Asif Pervaiz, seorang pria Kristen asal Pakistan divonis hukuman mati karena tuduhan penistaan agama melalui pesan teks yang dilakukan pada 2013 silam.
Pengacara Pervaiz, Said-ul-Malook menyampaikan jika vonis itu sebenarnya tidak didukung oleh bukti yang melibatkan kliennya.
Melalui sebuah postingan di Twitter-nya, Saif-ul-Malook menyampaikan jika kliennya dijatuhi hukuman mati sesuai dengan undang-undang penistaan agama yang berlaku di Pakistan.
“Asif Pervaiz dijatuhi hukuman mati oleh pengadilan di Lahore karena melakukan penistaan agama meskipun tidak ada bukti soal tindakan itu,” tulisnya.
Uniknya, keputusan ini diberikan setelah hampir tujuh tahun. Sejak rekan kerjanya membuat laporan terkait tuduhan tersebut pada Oktober 2013 silam.
Pada 2 Oktober 2013, seorang pria bernama Saeed Ahmeed Khokar menuduh Pervaiz mengiriminya pesan teks yang berisi hujatan melalui ponsel. Namun saat Pervaiz mengetahui soal laporan tersebut, dia pun bersembunyi.
Pada 9 Oktober, setelah seminggu mencari Pervaiz, polisi pun menangkap beberapa anggota keluarganya, termasuk dua saudara ipar dan ibunya, Naseem Akhtar. Seperti dituturkan Akhtar, polisi akan membunuh Pervaiz jika menemukannya kecuali jika mereka membantu menangkapnya.
Akhtar pun membantu polisi untuk menemukan Pervaiz. Dan pada 10 Oktober 2013, Pervaiz berhasil ditangkap di Sahiwal.
Menurut pernyataan keluarga, Pervaiz dan Khokar adalah rekan kerja di sebuah pabrik garmen Shami Textile, yang terletak di sekitar Lahore. Di sana, Khokar sering kali memaksa Pervaiz untuk masuk keyakinannya. Sampai akhirnya Pervaiz menolaknya dengan tegas.
Sebelum 2 Oktober, Pervaiz dilaporkan kehilangan kartu SIM ponselnya. Bahkan perusahaan tempat bekerja menyampaikan sama sekali tidak menonaktifkan kartu tersebut. Menurut pihak keluarga, Khokar memakai kartu SIM Pervaiz untuk mengirim pesan teks yang menghujat atasnya yang pada akhirnya dia jadikan sebagai tuduhan palsu terhadap Pervaiz.
Tak heran, di Pakistan sendiri tuduhan palsu penistaan agama banyak dipakai sebagai alat untuk balas dendam kepada seseorang. Tuduhan itu dibuat dengan isi yang sangat menghasut dan berpotensi memicu kemarahan dan protes dari umat beragama tertentu.
Sejak Pakistan menambahkan Pasal 295-B dan 295-C ke dalam undang-undang penistaan agama pada tahun 1987, kasus tuduhan penistaan agama terus meningkat. Dari tahun 1987 hingga 2017 lalu, sebanyak 1534 orang di Pakistan dituduh melakukan penistaan agama. Sebanyak 829 orang berasal dari kaum minoritas. Umat Kristen yang hanya mencapai 1.6% dari total populasi Pakistan, sebanyak 238 orang Kristen masuk dalam daftar penistaan agama yang tidak terbukti.
Sampai saat ini, sebanyak 25 orang Kristen dipenjara atas tuduhan penistaan, termasuk Asif Pervaiz. 22 diantaranya menjalani proses peradilan yang panjang di Pakistan.
Organisasi Peduli Kristen International (ICC) sendiri mengaku sedih dengan putusan yang dijatuhkan kepada Pervaiz. Karena pemerintah seolah menyalahgunakan penistaan agama untuk menghukum orang-orang yang tidak bersalah.
“Kami sedih dengan keputusan pengadilan yang menjatuhkan hukuman mati kepada Asif Pervaiz berdasarkan undang-undang penistaan agama. Kami sangat prihatin karena hukuman mati dibuat tanpa ada bukti yang disajikan untuk mendukung tuduhan penistaan terhadap Asif. Penyalahgunaan undang-undang penistaan agama di Pakistan harus diatasi dan tuduhan palsu harus dihilangkan dan dihukum. Tanpa reformasi yang nyata, agama minoritas, termasuk Kristen, akan menghadapi lebih banyak tuduhan penistaan palsu dan kekerasan ekstrim yang sering menyertai tuduhan tersebut,” ungkap ICC.
Dari mata hukum, vonis ini sama sekali tidak adil. Apalagi jika tuduhan tersebut tidak didukung oleh bukti konkrit. Di Indonesia sendiri, kasus-kasus semacam ini banyak terjadi dan merugikan orang-orang yang tidak bersalah. Karena itu, sebagai orang Kristen kita perlu tetap waspada ya. Jangan sampai hal serupa terjadi atas kita.
sumber: jawaban