VIA DOLOROSA, YESUS MENDAMAIKAN PILATUS DAN HERODES

Mr_Naibaho – Usai Yesus dielu-elukan di Yerusalem, Yesus sudah mengetahui bahwa inilah puncak dari panggilan hidupNya sebagai putera Allah. Dia tau bahwa di kota inilah Dia akan dihianati oleh muridNya dan berakhir pada penyaliban di bukit Golgota. Pergolakan batin luar biasa harus Dia hadapi di sisa hidupNya untuk pasrah dan sebelum menjalani masa-masa sulit itu, Yesus masih menyempatkan diriNya melayani murid-muridNya dengan melakukan perjamuan malam terakhir atau Kamis Putih. Yesus membasuh kaki 12 murid dengan pesan bahwa jadilah pelayan dengan penuh cinta dan kasih yang tulus dengan semangat persaudaraan.

Mengenang kisah sengsara Yesus memang sangat menyedihkan, namun ada satu sisi dimana dalam kisah penyaliban itu, diceritakan bagaimana proses panjang yang akhirnya para penguasa ketika itu tidak dapat berbuat banyak, bertekuk lutut dihadapan rakyat yang mayoritas menginginkan agar Yesus disalibkan dan lebih memilih seorang Barabas yang disebut sebagai seorang penyamun dan perampok untuk dibebaskan.

Namun ditengah-tengah kepedihan itu, penulis melihat satu sisi unik dari kisah penyaliban Yesus yang lebih akrab dikenal dengan Via Dolorosa alias Jalan Kesengsaraan atau Jalan Penderitaan.

Ya, bagaimana proses jalan penderitaan Yesus itu dimulai dari usai Kamis Putih, dimana Yesus selesai melakukan perjamuan malam terakhir, dilanjutkan dengan pembasuhan kaki terhadap 12 muridNya, juga terhadap Yudas Iskariot, murid yang berhianat dengan bayaran tiga puluh keping perak.

Pada waktu kejadian itu (ketika Yesus hidup) koin yang digunakan adalah Koin Tetradrachm – dibuat antara tahun 14 – 15 masehi, maka perhitungan 1 keping uang perak tetradrachm sama dengan 4 keping drachm. Sedangkan 1 drachm jika disesuaikan dengan nilai uang saat ini, sama dengan 16 sen (mata uang dolar Amerika Serikat). Jadi 1 tetradrachm sama dengan 64 sen. Jika 30 keping perang dikonversikan dengan nilai saat ini, sama dengan senilai 1.920 sen atau 19,2 dolar AS, jadi jika dirupiahkan hanya sekitar Rp.250.000 an, itulah nilai penghianatan Yudas Iskariot terhadap Yesus.

Nah, singkat cerita ketika Yesus ada di taman Getsemani, Yudas memberikan kode dengan mencium Yesus sebagai ‘ciuman penghianatan’ yang langsung ditangkap oleh sepasukan prajurit dan dibawa ke hadapan Hanas, mertua Kayafas. Karena Hanas tak mendapatkan kesalahan dari ucapan Yesus, maka Hanas menyerahkan Dia kepada Kayafas, Imam Besar itu. Dan dari Kayafas, Yesus dibawa ke gedung pengadilan dan Pilatus yang kali ini mengadili Yesus. Disinilah terjadi keunikan dari kisah sengsara Yesus.

Perdebatan panjang antara Yesus dengan Pontius Pilatus dan penjelasan Yesus tentang KerajaanNya bukanlah dari dunia ini, sebab jika dari dunia ini maka rakyat pendukungNya akan melawan agar Yesus tak diserahkan kepada orang Yahudi.

“Jadi Engkau adalah raja?”, Tanya Pilatus.

“Engkau mengatakan bahwa Aku adalah raja. Untuk itulah Aku lahir dan untuk itulah Aku datang ke dalam dunia ini, supaya Aku memberi kesaksian tentang kebenaran; setiap orang yang berasal dari kebenaran mendengarkan suara-Ku”. Kata Yesus.

Pilatus tak mendapatkan kesalahan pada Yesus, dan akhirnya menyerahkan nasib Yesus kepada orang Yahudi, namun orang Yahudi malah meminta agar membebaskan Barabas seorang penyamun dan meminta menyalibkan Yesus.

Tak mampu menolak, Pilatus akhirnya menyerahkan Dia kepada Raja Herodes dengan alasan Yesus orang Galilea. Nah, disinilah terjalin keunikan karena sebelum kejadian ini, Herodes Antipas dikenal sebagai raja lokal yang berkuasa atas daerah Galilea, sementara Pilatus adalah gubernur sebagai wakil Kaisar Romawi yang berkuasa atas provinsi Yudea.

Jelasnya, mereka bermusuhan karena konflik sebagai penguasa daerah dan sebagai gubernur pengawas daerah jajahan, bisa dibilang mereka musuh bebuyutan. Namun yang sangat mengherankan ketika mereka mengadili Yesus yang dituduh dengan tuduhan palsu sebagai ‘penista agama’ Yahudi oleh para Imam Yahudi. Mereka jadi berdamai bahkan menjadi bersahabat.

Keunikan terjadi, dimana Yesus mampu mendamaikan dan membuat kedua penguasa ini melupakan dan menanggalkan segala kebencian dan pertikaian yang selama ini terjadi, dimana Pilatus telah membunuh beberapa rakyat Herodes Antipas dan juga kesalahan lainnya, termaafkan kala Yesus dihadapkan kepada mereka berdua.

Herodes dan Pilatus kompak dan sepakat untuk melepaskan tanggung jawab dengan menyerahkan Yesus pada kursi pengadilan resmi atau disebut dengan Litostrotos dalam bahasa Yunani atau Gabata dalam bahasa Ibrani, dimana rakyat yang sudah terprovokasi oleh para provokator yang tak henti-hentinya berseru “salibkan Dia”…

Sebenarnya Herodes Antipas dan Pontius Pilatus tak mendapatkan sedikitpun kesalahan pada Yesus, namun demi lenggangnya kekuasaan mereka, maka mereka menuruti kehendak rakyat, apakah ini cikal bakal munculnya istilah ‘Vox populi, vox dei’ alias ‘suara rakyat adalah suara tuhan’?

Rakyat Yahudi yang terprovokasi oleh politik-politik kotor kala itu berhasil mengalahkan kebaikan, kejahatan menang dengan penyaliban Yesus yang harus memanggul salibNya ke bukit Golgota dan perjalanan penuh derita itu dinamai dengan Via Dolorosa…

Lantas bagaimana dalam perkembangan politik di Indonesia? Makin kesini, kita melihat bagaimana tidak ada musuh abadi dalam politik, semuanya bisa berdamai dalam sekejap demi kepentingan politik mereka.

Pelajaran dari Via Dolorosa yang dapat kita petik, takkan ada permusuhan yang abadi, jangan mau terprovokasi untuk ‘menyalibkan’ kekuatan kebaikan, mari jangan berdiam diri untuk menyuarakan kebenaran, jangan mau terprovokasi oleh isu ‘agama’ seperti yang dilakukan oleh orang-orang Yahudi terhadap Yesus, paling penting mari gandeng tangan dan pererat kesatuan dan persatuan demi NKRI yang damai dan makmur…
sumber: seword

This entry was posted in Berita, Berita dan Informasi Utk Takasima, Taneh Karo Simalem. Bookmark the permalink.