ELEGI ADE ARMANDO

Sejak kerap menulis hal ikhwal kelompok radikalis agama, kadrun dan rombongannya – yang merongrong NKRI dengan sebagiannya bernada frontal – saya merasa tidak sepenuhnya aman. Saya harus waspada.

Akun FB saya diserbu mereka, di-‘rush’ dan menghilang (‘take down’) hingga empat (4) kali – sehingga saya menggunakan akun yang sekarang ini. Apalagi saya gemar ‘mejeng’. Wajah saya gampang dikenali.

Dalam posisi yang seideologi dan sepejuangan – tapi sudah menjadi “selebritis” dengan follower ratusan ribu – ada sosok Abu Janda, Denny Siregar, Eko Kuntadhi, Habib Kribo, Rudy S Kamri dan Eko Kunthadi. Mereka frontal juga dan jadi target prioritas para kadrun.

Kadrun bebas beraksi karena dilindungi orang orang partai, elite di Senayan – mafia dan politisi yang suka menghalalkan segala cara. Bohir. Mereka sakit hati karena kehilangan proyek kakap hasil kong kalikong dan menyebar hoaks, melakukan intimidasi, teror – di dunia maya dan dunia nyata – juga persekusi, penculikan, penganiayaan dan pembunuhan langsung di lapangan.

Sejak dahulu kala, memang ada sinergi antara politisi dan kaum bajingan. Di zaman Orde Baru, kaki tangan jendral Suharto memelihara bajingan sungguhan dan ormas berkedok lambang negara – untuk melanggengkan kekuasaannya.

Sedangkan di era paska reformasi, para politisi partai oposan memanfaatkan bajingan berkedok agama. Lebih berbahaya, karena mereka siap mati dan meyakini masuk surga bila melakukan anarki dan pembunuhan atas nama perang suci. Jihad membela agama.

DENGAN posisi seperti itu, saya selalu menjauhi kerusuhan. Lokasi lokasi rawan, tempat yang diduga menjadi pilihan berkumpul para kadrun dan kelompok intoleran.

Sehingga saya sungguh tidak mengerti mengapa seorang Ade Armando mengambil resiko itu. Menyambangi halaman DPR RI Senayan, tempat pendemo beraksi. Saya shock menerima informasi kemalangan yang memimpanya. Saya lihat sebagian videonya dan tak sanggup menyelesaikan nontonnya. Ngeri. Brutal.

Maestro lukis KP Hardi Danuwijoyo langsung menulis status tentang Ade, “Ula marani gebuk” : Ular yang mendatangi tongkat pemukul. Setor raga dan nyawa.

Saya kenal Ade Armando sejak masih milis YahooGrup di awal tahun 2000an. Dan sempat webinar yang dipandu eks jurnalis TEMPO, Mas Didi Prambadi . Saya sepikiran dengannya hampir dalam semua yang disuarakan olehnya. Saya mengikuti channelnya juga.

Kasus 11 April di depan pagar DPR RI kemarin, yang menimpa Ade Armando, memperkuat sinyalemen bahwa demo mahasiswa hanya kemasan dan tampilan semata. Front line. Di belakang mereka, siap siaga para penyusup, massa bajingan politik yang siap anarki dan membuat rusuh.

Mahasiswa generasi paska1998, yang miskin konsep dan gagasan – mengambil untung dengan maraknya demo dukungan massa radikal, karena bisa meningkatkan posisi tawar. Tanpa kehadiran ormas militan, perusuh dan radikal, demo mahasiswa tidak diperhitungkan. Sepi publikasi.

Sedangkan para bajingan politik, orang orang oposan, mendapat untung bisa melampiaskan sakit hati politiknya dan menyusup. Numpang isu. Ada sinergi yang saling menguntungkan di antara keduanya.

TRAGEDI yang menimpa Ade Armando semoga meningkatkan kewaspadaan semua pihak – khususnya aparat negara dan penegak hukum – agar tidak bernegosiasi dan kompromi serta toleran kepada bajingan jalanan berkedok agama. Manusia manusia buas dan brutal itu. Harus ada tindakan langsung, keras, tegas, terukur dan bikin kapok.

Tentunya tindakan penegakan hukum diharapkan tak berhenti pada pelaku lapangan – melainkan juga membongkar “master mind”-nya. Dalang dan donaturnya. Jika penegakkan hukum tidak ke arah sana, maka akan lebih banyak korban seperti Ade Armando di masa berikutnya.

Apa yang disuarakan dan perjuangkan Ade Armando adalah hal yang ada di benak masyarakat mayoritas toleran pendukung keberagaman dan NKRI, sesuai ideologi Pancasila kita.
Selayaknya Negara memberikan perlindungan lebih karena negara diuntungkan oleh suara dan perjuangannya.

Ade Armando, Eko Kunthadi, Rudi S Kamri , Habib Zen Assegaf, Denny Siregar, Abu Janda, dkk, menyuarakan pentingnya warga dan masyarakat mewaspadai ormas radikal dan bajingan berkedok agama.

Jika aparat negara membiarkan negeri ini dikuasai dan dikangkangi para bajingan berkedok agama – maka runtuhlah NKRI. ***
fb Supriyanto Martosuwito

This entry was posted in Berita. Bookmark the permalink.