AKU BENCI PPKM

Bagaimana dengan Anda?

Aku pernah mengalami kecelakaan. Beberapa kali sebenarnya. Akibat jogal, kata Siantar Men. Kaki dan tanganku waktu itu terkilir. Sakit sekali. Terasa kaku, sulit digerakkan. Badan juga rasanya meriang dangdut. Sangat tidak nyaman.

Oleh keluargaku dibawalah Aku ke tukang pijat urat (tukang kusuk kata orang Medan). Disana siksaanku malah ditambah. Tukang pijat yang tua dan jelek itu malah dengan seenaknya menyentuh, menekan, bahkan sering meremas bagian² tubuhku yang selama ini kujaga dan kulindungi. Waktu Aku teriak karena kesakitan, Uwak yang udah mulai ompong itu malah tertawa. Ingin sekali kujambak giginya yang masih tersisa itu. Bahkan dalam puncak rasa sakitku akibat pekerjaan tangannya ditubuhku, sempat terpikir olehku untuk memutilasi manusia kejam ini. Sudah tahu kalau Aku babak belur karena kecelakaan, kok masih sampai hati dia menyentuh bagian tubuhku yang sedang sakit dengan tanpa perasaan, dan malah menertawakan ku yang sedang sangat menderita. Benar² manusia tak punya empati dia ini.

Setelah ritual penyiksaan ku berakhir, Aku masih juga harus merogoh kocek. Betapa menyebalkan. Bahkan untuk penderitaan yang kualami tadipun Aku masih harus membayar. Aku bersumpah dalam hati, tidak akan pernah mau memilih orang ini lagi. Menyesal sekali Aku tadi mempercayainya. Gara² iklan keluargaku Aku jadi tersiksa begini. Mana harus membayar lagi.

Hanya segelas teh manis yang kudapat dari orang tua penyiksaku tadi. Padahal penderitaan yang kualami selama hampir satu jam dibawah siksaannya sangtlah luar biasa. Berkali² Aku dibuatnya menjerit, seperti anak gadis yang mau diperkosa para hidung belang satu kampung. Belum lagi selembar Sukarno Hatta milikku yang kini sudah berpindah alamat kedalam genggamannya. Sungguh waktu itu hidup terasa tidak adil buatku. Aku merutuk dan menyerapah dalam hati. Tapi tak berani terucap di mulut. Soalnya Aku tahu pasti bahwa tidak akan ada yang mendukungku kalau Aku melakukan itu. Kecuali dia sinting.

Pulang dari rumahnya tubuhku makin lemas. Tenagaku terkuras. Emosiku terkuras. Uangku yang amat berharga karena jumlahnya tak seberapa di dompetku juga terkuras. Benar² sial lahir batin. Makin dipikiri jadi makin capek. Karena capek disiksa lahir batin tadi, sehabis makan Akupun langsung tidur. Aku ingin melupakan semua penderitaanku. Siapa tahu mimpi indah bisa mengurangi deritaku.

Besok paginya Aku bangun dengan perasaan agak malas. Tapi ada yang aneh pada tubuhku. Bagian tubuh yang kemarin terasa sakit dan kaku karena terkilir mulai terasa jauh enakan. Sudah mulai bisa digerakkan. Memang masih ada rasa sakit, tapi sudah sangat jauh berkurang. Mau tak mau Aku teringat lagi wajah Uwak tua yang giginya udah banyak yang ompong itu. Tampangnya masih tetap terasa menyebalkan bagiku. Apalagi kalau ingat suara tawanya ketika Aku sedang menderita. Tapi tak bisa kubohongi diri sendiri. Tubuhku yang tadinya serasa lumpuh/kaku karena terkilir kini sudah mulai bisa berfungsi lagi. Ternyata siksaan Uwak Tua ompong itu manjur juga. Kini Akupun berangsur pulih.

Bukankah PPKM itu juga begitu?

Kita semua membencinya. Baik orang kaya atau orang miskin, orang pintar atau orang bodoh, orang cantik apalagi orang jelek, semua membenci PPKM. Tidak ada yang gembira mendengar pengumuman PPKM. Bahkan yang mengumumkan diberlakukannya PPKM pun wajahnya tidak nampak sumringah. Kita semua benci PPKM, sebesar benciku pada siksaan Tukang pijat tua ompong itu.

Tapi biar benci sebesar apapun, hati kecilku yang terdalam tak bisa berbohong. Tukang pijat itu berjasa besar dalam kesembuhanku. Dan sedemikian pula Kita tak akan bisa berbohong. PPKM terbukti menurunkan kasus infeksi covid 19.

Minggu lalu adalah rekornya, dengan angka infeksi harian tertinggi mencapai 56.757 kasus. Hari ini angkanya sudah turun di angka 49.071. Dua hari yang lalu sebenarnya sudah sempat mencapai angka 33.000. Kalau saja kita bisa mempertahankan disiplin ini sampai beberapa hari saja, kurvanya sangat mungkin lebih melandai lagi. Walaupun mustahil nol kasus, minimal tidak semengerikan Minggu lalu.

Covid 19 memang bukan penyakit sangat mematikan. Tingkat kematian akibat serangannya tidak sampai 3%. TAPI ITU KALAU DITANGANI DENGAN BAIK. Kalau tidak tertangani dengan baik akibatnya bisa fatal. Yang mati bisa saja jauh melebihi 3%. Khusus nya bila pasiennya tergolong lansia. Dan lebih khusus lagi bila pasien lansia tersebut punya penyakit serius lain. Karena itu menahan laju penularan covid sangat penting. Minimal kita harus bisa menahannya agar angka penularannya tidak lebih besar dari kemampuan rumah sakit kita menanganinya. Sebab begitu jumlah pasien meledak jumlahnya, diluar dari daya tampung rumah sakit, maka saat itulah bencana yang sebenarnya akan datang melanda. Mungkin Kita, atau keluarga kita, harus terpaksa meregang nyawa bila tertular olehnya. Bukan karena parahnya penyakit, TAPI KARENA TAK TERTANGANI OLEH TENAGA MEDIS YANG HARUS MELAYANI PASIEN OVER CAPACITY.

Jumlah pasien yang lebih besar dari daya tampung rumah sakitlah malapetaka yang sebenarnya. Bukankah cerita pasien yang mati ketika mengantri menunggu giliran perawatan sudah mulai sering kita dengarkan? Bayangkan saja bila pasien itu adalah kita, atau keluarga kita.

Jadi bagi semua pembenci PPKM sepertiku, bersabarlah sejenak. Hanya beberapa hari saja. Agar tidak lebih banyak saudara² kita yang harus melepas nyawa sia². Kalau kita mau bersabar, PPKM akan menahan laju penularan covid. Yang di rumah sakit sudah sempat sembuh, sebelum pasien baru muncul.

Tidak salah kalau kita membenci PPKM. Jokowi pun pasti membencinya. Tapi sama seperti tukang pijatku yang yang tua, jelek dan ompong tadi, KITA MEMBUTUHKANNYA.

Bersabarlah… Sebab sabar itu salah satu bukti orang punya iman. Dan orang yang punya iman pasti punya imun. 😊😊

fb Leo Tarigan

This entry was posted in Berita, Informasi Kesehatan. Bookmark the permalink.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *