagi ini penulis malah terhenyak dengan sebuah status yang dikirim oleh seseorang di grup WA: “Pas-kah saya merayakan Paskah?” Atau jika kata-kata itu disederhanakan menjadi: “Layakkah atau pantaskah saya merayakan Paskah?”

“Pas-kah saya merayakan Paskah” itu muncul di sela status-status anggota lain yang sibuk mengingatkan soal jadwal ibadah Paskah hari ini. Dan tentu saja banyak ucapan-ucapan “Selamat Paskah” dan semacamnya.

Pas-kah saya merayakan Paskah? Ini seharusnya menjadi renungan bagi siapa saja, terutama yang bersemangat merayakan hari raya agung ini. Sebab banyak di antara kita yang sama sekali tidak dapat memahami tentang makna di balik perayaan ini.

Paskah dan pengorbanan Yesus bisa juga dimaknai sebagai pembuktian tentang ajaran kasih. Kasihi sesamamu, sebagaimana engkau mengasihi dirimu. Yesus bahkan mengorbankan diri untuk membuktikan kasih-Nya terhadap manusia.

Jadi ketika kita masih suka membully sesama, mengolok-olok teman, melepehkan orang lain, bahkan menganiaya sesama, sesungguhnya kita tidak layak merayakan Paskah ini. Lebih baik merenung dan introspeksi: Pas-kah saya merayakan Paskah?

Akhirnya selamat Paskah bagi yang merayakan!
sumber: seword

This entry was posted in Berita. Bookmark the permalink.