SBY DINILAI GAGAL, AHY MAU NGAPAIN?

Panjath H. – Ada perasaan benar di hati penulis, sebab SBY dua kali ikut pilpres dan menang, tak sekalipun penulis memilih dia waktu itu. Makin ke sini, makin yakin bahwa tindakan penulis ketika itu memang benar, sekalipun dulu itu “demam SBY” melanda di hati banyak orang.

Dan ternyata, bos saya di kantor pun sama mengalami kekecewaan karena pernah memilih doi pada pilpres pertamanya. Hal itu dikatakan bos pada suatu rapat, yang dengan sinis mengatakan: “…saya sekarang turut merasa punya andil atas kekacauan ini, karena dulu ikut memilih dia…”

Asal tahu, bos saya itu bukan orang sembarangan. Dia mendirikan dan memimpin sejumlah yayasan yang punya kontribusi memajukan anak bangsa di sejumlah daerah dengan membuka lembaga-lembaga pendidikan. Beliau punya misi memajukan sejumlah daerah lewat pendidikan.

Sikap bos saya itu sangat beda ketika menyangkut Jokowi. Pada pilpres pertama, dia memilih Jokowi yang kala itu berpasangan dengan Jusuf Kalla. Lalu pada pilpres kedua, bos saya yang ketika itu sedang “sekarat” dirawat di rumah sakit, bersikeras untuk memberikan suaranya.

“Kalaupun saya harus mati, namun sebelum mati saya ingin memberikan suara saya untuk orang baik….” katanya ketika itu. Semua orang tahu, yang dia maksud dengan “orang baik” itu Jokowi. Dan bos saya masih sempat mengetahui bahwa Jokowi yang berpasangan dengan Ma’ruf Amin itu menang Pilpres 2019 versi quick count.

Bos saya, dan banyak orang, termasuk saya, menilai bahwa SBY itu tergolong gagal. Misalnya saja dia tidak mampu menjaga dan melindungi bangsa ini dari pengaruh atau rongrongan kaum fanatik yang menyebarkan paham intoleransi dan model beragama yang radikal.

Kelompok ini dibiarkan berkembang, dalam arti tidak ada upaya serius dan terencana untuk menghentikan dan memberangusnya dari Bumi Pertiwi. Sebab adalah jelas dan sangat terang-benderang bahwa gerakan dan misi kelompok ini sangat membahayakan bagi negara kita yang berdasarkan Pancasila, UUD 1945, kebhinekaan atau pluralitas.

NKRI adalah milik semua warga masyarakat apapun suku agama budaya dan bahasanya. Hal itu sudah diikrarkan para pemuda sebelum republik ini diproklamirkan. Satu nusa, satu bangsa, satu bahasa: Indonesia. Tidak pernah disebut: satu agama!

Pemerintahan Soeharto yang sekalipun otoriter dinilai telah berbuat maksimal dan serius dalam menjaga NKRI yang segaris dengan cita-cita dan perjuangan para pahlawan dan pendiri bangsa (founding fathers).

Ketika itu, oknum atau kelompok yang ingin merusak bangsa ini dengan cara mengubah dasar ideologi Pancasila dengan agama, akan dibabat habis tanpa ampun. Namun apa yang terjadi di era SBY — yang datang enam tahun pasca-Soeharto?

Gerakan kelompok dan gerombolan yang ingin mengubah negeri ini menjadi khilafah sangat masif dan terbuka. Karena nyaris tidak ada kounter atau pencegahan berarti dari pemerintah kala itu, maka simpatisan pergerakan ini pun leluasa berkembang atau melakukan pengaderan di mana-mana.

Tercatat sejumlah perguruan tinggi milik pemerintah yang berhasil mereka kuasai, dalam arti banyak mahasiswa yang menjadi anggota atau simpatisan mereka. Bahkan ada yang mendeklarasikan cita-cita mereka secara gamblang di lingkungan kampus yang bersangkutan.

Ini sangat berbahaya ketika misalnya HTI dapat melakukan acara akbar di Gelora Bung Karno. Atau kelompok yang terang-terangan mengatakan bahwa pemerintah yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 ini adalah thogut atau haram, maka pantas diperangi dan diganti menjadi khilafah.

Adakah tindakan pemerintah ketika itu untuk memberangusnya? Nyaris tidak ada, maka tidak heran mereka semakin jumawa dan merasa punya hak untuk melakukan apa saja yang mereka kehendaki. Intoleransi dan menuding pihak lain itu kafir adalah ciri khas mereka. Maka berdasarkan itu, mereka merasa punya hak untuk menumpas siapa pun yang berbeda dengan mereka.

Negara sedang dalam bahaya besar ketika Jokowi datang menggantikan pemerintahan yang sotoy itu. Negeri ini beruntung ketika Jokowi — yang notabene bukan jenderal — punya nyali dan kemauan serius untuk memberantas musuh-musuh NKRI yang berlindung di balik jubah agama itu.

Tidak mudah, sebab apa yang telah dilakukan Jokowi — seperti membubarkan HTI dan FPI serta mengadili sebagian dedengkotnya — itu hanyalah awal yang masih memerlukan tindak lanjut. Sementara Jokowi sudah harus lengser pada 2024 karena tidak dapat ikut pilpres lagi. Kita hanya berharap agar penggantinya kelak bisa meneruskan dan menuntaskan pekerjaan yang sulit itu, bila tidak ingin melihat negeri ini hancur.

Merajalelanya kaum radikal, itu salah satu kesalahan fatal dan sekaligus kegagalan pemerintahan SBY. Belum lagi misalnya mangkraknya sejumlah proyek seperti Hambalang, dan lain sebagainya. Jokowi malah yang akhirnya menuntaskan banyak proyek yang mangkrak itu. Semoga kelak Hambalang yang kadung menelan dana triliunan rupiah itu bisa dibereskan oleh Jokowi, atau penerus visi-misinya.

SBY sudah lama lengser dengan sejumlah “noda” yang sulit terhapus itu. Namun yang bersangkutan tampak masih berambisi memajukan anaknya, AHY, untuk suatu saat mencicipi nikmatnya Istana.

Maka begitu ada kesempatan itu lewat Pilkada DKI 2017, Beye menarik sang putra dari dinas kemiliteran, dan menyuruhnya ikut dalam pertarungan “orang-orang dewasa” itu. Sebagaimana diperkirakan, anak mami tidak berdaya sama sekali. Bingung tak ketulungan.

Apakah anak ini tidak sadar bahwa dirinya sudah terjebak dalam kubangan kutuk? Yakni ketika bapaknya menjadi presiden, pernah mengingatkan agar perwira jangan tergoda untuk menjadi kepala daerah. Tapi apa yang terjadi? Beberapa tahun kemudian justru anaknya disuruh berhenti dari dinas militer demi mencoba meraih kursi gabener.

Dengan kursi gabener, si anak diharapkan maju pilpres dan menang mudah. Konyolnya, perilaku si anak sama saja: berambisi namun tidak punya kapasitas. Kini situasi yang sedang ribet oleh pandemi, hendak dimanfaatkan untuk merecoki pemerintah dan membuat chaos?

Sebenarnya apa yang hendak diandalkan oleh anak ini? Mau menjual prestasi sendiri? Tapi apa prestasinya? Mau menjual prestasi bapaknya, yang jelas-jelas gagal itu? Mumet jadinya.
sumber: seword

This entry was posted in Berita. Bookmark the permalink.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *