HAI PAK GATOT, APA YANG BISA DIBANGGAKAN DARI PEMIMPIN DIKTATOR TERKORUP DI ZAMANNYA?

Cak Anton – ABRI masuk desa, itulah kata-kata yang saya ingat saat masih kecil di zaman Orde Baru. Melihat orang berpakaian loreng saat itu begitu menyeramkan bagi saya. Berbeda dengan sekarang, bukan menyeramkan tapi cenderung ke segan dan menghormati.

Pak Gatot itu seperti mantan Jenderal masa lalu yang tidak mau update dengan relevansi zaman. Pikiran dan taktiknya masih menggunakan metode lama. Menebarkan ketakutan untuk sebuah eksistensi. Menyebar isu PKI agar dilihat nilai jual dalam kancah politik. Sepertinya, mantan panglima TNI hanya dia sendiri yang saat ini tidak memiliki pijakan kuat dalam kancah politik.

Masyarakat saat ini sudah tidak perduli dengan PKI. Perut dan keadilan sosial lebih relevan bagi masyarakat yang sudah merasakan bagaimana hadirnya infrastruktur di desa-desa melalui jalan desa. Masyarakat lebih melihat bagaimana bendungan mengalirkan air agar kebutuhan air untuk sawah-sawahnya terpenuhi.

Masyarakat tidak perduli dengan isu PKI yang katanya kejam, karena saat ini era digital. Siapapun sulit untuk melakukan kekejaman tanpa terekspose. Isu PKI itu terlihat diramaikan oleh orang-orang kalah beradaptasi di tengah perubahan zaman yang menuntut relevansi.

Bagi orang-orang yang terpengaruh dengan doktrin dengan mengandalkan ketakutan dalam imajinasi, itu pun tidak akan bertahan lama sebab realita akan mengalahkan doktrin yang baru berupa imajinasi.

Gatot dan tokoh-tokoh politik lainnya harus mencari cara untuk tenar. Banyak belajar agar setiap ucapannya berguna bagi kehidupan. Minimal tidak menimbulkan gaduh di tengah pandemi dengan mengatakan TNI disusupi PKI hanya karena patung Soeharto sudah tidak ada di Kostrad.

Saya sangat menghormati semua pemimpin-pemimpin negeri ini. Tanpa terkecuali dengan Soeharto.Setiap pemimpin ada kelebihan dan kekurangannya. Menghormati sesuai porsi yang telah dibuat. Tetapi kalau untuk membanggakan Soerharto secara berlebih, sangat aneh karena tidak ada dasar. Negera ini ketinggalan karena terlalu lama dipimpin Soeharto yang Kepresnya banyak menguntungkan keluarga dan kolega. Bukan rakyat sebagai prioritas. Keadilan sosial yang jauh tertinggal. Itu pun karena pemimpin terlama seperti Soerhato tidak banyak melakukan hal berguna.

Jangan terlalu membanggakan Soeharto sebagai tokoh pembasmi PKI, karena di era Soeharto, bukan PKI saja yang dibantai, tetapi demokrasi dan kebebasan berpendapat. Bukan tokoh-tokoh berbau komunis saja, yang berbau agamis pun sama saja dibungkam kalau berpotensi menganggu kekuasaannya, contohnya adalah tragedi Tanjung Priok di tahun 1984.

Pak Gatot tentu tahu tragedi tersebut melibatkan siapa dan lawan siapa. Jadi jangan komunisnya saja yang digodok, tapi pembantaian yang bebau agama islam pun harus diingat.

Begini sedikit kronologi yang diambil dari berbagai sumber. Pada tanggal 8 September 1984, 2 Banbinsa merusak brosur di mushola As- Sa’adah yang mengkritik pemerintahan Soeharto. Pada tanggal 10 September, jamaah As-Sa’dah membakar sepeda motor 2 babinsa.

Selanjutnya pada tanggal 11 September, masyarakat mendatangi rumah Amir Biki yang dianggap bisa menjadi penengah untuk menyelesaikan masalah namun gagal. Pada tanggal yang sama, terjadi bentrok dengan aparat yang menggunakan senjata api.

Korban yang dilaporkan oleh Panglima ABRI ketika itu sebanyak 18 orang dan luka-luka ada 53 orang. Namun menurut Solidaritas untuk korban Tanjung Priok, terdapat 400 orang yang meninggal, beberapa ditangkap dan disiksa.

“Peristiwa Tanjung Priok adalah hasil hasutan sejumlah pemimpin di sana. Melaksanakan keyakinan dan syariat agama tentu saja boleh. Tetapi kenyataannya ia mengacau dan menghasut rakyat untuk memberontak, menuntut dikeluarkannya orang yang ditahan. Terhadap yang melanggar hukum, ya tentunya harus diambil tindakan.” Itulah ucapan Soeharto terkait peristiwa Tanjung Priok. Sumber:Sejarah Tragedi Tanjung Priok: Kala Orde Baru Menghabisi Umat Islam

Yang gemar ngomong-ngomong Komunis itu bukan hanya pak Gatot, tapi Tifatul Sembiring PKS itu pun begitu getol. Tifatul Sembiring yang tanya internet buat apa tersebut demen kalau ada isu seperti ini. Mantan menteri 10 tahun di era SBY tersebut getol mengingatkan PKI tetapi lupa akan apa yang dilakukan oleh Orde Baru. Padahal, PKS itu gak akan ada kalau Soeharto berkuasa.

Di dunia ini jika penilaian hanya sebatas sudut pandang di mana kita berdiri, tentu tak akan ada habisnya perdebatan tak produktif. Oleh sebab itu, penting kiranya menyisipkan rasa kemanusian dan rasionalitas untuk mencari garis irisan untuk menyelesiakan perbedaan. Udah ah, itu aja..Cak Anton.
sumber: seword

This entry was posted in Berita. Bookmark the permalink.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *