JAKARTA, KOMPAS.com – Tersangka kasus dugaan penistaan agama, Yahya Waloni, meminta maaf atas video ceramahnya yang menyinggung suku, agama, ras dan antargolongan (SARA).
Hal itu ia sampaikan dalam sidang praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta, Senin (27/9/2021).
“Saya memohon maaf kepada seluruh masyarakat Indonesia, wabil khusus kepada saudara-saudaraku, sebangsa, setanah air kaum Nasrani,” kata Yahya, dikutip dari Antara.
“Mudah-mudahan di kemudian hari, Allah SWT memberikan saya hikmah (agar jadi) lebih baik menjadi seorang pendakwah yang (dapat) jadi teladan,” tutur dia.
Yahya mengaku khilaf ketika menyampaikan ceramah yang merendahkan Kitab Injil. Ia mengatakan, perbuatannya telah melampaui batas-batas kesopanan dan etika hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
“Ini yang saya sangat sesali setelah melihat video itu, rasanya tidak sesuai dengan apa yang saya tekuni selama ini sebagai seorang pendakwah. Nabi (Muhammad) mengajarkan kita (umat Islam) untuk selalu mengedepankan akhlakul karimah (perbuatan baik),” ujar dia.
Yahya pun mengajak seluruh pihak untuk tetap bersatu dan tidak mudah diadu domba.
Selain itu, dalam persidangan, Yahya meminta Ketua PN Jakarta Selatan mencabut permohonan praperadilan. Ia juga mencabut surat kuasanya untuk tim pengacara dari Ikatan Advokat Muslim Indonesia.
Hakim dalam sidang praperadilan, Anry Widyo Laksono, kemudian menetapkan pencabutan permohonan praperadilan atas penetapan tersangka dan penahanan Yahya Waloni.
Hakim juga memerintahkan panitera PN Jakarta Selatan mencabut berkas perkara nomor 85/Pid.Pra/2021/PN JKT.SEL.
Yahya ditangkap penyidik Bareskrim Polri pada 26 Agustus 2021 di Cileungsi, Bogor, Jawa Barat. Penangkapan terhadap Yahya dilakukan berdasarkan LP/B/0287/IV/2021/BARESKRIM tanggal Selasa 27 April 2021.
Yahya dilaporkan karena video ceramahnya yang merendahkan Kitab Injil dengan menyebutnya fiktif atau palsu. Ia pun ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan di Rutan Bareskrim Polri.
Dia dijerat Pasal 28 ayat (2) jo Pasal 45a ayat (2) UU ITE dan Pasal 156a KUHP.
sumber: kompas