NARASI IKN ALA EDY MULYADI, LATAR BELAKANGNYA MEMANG TAK MENGHERANKAN

Xhardy – Mungkin sebagian dari kalian sudah tahu, kalau orang di video yang menyindir Prabowo dengan sindiran macan mengeong terkait pemindahan ibu kota.

Namanya adalah Edy Mulyadi.

Buat pembaca yang belum kasih, ini ringkasan mengenai dirinya.

Dia memulai kariernya sejak 1991 sebagai wartawan Neraca, lalu ke media lain seperti Media Indonesia, Metro TV, TPI dan juga Warta Ekonomi. Dia pernah bersama kompasiana sejak 2014. Dari beberapa tulisannya di sana yang sifatnya menyindir, dia dianggap sebagai orang yang anti terhadap Jokowi.

Nah, ini yang menarik. Edy juga dikenal sebagai ustaz, dan menjabat sebagai Sekjen GNPF Ulama sejak Juli 2019. Edy ternyata juga pernah mencalonkan diri untuk ikut pileg 2019, gabung dengan PKS, tapi kalah.

Jadi, sudah jelas orang ini kelompok mana. Kelompok GNPF, dari PKS pula lagi. Cocok lah.

Nah, saat ini dia kelihatan sangat geram dengan wacana pemindahan ibu kota ke Kalimantan Timur. Level marahnya itu, seolah ada orang utang uangnya dalam jumlah besar dan tak dibayar. Ngamuk.

Dia pemindahan IKN dilakukan lantaran Presiden Jokowi dan RRC gagal merebut Jakarta usai Ahok kalah di Pilgub DKI melawan Anies. “Ada yang mengatakan di sini, sumber informasi saya, tampaknya Jokowi dan RRC ini paham betul tentang kondisi ini, tentang penguasaan ibu kota,” kata Edy.

Sumber dari mana dulu nih? Valid gak atau abal-abal kayak kubu Prabowo dulu yang klaim menang pilpres 2019 berdasarkan survei internal yang sifatnya rahasia?

“Mereka trauma dengan kasus kalahnya Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dalam kontestasi Pilkada DKI Jakarta silam. Dia kalah melawan Anies Baswedan, padahal secara teori mestinya Ahok menang mutlak karena presiden berada di belakang Ahok, birokrasi dan aparat semuanya juga membela Ahok,” katanya.

Waduh, kalau mau merebut Jakarta, ngapain juga pindahkan ibu kota? Ini logika stres. Kalau memang mau merebut ibu kota, Jokowi sudah bisa melakukannya Oktober nanti, di mana Anies turun, dan pejabat gubernur ditunjuk langsung oleh Jokowi.

Lagipula, mereka ini rakus amat. Ibarat kurus tapi maunya makan daging 10 kg sekali makan. Anies, kan sudah kuasai Jakarta seperti yang dia katakan. IKN dipimpin orang lain. Masa maunya Anies lagi? Bisa-bisa banjir lagi toh? Nanti banjirnya ditutupi pakai kain waring lagi toh? Pretttt.

Soal China mau pindahkan warganya ke IKN, ini narasi paling sampah yang pernah saya dengar. China masih banyak ruang kosong untuk menampung warganya. Banyak kota hantu yang dulunya dibuat tapi tidak ditinggali. Lagipula infrastruktur sana lebih oke. Ngapain pula capek-capek pindah ke IKN? Mereka mau bangun kota baru dari nol juga semudah balikkan telapak tangan.

Kalau mau bicara sejarah, rencana pemindahan ibu kota bukanlah wacana baru, tapi sudah ada sejak Sukarno hingga SBY.

Pada 17 April 1957, Presiden Sukarno sempat meletakkan batu pertama di Palangkaraya, Kalimantan Tengah sebagai “sister city” Jakarta. Palangkaraya diharapkan bisa membagi beban Jakarta sebagai ibu kota negara.

Pada era Suharto, wacana pemindahan ibu kota muncul kembali dengan mengusulkan daerah Jonggol, Bogor, sebagai Ibu Kota negara. Presiden Suharto menerbitkan Kepres No 1 tahun 1997 tentang Koordinasi Pengembangan Kawasan Jonggol Sebagai Kota Mandiri. Tapi rencana ini tidak terwujud karena setahun kemudian dia lengser.

Pemindahan ibu kota kembali ramai di era SBY ketika Jakarta dilanda banjir besar tahun 2013. Waktu itu SBY menawarkan tiga opsi untuk mengatasi kemacetan di Ibu Kota Jakarta.

Pertama, mempertahankan Jakarta sebagai ibu kota maupun pusat pemerintahan dengan pembenahan total.

Kedua, Jakarta tetap menjadi ibu kota, tetapi pusat pemerintahan dipindahkan ke daerah lain seperti Malaysia dengan Kuala Lumpur dan Putrajaya .

Ketiga, membangun ibu kota baru, seperti Canberra, Australia dan Ankara, Turki.

Hanya di era Jokowi, rencana ini benar-benar dieksekusi. Dan ini dipolitisasi sehingga terlihat jadi masalah serius padahal kalau dilihat-lihat, pihak yang menolak adalah kelompok yang sudah capek kita dengar namanya. Oposisi, barisan sakit hati dan kadrun sampah.

Begitulah mereka yang selalu bikin gaduh demi kepentingan politik mereka sendiri. Kemajuan negara? Itu nomor kesekian di otak mereka.

Bagaimana menurut Anda?

sumber: seword

This entry was posted in Berita. Bookmark the permalink.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *