PUASA, BUAT APA?

Oleh Sumanto Al Qurtuby
Co-founder & Director, Nusantara Institute

Puasa atau apapun namanya – upavasa, poso, siam, fasting, shaum, ruzeh dlsb – bukanlah monopoli kaum Muslim atau pengikut agama atau kelompok masyarakat tertentu saja.

Dalam sejarahnya (hingga kini), puasa telah dipraktikkan oleh berbagai kelompok agama dan non-agama di jagat raya ini. Yang berbeda hanya aturan puasa (misalnya kapan dan berapa lama puasanya serta makanan/minuman & perbuatan apa saja yang dibolehkan dan tidak dibolehkan) serta maksud dan tujuan puasa.

Hampir semua agama dan sekte agama – Yahudi, Hindu, Budha, Konghucu, Taoisme, Bahai, Katolik, Protestan, Mormon, Ortodoks Timur, dlsb – mewajibkan atau menganjurkan puasa pada umatnya.

Untuk “agama transnasional”, mungkin hanya Sikh yang tidak memandang penting puasa, kecuali untuk urusan kesehatan. Mereka (seperti diajarkan dalam Kitab Guru Granth Sahib) beranggapan kalau puasa itu tidak ada gunanya atau manfaatnya sama sekali secara spiritual. Kalaupun ada hanya sekelumit saja.

Bukan hanya kelompok agama besar saja, para pengikut agama lokal atau sistem kepercayaan lokal juga menjalankan puasa dengan tujuan yang berlainan.

Misalnya, berbagai kelompok suku di Amerika Utara menjalankan puasa sebagai bagian dari ritual pengampunan dosa serta medium untuk menghindari bencana.

Suku Incas di Peru dan suku-suku Indians yang tinggal di Meksiko menjalanan puasa untuk “merayu” Tuhan-Tuhan mereka agar mendatangkan rezeki dan menjauhkan bala atau mara bahaya.

Masyarakat Babylonia dan Assyria dulu menjalankan puasa sebagai bentuk pertobatan.

Ada lagi yang berpuasa untuk “membersihkan diri” (secara rohani, jiwa, spiritual). Ada pula yang berpuasa sebagai sarana untuk diet supaya tetap langsing dan sehat bebas “kolesjengkol”. Yang lain berpuasa untuk mendapatkan “kesaktian”. Yang lain lagi menjalankan ritual puasa agar yang ditaksir kepincut, semacam ajian “semar mendem” eh “semar mesem”.

Lagi, ada pula yang berpuasa sebagai bagian dari “aksi politik” seperti yang dilakukan oleh Mahatma Gandhi atau metode “hunger strike” – teknik yang biasa digunakan oleh kelompok peacemakers kontemporer.

Bagiku, kalian mau puasa ya silakan, tidak juga silakan. Semua urusan masing-masing individu. Yang penting saling menghormati dan menghargai. Prinsipnya: “Bagi yang tidak puasa, hormatilah mereka yang berpuasa. Bagi yang berpuasa, hormatilah mereka yang tidak berpuasa.”

Jangan mentang-mentang puasa terus “maki-maki” orang yang tidak puasa serta “nyuruh-nyuruh” mereka yang tidak berpuasa untuk menghormatinya. Hal demikian itu, menurut Ustad Biksu Tong Sam Cong, sungguh perbuatan yang tidak baik sodare-sodare. Konon kabarnya pun Tuhan pun beserta staf dan asisten-Nya pun tidak suka perbuatan itu pun.😏

Jabal Dhahran, Jazirah Arabia.

This entry was posted in Berita. Bookmark the permalink.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *