ANTARA PERANG HARGA ALAT TES SWAB DI WARUNG BUNCIT DAN PERNYATAAN BUPATI BANJARNEGARA

Abu Daeng Al-Makasary – Perang harga alat tes swab covid-19 di Jalan Warung Buncit Jakarta Selatan menimbulkan kesan tersendiri. Bagi kalangan yang gemar bisnis, melihat fenomena ini adalah hal yang biasa-biasa saja. Namun bagi penggiat kemanusiaan, nalar nuraninya bisa bergejolak.

Dari kanal berita soal perang harga alat tes swab covid-19 ini, terdapat juga komentator yang pro dan kontra. Dan seperti biasa, tak jarang kata-kata kotor mengalir begitu saja tanpa beban, baik yang pro maupun yang kontra. Ehem…

Kegaduhan ini timbul, kalau diamati alurnya saling bertautan. Mulai dari alat tes swab palsu yang dulu kepergok di Medan, hingga ada kasus seseorang yang dites lalu tertulis di surat keterangannya positif, tapi begitu tes ulang ternyata negatif.

Sepertinya tidak banyak orang yang mau mengambil hikmah dari virus laknat ini. Justru keributan atau kegaduhan itu terjadi karena sifat egoisme dan mau mengeruk keuntungan sebanyak-banyaknya.

Coba perhatikan awal-awal pandemi ini, ada harga masker melonjak tajam berkali-kali lipat, benar-benar tidak punya rasa kemanusiaan kan?

Ada ilmu motivasi ekonomi yang mengajarkan cara-cara licik ini, yaitu memanfaatkan momentum dari setiap masalah, lalu diterapkan diberbagai bidang, dan dengan munculnya virus ini, semua bisa terlihat jelas, siapa saja yang memang tega mengejar dan mengeruk keuntungan sebesar-besarnya, dan siapa saja yang masih peduli dengan sesamanya.

Bahkan ada yang mau viral demi bisa terkenal, atau haus publikasi.

Meski begitu, sifat gotong-royong warga masih ada. Di beberapa kompleks perumahan yang biasa saya kunjungi, beberapa warganya yang terpapar virus covid ini mendapatkan bantuan yang terus mengalir dari tetangga dan kerabat serta teman-temannya.

Lalu muncul pertanyaan mendasar, apakah pantas mengeruk keuntungan atau berbisnis di tengah terjadinya wabah pandemi seperti covid ini? Apakah kita ini adalah benar-benar manusia atau hanya sekelompok iblis yang licik dengan tujuan absurd?

Bukankah orang-orang yang mati karena covid pun sudah begitu sangat jelasnya? Apakah para pelaku bisnis di bidang ini masih tidak percaya atau pura-pura percaya? Atau tetap yang diutamakan adalah keuntungan semata?

Maka karena itulah mereka sangat senang kalau covid ini masih berlama-lama, karena dengan begitu, keutungan masih bisa mereka raih sebanyak-banyaknya, bahkan kalau bisa sampai 90 % rakyat Indonesia mati semua baru mereka mau berhenti dari memanfaatkan covid ini.

Dulu di DKI yang dipimpin oleh Anies Baswedan, Pemprov DKI malah menjual masker seharga 300 ribu per box. Apakah pihak pemprov ini bekerja untuk kemanusiaan atau melihat Jakarta ini adalah lahan bisnis apapun musibahnya?

Klik berita tentang Pemprov DKI Kepemimpinan Anies Jual Masker

Maka tak heran kalau saat ini di Jalan Warung Buncit Jakarta Selatan sana terjadi perang harga alat tes swab antigen. Kesannya keuntungan adalah segala-galanya, persetan dengan yang kena covid, mungkin begitu, atau persetan dengan kemanusiaan. Di pikiran mereka, toh warga Jakarta ini masih banyak yang kaya-kaya.

Namun tentu berbeda dengan Bupati Banjarnegara dan sudah diwawancarai oleh media. Saya kira bapak Bupati ini sangat berani, bahkan beliau berusaha menjalankan dengan baik intruksi dari Presiden Jokowi melalui menteri dalam negeri Bapak Tito Karnavian.

Bupati Banjarnegara berani loh, semoga amanah dan jujur

Pak Bupati ini berani mengeluarkan pernyataan bahwa tingginya lonjakan virus covid ini karena ada kesengajaan dari pihak rumah sakit. Sebenarnya, bukan cuma pihak rumah sakit, tentu saja pihak-pihak yang hanya mengejar keuntungan semata, baik yang ada di luar rumah sakit. Mereka tidak memperhitungkan kemanusiaan namun menggunakan slogan kemanusiaan atau kampanye demi kemanusiaan. Super sangat licik bangsat!

Apa yang dilontarkan pak Bupati Banjarnegara ini bisa ada benarnya. Dari fenomena perang harga alat tes swab antigen di Jakarta Selatan ini hingga ditemukannya kecurangan di Medan dengan menggunakan alat tes bekas, maka itu memperlihatkan bahwa covid sudah menjadi lahan bisnis saat ini. Orang-orang yang rakus itu kegatelan dengan keuntungan yang sangat menggiurkan.

Jika di warung buncit Jakarta Selatan alat tes swab itu bisa murah yaitu ada yang menjual dengan harga 79 ribu rupiah, kenapa awal-awal pandemi di new normal harga swab itu lebih mahal? Bukankah ini juga kesannya keuntungan semata?

Lantas bagaimana dengan klinik yang berhasil memborong mobil mewah yang ada di Cirebon untuk karyawannya? Apakah ini kemanusiaan atau memang hanya untuk keuntungan semata?

Dan pertanyaan yang masih mengiang-ngiang saat ini adalah, apakah ada hubungannya dengan narasi “Garda Terdepan” yang pernah viral itu? Sehingga warga yang berkarakter gotong-royong menyalurkan bantuan secara maksimal.

Apakah sifat warga yang tulus ini hanya dimanfaatkan saja? Lalu sekarang dibebani dengan berbagai peraturan yang dikondisikan agar bisa mendapatkan keuntungan yang melimpah lagi? Sampai kapan hal ini terus akan dilakukan?

Ataukah memang ada nakes yang hanya jadi sapi perah, sementara di belakangnya ada oknum yang sedang mengeruk keuntungan dari bisnis kekhawatiran ini? Sehingga perhitungannya, tanpa covid tak ada keuntungan dan kekayaan.

Dari kejadian yang sudah setahun lebih ini, apakah Bapak Presiden sudah tahu semua fakta-fakta itu? Ataukah sudah tahu tapi belum bisa merumuskan langkah selanjutnya?

Apakah tidak dikaji lagi berbagai aturan yang berkenaan dengan penanganan covid ini? Sehingga bisa melihat ulah siapa saja ini sehingga kasus covid bisa betah begini? Tentu tidak bijak kalau semua kesalahan dilimpahkan ke masyarakat.
sumber: seword

This entry was posted in Berita. Bookmark the permalink.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *