Joe Poetra – Wacana pemerintah untuk melaksanakan sekolah tatap muka yang terbatas akan dilakukan pada bulan Juli tahun ini. Sebagian dari para orang tua siswa setuju dengan wacana tatap muka, karena selain belajar secara daring diperlukan pula tatap muka di kelas. Sebagian orang tua siswa juga menginginkan bahwa sistem pembelajaran tatap muka pada masa pandemi tidak perlu dilakukan, mengingat kasus penularan virus varian baru bernama Delta sangat cepat.
Namun, menjadi penting jika sekolah tatap muka tetap diadakan supaya aktivitas anak yang hanya terbatas pada kegiatan di rumah tidak mengganggu perkembangan sosial maupun psikologi sang anak. Jadi saya dapat menyimpulkan bahwa kombinasi belajar daring dan tatap muka diperlukan oleh anak-anak didik. Harus diingat pula jika wilayah/daerah masuk dalam zona merah, saya menyarankan untuk menghentikan program tatap muka sampai benar-benar wilayah tersebut aman dan terkendali.
Menurut pandangan saya, dalam menghadapi sekolah tatap muka tentunya dibutuhkan pengetahuan yang lebih untuk anak. Khususnya orang tua harus tahu bagaimana memberikan wawasan yang baik tentang pentingnya menerapkan protokol kesehatan di luar rumah. Setidaknya anak-anak sudah tahu cara menjalankan prokes yang tepat. Terus terang saja, saya masih ragu dengan banyaknya orang tua murid yang tidak memahami pentingnya arti menerapkan protokol kesehatan. Masih banyak orang tua yang tidak memakai masker lalu pergi dengan anaknya tanpa pembatasan sosial di kerumunan tempat umum. Masih banyak anak yang tidak memakai masker ketika bermain dengan teman-teman seusianya.
Bagaimana bisa menjalankan prokes di sekolah, sementara di luar jam sekolah mereka abai dengan protokol kesehatan? Disini saya tidak menakut-nakuti pembaca bahwa virus Corona itu berbahaya dan mematikan. Jika pembaca percaya bahwa protokol kesehatan itu tidak penting, itu urusan dan hak Anda untuk memilih. Bagi saya, untuk melakukan hal sederhana yang diperintahkan oleh pemerintah untuk melakukan 3M saja masih banyak masyarakat yang acuh dan abai. Bahwa kemudian sekolah tatap muka sudah berlangsung dengan sistem prokes yang ketat, saya percaya kasus penularan akan masih tinggi. Kenapa demikian? Karena banyak orang tua dan anak yang skeptis dengan isu pandemi ini.
Sekarang pertanyaannya adalah, apakah kita sudah siap dengan pembelajaran tatap muka bulan depan? Menurut Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi, Nadiem Makarim, pembelajaran tatap muka bisa dilaksanakan kembali karena program prioritas untuk vaksinasi terhadap para guru sudah dilaksanakan. Lebih lanjut, Nadiem menekankan bahwa orang tua mempunyai hak untuk menentukan boleh tidaknya anak-mengikuti pembelajaran di sekolah. Untuk itulah pemerintah merencanakan kapasitas serta jadwal dan jam pun dibatasi. Jika kita sudah siap, setidaknya soliditas untuk berkoordinasi antara pihak sekolah, orang tua murid, dan satgas Covid harus bersinergi.
Di samping itu, pengecekan dengan swab antigen secara reguler menjadi penting bagi siswa, guru, dan tenaga sekolah lainnya agar proses belajar mengajar dapat berjalan dengan aman dari paparan virus. Pendanaan swab antigen bisa dilakukan bekerjasama dengan pihak swasta. Bagi saya menjaga protokol kesehatan dan tempat sekolah yang higienis juga tak kalah penting. Selain itu orang tua dan guru harus sering mengingatkan kepada anak didik untuk membawa masker cadangan, penyediaan hand sanitizer dan tetap menjaga jarak.
Bulan Juni 2021 ini, kasus penularan Covid-19 sedang tinggi-tingginya. Dari data di DKI saja, jumlah peningkatan kasus lebih dari 300 persen. Dari kasus per 17 Juni 2021, tercatat 4.144 kasus dimana 144 kasus disumbangkan oleh anak usia 18 tahun ke bawah. Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), dr.Aman Pulungan, menjelaskan bahwa tren peningkatan kasus positif Covid19 pada anak secara nasional mencapai 12,5 persen. Walaupun menurut WHO kasus penularan pada anak lebih kecil dari orang dewasa, tetapi fakta di data tidak dapat di sanggah. Ini menjadi catatan bagi orang tua untuk tetap menjaga kesehatan bagi putra dan putrinya dengan tetap menjalankan prokes.
Dengan tingginya kasus penularan virus Corona pada anak-anak, IDAI menyarankan kegiatan tatap muka di sekolah yang digelar bulan depan ditunda untuk sementara waktu. IDAI juga menambahkan agar kegiatan anak-anak di luar rumah dapat didampingi. Menurut saya ini penting mengingat anak-anak tidak peduli dengan yang namanya social distancing bahkan tidak suka memakai masker ketika bermain.
Ada hal yang mengganggu di pikiran saya ketika Nadiem mengatakan bahwa prioritas vaksinasi bagi guru sangat urgent. Mengingat guru adalah orang terdekat dengan para siswa ketika di dalam kelas. Apakah itu efektif menekan laju penyebaran virus Corona kepada anak-anak didik? Bagi saya TIDAK! Seharusnya jika pemerintah menginginkan program tatap muka harus pula memikirkan program vaksinasi bagi anak. Pemerintah Indonesia bisa belajar dengan negara maju seperti Amerika, misalnya, yang sedang melakukan vaksinasi bagi anak 18 tahun ke bawah.
Menurut pandangan saya, jika para guru dan para murid telah di vaksin, niscaya laju penularan virus bisa ditekan dan proses belajar mengajar akan aman. Perlu digarisbawahi bahwa tetap saja jika program vaksinasi bagi anak sudah dijalankan, protokol kesehatan menjadi benteng utama untuk memproteksi diri dari paparan virus.
Menjadi jelas bahwa protokol kesehatan dan vaksinasi bagi anak-anak juga penting. Pemerintah harus memikirkan bahwa masih banyak orang tua murid yang skeptis dan abai mengenai prokes. Apalagi pengetahuan soal vaksin yang tidak diinformasikan secara luas, efektif, maupun tepat sasaran untuk mengedukasi masyarakat sangat rendah Herd immunity atau kekebalan komunal sangat diharapkan, karena di beberapa negara Eropa dan Amerika, mereka fokus pada program penekanan wabah virus dengan vaksinasi di segala usia.
Apa jadinya jika sekolah tatap muka tetap digelar, sementara penambahan kasus penularan Covid-19 tetap naik angkanya. Kunci keberhasilan hanya ada pada protokol kesehatan dan vaksinasi. Bagaimana menurut Anda?
sumber: seword