PARKIR DI PMI KRAMAT DIPALAK 15 RIBU

Elrodo Sihaloho – Dua minggu yang lalu saya ke PMI Jakarta di jalan Kramat Raya. Saya bermaksud mendonorkan plasma darah saya untuk terapi plasma konvalesen. Sebulan sebelumnya saya sekeluarga dinyatakan positif covid. Untungnya gejala kami ringan, hanya batuk, sakit tenggorokan, dan kehilangan indera perasa dan penciuman. Tapi secara umum kami sekeluarga baik-baik saja, tidak sampai merasakan sesak nafas yang dialami orang-orang dengan gejala berat. Setelah dua minggu isolasi mandiri di rumah, kami tes PCR dan dinyatakan negatif.

Singkat cerita saya datang ke PMI untuk mendonorkan plasma. Saya tiba sekitar jam 11 siang. Kondisi di PMI sendiri sudah ramai orang, tenda di pasang di luar untuk menampung orang-orang baik yang mau mendonorkan darah ataupun mencari darah. Pikir saya baguslah, supaya orang-orang tidak terlalu menumpuk di dalam. Di musim covid begini, sangat berisiko berada di dalam ruangan dengan banyak orang.

Karena parkiran di PMI penuh, oleh sekuriti saya diarahkan parkir di luar, di pinggir jalan Kramat Raya. Sepanjang jalan di depan PMI sampai minimarket sebelah SMP Muhammadiyah memang penuh dengan parkir mobil yang ingin ke PMI. Saya tidak tahu situasi sebelumnya, apakah ini memang situasi normal atau memang ada lonjakan orang yang membutuhkan donor akibat pandemi.

Singkat cerita saya naik ke lantai lima yang khusus untuk donor plasma. Berbekal surat pengantar yang dikirim lewat whatsapp, saya menemui petugas pendaftaran. Kemudian saya diwawancara singkat kapan terkena covid, gejalanya bagaimana, dan kapan dinyatakan sembuh. Saya juga diminta menunjukkan hasil PCR pertama yang menyatakan saya positif dan PCR kedua yang menyatakan saya negatif.

Setelah itu saya diminta menunggu untuk diambil sampel darahnya untuk kemudian diteliti apakah plasma darah saya layak untuk dijadikan donor TPK. Dari proses pengambilan sampel darah hingga pemberitahuan hasil membutuhkan waktu kurang lebih 45 menit. Saat itu di lantai lima memang cukup banyak orang yang mengantri untuk mendonorkan plasmanya.

Setelah menunggu 45 menit, nama saya dipanggil dan dinyatakan darah saya layak untuk didonorkan. Sebelum pandemi saya memang sudah terbiasa mendonorkan darah saya. Biasanya saya ikut donor darah yang diadakan kantor tiga bulan sekali. Dibanding donor darah biasa, donor plasma sedikit berbeda, karena kita diambil darahnya langsung di sebelah mesin yang mengolah darah menjadi plasma yang berwarna kekuningan. Proses pengambilan darah ini kurang lebih 40 menit.

Selesai diambil darah saya kemudian turun ke bawah untuk pulang. Jam kurang lebih menunjukkan jam satu siang dan perut saya sudah harus diisi. Kurang lebih saya berada di PMI dua jam lebih. Saya kemudian kembali ke mobil yang di parkir di pinggir jalan Kramat. Seperti biasa, tiba-tiba muncul ‘tukang parkir’. Saya masuk ke mobil dan mengambil uang lima ribu rupiah. Saya pikir ini sudah lebih dari cukup, karena ini hanya parkir di pinggir jalan, dan si tukang parkir bukanlah tukang parkir resmi yang berseragam dan menggunakan tiket. Sebenarnya dua ribu pun sudah cukup, pikir saya.

Yang bikin kaget si tukang parkir protes karena saya kasih uang lima ribu. “Kurang sepuluh ribu pak. Parkir di sini 15 ribu” kata si tukang parkir.

“Loh, kok mahal?” tanya saya.

“Memang di sini parkir 15 ribu, kurang sepuluh ribu pak!” desak si tukang parkir.

Sudahlah, saya tidak mau memperpanjang. Perut saya sudah lapar dan cuaca siang itu begitu terik. Saya berikan tambahan sepuluh ribu ke tukang parkir liar itu. Total saya bayar parkir 15 ribu untuk parkir selama kurang lebih dua jam.

Saya mengerti pandemi ini membuat banyak orang susah. Semua orang butuh makan, termasuk para tukang parkir liar itu. Tapi membuat susah orang yang sudah susah tentu sangat disayangkan. Orang-orang yang datang ke PMI paling tidak ada dua tujuan, entah dia membutuhkan darah, atau dia ingin mendonorkan darah. Dipalak 15 ribu untuk membayar parkir yang tidak jelas tentu tidak dapat dibiarkan.

Saya tidak tahu sudah berapa lama praktik parkir liar ini berlangsung. Bayangkan ada berapa puluh atau berapa ratus mobil yang tiap hari parkir di luar PMI. Berapa banyak “hasil palakan” itu dan entah kemana hasil palakan itu mengalir.

Saya berharap aparat bertindak untuk menertibkan para pemalak ini. Pandemi sudah membuat banyak orang susah, sepatutnya jangan lagi disusahkan dengan hal-hal seperti ini.
sumber: seword

This entry was posted in Berita. Bookmark the permalink.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *