KOMPAS.com – Sosok Muhammad Endang Junaedi atau kerap disapa Haji Endang, menjadi perbincangan lantaran membeli mobil Mitsubishi Pajero Sport menggunakan delapan kuintal uang koin Rp 500.
9Haji Endang merupakan seorang pengusaha jasa penyebarangan. Ia adalah pemilik jembatan perahu ponton di Karawang, Jawa Barat.
Warga yang melintasi jembatan perahu itu dikenakan tarif Rp 2.000.
Dalam sehari, jembatan itu dilalui sekitar 10.000 orang. Alhasil, Haji Endang mendapat omzet Rp 20 juta per hari.
Awal mula pembangunan jembatan perahu
Endang Junaedi, Warga Karawang yang Beli Mobil Seharga Rp 650 Miliar Pakai 1 Ton Uang Koin
Jembatan yang membelah Sungai Citarum ini menghubungkan Desa Anggadita, Kecamatan Klari dengan Desa Parungmulya, Kecamatan Ciampel, Karawang.
Endang menceritakan, cikal bakal jembatan perahu ponton bermula dari 2010.
Saat itu, seorang warga Dusun Rumambe mengeluhkan kesulitan akses karena jalan buntu di kampungnya.
Kemudian, jembatan yang awalnya hanya untuk melintas kerbau, disulap menjadi jembatan penyeberangan untuk masyarakat.
Kala itu, jembatan hanya terbuat dari kayu. Jembatan itu kandas pada 2014.
Haji Endang lantas memutar otak untuk membuat jembatan penyeberangan yang kuat dan aman. Akhirnya, terlintas ide untuk menggunakan besi atau perahu ponton.
“Bentuk jembatan mengalami empat kali perubahan, awalnya hanya perahu eretan biasa,” ujarnya, Desember 2021.
Bikin jembatan dari perahu ponton
Untuk membuat jembatan ini, Haji Endang menggunakan 11 perahu ponton yang dirangkai di atas Sungai Citarum. Tiap perahu berjarak sekitar 1,5 meter.
Di atas perahu diberi alas besi, sehingga pengendara sepeda motor bisa menyeberang seperti melewati jalan biasa.
Setiap perahu diberi tali pengaman yang digantung. Di sana juga tersedia ban pelampung di tiap sisi sebagai antisipasi.
Untuk berjaga-jaga seandainya air sungai naik, jembatan ditambah satu rangkaian yang terdiri dari dua perahu.
Tarif melintas jembatan Rp 2.000
Untuk melintasi jembatan perahu itu, warga dikenai tarif Rp 2.000.
Namun, tutur Haji Endang, tarif itu bukanlah suatu yang kaku. Soalnya, kadang ada warga yang membayar Rp 1.000 atau bahkan tak membayar karena tidak membawa uang, apalagi yang melintas adalah warga sekitar jembatan.
“Pendapatannya tak kurang Rp 20 juta per hari,” ucapnya.
Menurut Endang, pemasukan tersebut dipakai untuk biaya operasional sebesar kurang lebih Rp 8 juta, berupa perawatan, penerangan, hingga upah pekerja.
“Perawatan itu termasuk juga perawatan jalan akses ke sini,” ungkapnya.
Haji Endang menyampaikan, dirinya awalnya berniat menolong warga dan tak punya keinginan berbisnis.
“Awalnya tidak ada kepikiran untuk berbisnis, niatnya menolong masyarakat. Namun membutuhkan perawatan, baik perahu, jalan, penerangan, hingga upah yang kerja,” terangnya.
sumber: kompas