TALIBAN BISA JADI INSPIRASI BERBAHAYA

By Eko Kuntadhi

Sesaat setelah Taliban mengumumkan kudetanya di Afganistan. Gerombolan pengasong agama di Indonesia langsung bersorak.

Jemaah Islamiyah membuat pers rilis yang menyatakan dukungan pada Taliban. JAD juga sama. Mereka menyatakan dukungan bagi negara yang katanya mau menetapkan syariat. Demikian juga kelompok-kelompok organisasi sejenis.

Bukan berarti mereka terafiliasi dengan Taliban. JI jelas lebih dekat ke Alqaedah. Sementara JAD adalah anak kandung ISIS. Sementara Taliban adalah entitas tersendiri. Gerakan etnis Pusthun yang menjadikan agama sebagai basis ideologinya.

JI, JAD dan Taliban memang berbeda. Begitu juga Hizbut Tahrir atau Ikhwanul Muslimin. Mereka adalah faksi-faksi yang di lapangan bisa saling membunuh. Syuriah adalah contoh nyata. Bagaimana faksi-faksi bersenjata bisa saling menyerang dan saling menikam.

Tapi bagi gerakan Radikal di Indonesia, kebangkitan Taliban di Afganistan bisa jadi motivasi tersendiri. Setidaknya semangat untuk memaksakan negara berdasarkan agama. Artinya kebangkitan Taliban jadi inspirasi untuk para teroris itu memasarkan idenya.

Ada yang bilang Taliban sekarang beda dengan Taliban yang dulu. Dulu Taliban pernah berkuasa di Afganistan. Perempuan jadi warga kelas dua. Main layangan ditangkap. Cukur jenggot dirajam. Bioskop dan musik diharamkan.

Tapi sekarang Taliban lebih moderat, katanya. Lho, apanya yang moderat? Ketika Konferensi pers mungkin mereka akan bicara sedikit lembut. Untuk mendapat pengajuan internasional. Tapi coba lihat kondisi real di Afganistan sekarang.

Ribuan orang hidup penuh ketakutan. Para laskar beringas ini gak juga berubah perilakunya. Sama kayak saat mereka berkuasa dulu. Kekerasan terhadap wanita kini jadi pemandangan umum.

Artinya Taliban seperti yang disampaikan dalam konfrensi pers petingginya. Berbeda jauh dengan Taliban di lapangan. Antara langit dan comberan.

Yang paling pasti kebangkitan Taliban menambah vitamin gerombolan garis keras di Indonesia untuk meyakini bahwa mewujudkan negara agama adalah keharusan. Mereka seperti dibooster oleh kemenangan Taliban.

Inilah yang membahayakan. Sebagian orang terlena dengan jargon kebangkitan Islam. Mereka menerjemahkan bahwa Islam bangkit ketika wujudnya adalah negara. Meskipun pada kenyataanya kehidupan rakyat tercekik.

Nah, isu kebangkitan Islam itu di Indonesia diterjemahkan dalam bentuk politisasi agama. Ayat dan kitab suci diasong untuk mendapatkan simpati rakyat. Agama dijadikan tunggangan untuk merebut kekuasaan.

Mencontoh Taliban, pada akhirnya penakluman pada kekerasan menjadi kebiasaan. Bahwa kekerasan dan darah adalah bagian dari perjuangan menegakkan syariah. Betapa mengerikanya jika semangat itu semakin meluas.

Kebangkitan Taliban di Afganistan bukan soal jaringannya. Bukan juga soal pola hubungannya dengan gerakan Radikal di tanah air. Tapi lebih pada soal inspirasinya. Bagaimana menerapkan kekerasan yang telanjang atas nama agama.

Pada tahap yang ringan, bagaimana menjadikan agama sebagai keset untuk meraih kekuasaan.

Dan bagi negeri dengan beragam suku dan agama seperti di Indonesia. Inspirasi seperti itu saja, rasanya sudah mendekati kiamat.

Saya memperkirakan ke depan Densus 88 akan makin sibuk. Baru-baru ini saja mereka berhasil membekuk 53 teroris. Senjatanya lengkap. Pendanaanya juga gak kalah mengegetkan.

Jangan pernah menganggap mereka lelah. Gerombolan itu tetap berkecambah di lingkungan kita. Mereka hanya sedang menunggu momentum untuk menyembelih lehermu. Dan menyeret istri dan anak perempuanmu jadi budak seks.

Semoga Allah terus merahmati negeri ini dengan kedamaian. Dan dijauhkan dari srigala haus darah. Meskipun mereka bersurban. Meskipun mereka berjenggot atau bergamis.

This entry was posted in Berita. Bookmark the permalink.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *