Manuel – KPK ini kelihatannya bukan hanya buta separuh. Namun lebih jauh lagi, KPK ini sepertiinya tuli tidak bisa mendengar jeritan rakyat Indonesia meminta Anies ditangkap karena sudah terlibat di dalam pembelian tanah haram jadah yang dikorupsi.
Rasanya, juga bukan sekadar tuli, KPK ini kelihatannya bisu dalam menyuarakan kebenaran secara objektif soal penemuan dana 6,5 Miliar oleh BPK soal pembelian alat pemadam kebakaran. Alat pemadaman api saja bisa diselewengkan begitu, saya yakin KPK tahu kok.
Angka yang mirip, juga membuat orang dekat Jokowi ditangkap. Padahal buktinya belum ada saat itu. Dicari-cari sampai ada pokoknya. Kasus Juliari Batubara juga begitu kan? Penetapan tersangka dulu baru barang bukti dicari. Kenapa untuk urusan Anies dan Sarana Jaya, KPK bisu buta tuli?
Mari kita lihat kronologisnya terlebih dahulu soal yang menjadi temuan BPK. BPK menemukan kejanggalan dalam pembayaran 4 paket pengadaan alat pemadam kebakaran DKI yang anggarannya disetujui Anies Baswedan, sepupunya Novel Baswedan. Indikasi pembayaran pengadaan itu lebih 6,5 miliar.
BPK mengungkap dalam hasil laporan pemeriksaan atas laporan keuangan sepupunya Novel Baswedan, Anies yang ada pada tahun 2019. Disebutkan kelebihan 6,5 miliar itu antara lain unit submersible, quick response, penanggulangan kebakaran pada sarana transportasi massal dan pengurai material kebakaran.
Keempat unit ini, ternyata tetap membuat Anies mendapatkan gelar WTP oleh BPK. Sekarang Anies sudah tidak bisa berkelit. Sudah terlalu banyak kasus yang bisa menjerat dia. Tapi kenapa dia ini selalu licin seperti belut? Apakah karena orang ini sudah diproyeksikan KPK untuk jadi presiden?
Pada tahun 2019, Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan DKI mengalokasikan anggaran belanja modal alias ABM untuk program penanggulangan kebakaran senilai 321 miliar dan realisasi 303 miliar atau penyerapan sebesar 94 persen. Nggak tahu apakah penyerapan itu asli untuk kebakaran, atau untuk yang lain?
Rincian dari empat paket itu adalah seperti ini janggalnya. Untuk unit submersible memiliki nilai kontrak 10,9 miliar. Unit quick response 44,3 miliar. Unit penanggulangan kebakaran pada sarana transportasi massal di nilai 8,7 miliar dan unit pengurai material kebakaran nilainya sekian miliar.
Pengadaan atas empat paket itu pakai sistem gugur dengan cara pembayaran metode lumpsum. Hal ini dicatat di dalam dokumen BPK. Dalam proses lelang tersebut, BPK kabarnya menemukan banyak permasalahan yang seharusnya bisa menjerat Anies Baswedan.
Satu survey untuk unit submersible, menandakan bahwa proses lelang tidak dijalankan. Sehingga tidak memiliki perbandingan harga atas unit tersebut. Jadi tahun 2019 ini, bisa menjadi sebuah tahun kunci untuk menghancurkan Anies. Anies ini karir politiknya sudah sangat kotor.
Dia ini dibela oleh KPK yang buta, bisu, tuli atas permasalahan anggaran di DKI Jakarta. KPK ini sangat lemah terhadap Anies. Atau jangan-jangan KPK ini budaknya Anies Baswedan? Saya melihat bahwa KPK ini menjadi kelompok penyelamat koruptor.
Saya bingung sama Febri Diansyah yang koar-koar KPK dilemahkan oleh Jokowi. Padahal jelas banget KPK ini dilemahkan oleh Anies Baswedan. BPK pun mengatakan dari temuan-temuan tersebut, penyusunan HPS alias Harga Perkiraan Sendiri, sangat tidak akuntabel. Tidak bisa dipertanggung jawabkan.
HPS alias harga perkiraan sendiri, memang dikira-kira oleh orangnya Anies atas persetujuan Anies tentunya. Rincian dari BPK pun didapatkan ada selisih seperti di bawah ini.
Untuk unit submersible, ada selisih 761 juta. Harga sebuah apartment mewah. Untuk unit quick response ada selisih 3,4 miliar, yakni seharga satu rumah mewah di DKI akarta. Unit penanggulangan kebakaran pada sarana transportasi massal ada selisih 844 juta.
Senilai sebuah mobil Alphard. Dan yang terakhir unit pengurai material selisihnya 1,4 miliar, harga biaya operasi mata yang tersiram air keras mungkin? Dari total-total keempat paket itu, ditemukanlah jumlah 6,5 miliar.
Namun apa solusi dari BPK? Hanya meminta si Anies menginstruksikan kepala dinas untuk mempertanggungjawabkan. Kalau tidak bisa, memangnya BPK bisa apa? KPK juga diam-diam saja seperti badut Ancol yang melawak di pinggiran Jakarta.
Sudah waktunya tim pemburu koruptor memenjarakan sumber dari segala kekacauan anggaran di DKI Jakarta, yakni Anies Baswedan.
Begitulah buru-buru.
sumber: seword