PENDUDUK MISKIN INDONESIA NAIK, INI KRITERIA ORANG MISKIN MENURUT BPJS

TEMPO.CO, Jakarta – Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa jumlah penduduk miskin di Indonesia per Maret 2021 berkisar 27,54 juta orang, naik dari periode Maret 2020 yang sebesar 26,42 juta orang. Peningkatan ini terjadi akibat pandemi Covid-19 yang berdampak pada perubahan perilaku serta aktivitas ekonomi penduduk sehingga memengaruhi angka kemiskinan.

Di Jakarta, berdasarkan total populasi, jumlah penduduk miskinnya melonjak dari yang sebelumnya 496,84 ribu orang pada September 2020 menjadi 501,92 ribu orang per Maret 2021.

Angka ini diperoleh oleh BPS dengan menggunakan beberapa kriteria. Dilansir dari laman BPS, kriteria penduduk miskin menurut BPS adalah menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Sumber data utama yang dipakai adalah data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Modul Konsumsi dan Pengeluaran.

Jadi, penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran perkapita perbulan dibawah garis kemiskinan. Garis Kemiskinan (GK) merupakan penjumlahan dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM).

Penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran perkapita per bulan dibawah Garis Kemiskinan dikategorikan sebagai penduduk miskin. Sumber data utama yang dipakai adalah data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Modul Konsumsi dan Pengeluaran.

Garis Kemiskinan Makanan (GKM) merupakan nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan yang disetarakan dengan 2100 kilokalori perkapita perhari. Paket komoditi kebutuhan dasar makanan diwakili oleh 52 jenis komoditi (padi-padian, umbi-umbian, ikan, daging, telur dan susu, sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan, minyak dan lemak, dan lainnya)

Garis Kemiskinan Makanan (GKM) adalah jumlah nilai pengeluaran dari 52 komoditi dasar makanan yang riil dikonsumsi penduduk referensi yang kemudian disetarakan dengan 2100 kilokalori perkapita perhari. Patokan ini mengacu pada hasil Widyakarya Pangan dan Gizi 1978. Penyetaraan nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan dilakukan dengan menghitung harga rata-rata kalori dari ke-52 komoditi tersebut.

Sedangkan Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM) adalah kebutuhan minimum untuk perumahan, sandang, pendidikan dan kesehatan. Paket komoditi kebutuhan dasar non makanan diwakili oleh 51 jenis komoditi di perkotaan dan 47 jenis komoditi di pedesaan.

Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM) merupakan penjumlahan nilai kebutuhan minimum dari komoditi-komoditi non-makanan terpilih yang meliputi perumahan, sandang, pendidikan dsan kesehatan. Nilai kebutuhan minimum perkomoditi /sub-kelompok non-makanan dihitung dengan menggunakan suatu rasio pengeluaran komoditi/sub-kelompok tersebut terhadap total pengeluaran komoditi/sub-kelompok yang tercatat dalam data Susenas modul konsumsi.

Rasio tersebut dihitung dari hasil Survei Paket Komoditi Kebutuhan Dasar 2004 (SPKKP 2004), yang dilakukan untuk mengumpulkan data pengeluaran konsumsi rumah tangga per komoditi non-makanan yang lebih rinci dibanding data Susenas Modul Konsumsi.NAUFAL RIDHWAN ALY 
sumber: tempo

This entry was posted in Berita. Bookmark the permalink.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *