PRESIDEN ASHRAF GHANI TINGGALKAN AFGHANISTAN SESUDAH TALIBAN MEMASUKI IBU KOTA DAN ‘BEBASKAN TAHANAN’

Presiden Afghanistan Ashraf Ghani telah meninggalkan negara itu sesudah kelompok bersenjata Taliban memasuki ibu kota, Kabul pada Minggu (15/08).

Ia dilaporkan terbang menuju Tajikistan. Wakil Presiden Amrullah Saleh juga dilaporkan menyelamatkan diri ke luar negeri.

Kepastian kepergian Presiden Ghani antara lain dikonfirmasi oleh Abdullah Abdullah, Ketua Dewan Tinggi Rekonsiliasi Nasional, lembaga yang dibentuk untuk berunding dengan unsur-unsur Taliban.

Menyebutnya sebagai “mantan presiden”, Abdullah mengatakan Ghani telah “meninggalkan bangsa dan negara ini dalam situasi yang seperti ini”.

Kemacetan luar biasa terjadi di seluruh sudut kota Kabul ketika warga berusaha melarikan diri. Pengungsi dalam negeri yang sebelumnya menyelamatkan diri dari pertempuran di daerah-daerah kini berusaha kembali ke desa-desa mereka.

Di sejumlah sudut kota, anjungan tunai mandiri dirusak setelah kehabisan uang.

Rekaman video yang disiarkan oleh kantor berita pro-Taliban menunjukkan para tahanan dibebaskan dari Penjara Pul-e-Charkhi di Kabul – penjara terbesar di Afghanistan.

Juru bicara Taliban, Suhail Shaheen mengatakan kepada BBC bahwa penduduk Kabul tidak perlu mengkhawatirkan keselamatan nyawa dan harta benda mereka.

“Kami adalah abdi rakyat dan abdi negara ini,” kata Shaheen.

Ditambahkan Shaheen bahwa kelompoknya tak menghendaki warga melarikan diri, tetapi tetap tinggal di negaraa itu dan membantu pembangunan kembali pasca-konflik.

Sebelumnya, sejumlah saksi mata menyatakan bahwa milisi itu hanya menemui sedikit perlawanan menuju Kabul.

Pimpinan Taliban memerintahkan para anggotanya untuk menahan diri melakukan kekerasan dan menjamin keamanan bagi mereka yang ingin meninggalkan Afghanistan lewat Kabul.

Demikian ungkap seorang pimpinan Taliban di Doha, Qatar, kepada kantor berita Reuters.

Dia juga meminta para perempuan untuk menuju ke kawasan perlindungan.

Gerak cepat Taliban

Kurang dari dua hari, kelompok militan Taliban telah menguasai dua ibu kota provinsi di Afghanistan, sebulan setelah penarikan tergesa-gesa pasukan koalisi Barat dari negara tersebut.

Taliban mengeklaim telah menguasai kota Sheberghan di provinsi Jawzjan, dan merebut kota Zaranj, di provinsi Nimroz.

Seorang juru bicara kementerian pertahanan Afghanistan mengatakan kepada BBC bahwa pasukan pemerintah masih berada di kota Sheberghan dan akan segera menyingkirkan Taliban dari sana.

Namun, penguasaan ini adalah pukulan besar bagi pasukan keamanan Afghanistan, yang harus mennghadapi pertempuran di seluruh negeri.

Ada juga laporan tentang pertempuran sengit di Kunduz di utara dan Lashkar Gah di selatan.

Militan Taliban telah membuat kemajuan pesat dalam beberapa pekan terakhir, merebut sebagian besar pedesaan, dan sekarang menargetkan kota-kota utama.

Kekerasan meningkat di Afghanistan setelah Amerika Serikat dan negara internasional lainnya menarik pasukan mereka dari negara itu, setelah 20 tahun operasi militer.

Jatuhnya kota ‘benteng pertahanan pemerintah’

Kota Sheberghan adalah wilayah dari mantan wakil presiden dan panglima perang Afghanistan, Abdul Rashid Dostum yang menjadi benteng pertahanan pemerintah dalam memimpin perang melawan pemberontak.

Media lokal melaporkan bahwa 150 orang melakukan perjalanan ke kota itu untuk membantu pasukan Afghanistan.

Taliban pertama kali menguasai kompleks gubernur pada hari Jumat dalam pertempuran sengit, sebelum direbut kembali oleh pasukan keamanan Afghanistan.

Namun, kepala dewan wilayah itu, Babur Eshchi, mengatakan kepada BBC bahwa para militan kini menguasai seluruh kota, kecuali sebuah pangkalan militer, di mana pertempuran masih berlangsung.

Juru bicara kementerian pertahanan Afghanistan Fawaad Aman mengatakan kepada BBC bahwa pasukan pemerintah masih berada di “mayoritas” kota itu, termasuk bandara, dan bersikeras bahwa Sheberghan akan “segera bersih dari teroris”.

Namun Aman mengakui bahwa Taliban telah merebut beberapa bagian kota, dan pasukan pemerintah telah mundur “untuk mencegah jatuhnya korban sipil”.

Menurut kementerian pertahanan Afghanistan, pembom B-52 AS telah menyerang lokasi Taliban di kota itu.

Di sisi lain, pejabat Taliban mengatakan mereka telah “memenjarakan” Sheberghan. Video di media sosial menunjukkan ratusan narapidana meninggalkan penjara kota.

Kota ‘jatuh tanpa ada perlawanan’

Sementara itu di kota lain, kelompok Taliban mengklaim kemenangan di Zaranj – pusat perdagangan utama di dekat perbatasan Iran – dalam sebuah unggahan yang dibagikan di Twitter.

“Ini adalah permulaan, dan lihat bagaimana provinsi-provinsi lainnya segera jatuh ke tangan kita,” kata seorang komandan Taliban kepada Kantor berita Reuters.

Foto-foto yang diunggah di media sosial memperlihatkan warga sipil menjarah barang-barang dari gedung-gedung pemerintah.

Beberapa anggota pemberontak Taliban difoto di dalam bandar udara setempat dan berpose di ruas jalan yang mengarah ke kota.

Mereka terus berupaya merebut kota itu setelah merebut beberapa distrik di sekitarnya.

Namun demikian, Wakil Gubernur Nimroz, Roh Gul Khairzad mengatakan kepada wartawan bahwa Zaranj jatuh “tanpa perlawanan”.

Dia dan pejabat lokal lainnya mengeluhkan kurangnya bantuan dari pemerintah Afghanistan.

“Kota itu berada di bawah ancaman, tetapi tidak ada seorang pun dari pemerintah pusat yang mendengarkan kami,” kata Khairzad.

Taliban terakhir kali merebut ibu kota provinsi itu pada 2016, ketika mereka menguasai sekejap kota Kunduz di wilayah utara.

Wilayah lain dalam tekanan

Kelompok pemberontak terus membuat kemajuan pesat di seluruh negeri ketika pasukan asing mundur.

Mereka menguasai kawasan pedesaan dan saat ini menargetkan kota-kota utama.

Beberapa ibu kota provinsi lainnya, yang saat ini berada di bawah tekanan, di antaranya Herat di wilayah barat, dan kota-kota di daerah selatan, seperti Kandahar dan Lashkar Gah.

Militer Afghanistan mengatakan puluhan pemberontak, termasuk komandan senior, telah tewas di Lashkar Gah. Namun Taliban membantah versi militer tentang kejadian tersebut.

Pasukan pemerintah berjanji tidak akan kehilangan kota penting yang strategis itu, dan pertempuran di sana berlangsung sengit.

Para pejabat telah mendesak warga sipil untuk mengungsi, di mana ribuan orang terjebak atau melarikan diri demi menyelamatkan diri.

Di Herat, warga juga telah meninggalkan rumahnya untuk mengantisipasi serangan pemerintah terhadap posisi kelompok Taliban.

“Kami tidak punya apa-apa lagi dan kami tidak tahu harus pergi ke mana,” kata seorang warga kepada kantor berita AFP.

Dan di ibukota Afghanistan Kabul minggu ini, Taliban menembak mati mantan juru bicara Presiden Ashraf Ghani dan melakukan serangan bom di rumah penjabat menteri pertahanan.

Pejuang Taliban juga telah merebut perbatasan utama dengan negara-negara tetangga dalam beberapa pekan terakhir.

Kelompok militan telah menutup perbatasan dengan Pakistan, dan gambar-gambar menunjukkan puluhan warga Afghanistan terdampar di sisi Pakistan, tidak dapat kembali ke keluarga mereka.

“Kami datang [ke Pakistan] untuk menghadiri pemakaman tiga hari lalu. Sekarang perbatasan ditutup. Kami duduk di sini. Kami tidak punya makanan dan uang,” kata seorang pria yang berusaha pulang ke Kandahar kepada kantor berita Reuters.

PBB: Afghanistan menuju malapetaka

Utusan khusus PBB untuk Afghanistan, Deborah Lyons, pada hari Jumat mengatakan perang di sana telah memasuki “fase baru, lebih mematikan, dan lebih merusak”, dengan lebih dari 1.000 warga sipil tewas dalam sebulan terakhir.

Dia memperingatkan bahwa negara itu tengah menuju “malapetaka”, dan meminta Dewan Keamanan PBB supaya mengeluarkan “pernyataan jelas bahwa serangan terhadap kota-kota harus dihentikan sekarang juga”.

Pemerintah AS dan Inggris telah mendesak warganya untuk segera meninggalkan negara itu karena situasi keamanan yang memburuk.

Pada hari Jumat, Kantor Luar Negeri Inggris memperingatkan bahwa militan sangat mungkin untuk melakukan serangan di Afghanistan. AS mengatakan warga negara dapat menerima pinjaman repatriasi jika mereka tidak mampu membayar sendiri penerbangan komersial.

‘Penghinaan terhadap hak asasi manusia’

Sebelumnya pada Jumat, direktur pusat media pemerintah Afghanistan dibunuh oleh kelompok militan Taliban di ibu kota Kabul.

Dawa Khan Menpal ditembak mati saat meninggalkan masjid di mobilnya.

Taliban mengatakan dia “dihukum karena perbuatannya”.

Negara-negara mitra pemerintah Afghanistan mengutuk pembunuhan itu dan menganggapnya sebagai tindakan mengejutkan dan pengecut.

Kuasa usaha AS untuk Afghanistan, Ross Wilson, mentweet bahwa dia “sedih dan muak” dengan pembunuhan itu, seraya menambahkan:

“Pembunuhan ini merupakan penghinaan terhadap hak asasi manusia dan kebebasan berbicara bagi warga Afghanistan.”

Beberapa hari sebelumnya, serangan terhadap kediaman menteri pertahanan Afghanistan di Kabul menewaskan sedikitnya delapan orang.

Sang menteri, Bismillah Khan Mohammadi, tidak berada di rumah saat serangan tersebut.

Pada pertemuan Dewan Keamanan PBB pada Jumat, para perwakilan menyuarakan keprihatinan atas pertumpahan darah yang terus berkembang di negeri itu.

Utusan Afghanistan, Ghulam Isaczai meminta Dewan Keamanan agar mengambil tindakan guna menekan Taliban supaya menghentikan serangannya dan mengambil bagian dalam pembicaraan damai.

“Adalah tanggung jawab kita bersama untuk menghentikan mereka menghancurkan Afghanistan dan mengancam komunitas dunia,” katanya.

Sementara itu, ketua Komisi Hak Asasi Manusia Independen Afghanistan mengatakan kepada BBC bahwa negara-negara di kawasan khususnya perlu memberi tahu Taliban bahwa upaya merebut kekuasaan melalui kekerasan itu berarti bahwa pemerintahan mereka tidak akan diakui.
sumber: bbc

This entry was posted in Berita. Bookmark the permalink.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *