Jakarta, CNN Indonesia — Menteri Riset dan Teknologi (Menristek) atau Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Bambang Brodjonegoro mengungkap sejumlah fakta mengenai BRIN sejak berdiri pada 2019 lalu. Selama ini, ia menuturkan BRIN dilandasi dengan Peraturan Presiden (Perpres) yang bersifat sementara, yakni Perpres 74 tahun 2019 tentang Badan Riset dan Inovasi Nasional berlaku sampai 31 Desember 2019.
“Jadi kalau di sini ada para peserta yang dari BRIN pertama saya mohon maaf, karena selama setahun mereka tidak punya status yang jelas,” ujarnya dalam diskusi daring bertajuk Membangun Ekosistem Riset dan Inovasi, Minggu (11/4).
Sebetulnya, lanjut Bambang, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menandatangani Perpres tentang BRIN pada Maret 2020 lalu. Sesuai ketentuan perundangan, setelah presiden menandatangani perpres, maka Kementerian Hukum dan HAM akan mengundangkan perpres tersebut, agar aturan tersebut menjadi efektif. Sayangnya, setahun berlalu Perpres tentang BRIN tersebut belum diundangkan.
“Sudah ditandatangani presiden 31 Maret 2020, tapi unfortunately, sampai setahun kemudian perpes tersebut tidak pernah diundangkan oleh Kemenkuham,” imbuhnya.
Ia menduga Perpres tentang BRIN tersebut tidak diundangkan lantaran ada sejumlah pihak yang ingin BRIN berdiri sendiri, terpisah dari Kemenristek.
“Rupanya, penyebab tidak munculnya (Perpres tentang BRIN) adalah karena ada pihak yang inginkan bahwa BRIN harus terpisah dan BRIN katanya harusnya organisasi yang seharusnya melakukan penelitian secara konkrit,” tuturnya.
Namun, Bambang mengaku memiliki pendapat yang berbeda mengenai keberadaan BRIN. Menurutnya, BRIN merupakan badan yang berada di bawah kementerian. Ini serupa dengan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional Republik atau Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). Perbedaan pendapat itupun akhirnya menemui jalan buntu.
“Ya kebetulan saya tidak terlalu favour cara itu sehingga ya akhirnya deadlock selama setahun, perpres itu tidak pernah keluar. Sampai akhirnya karena sudah setahun tentunya saya harus sampaikan bahwa ini tidak mungkin lagi diteruskan karena akan sangat sulit kementerian tanpa organisasi, sehingga akhirnya keputusannya dipisah,” terangnya.
Meskipun menerima keputusan pemisahan BRIN dari Kemenristek, ia mengaku mengusulkan agar Kemenristek tetap berdiri sendiri. Selain itu, ia mengusulkan agar Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dikti) yang saat ini berada di bawah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) untuk dimasukkan kembali sebagai bagian dari Kemenristek.
Dengan demikian, Kemenristek menjadi Kemenristekdikti seperti periode pertama kepemimpinan Jokowi pada 2014-2019. Menurutnya, Kemenristekdikti adalah kombinasi yang baik karena pendidikan tinggi sangat berkaitan dengan riset dan ilmu pengetahuan.
“Tapi rupanya usulan saya bukan usulan yang diambil, keputusan yang diambil adalah yang digabungkan ke Kemndikbud, karena Dikti ada di sana. Dikti tidak dikeluarkan tetap di disitu (Kemendikbud) dan Kemenristek yang akan gabung dengan Kemendikbud,” terangnya.
Seperti diketahui, DPR RI telah menyetujui penggabungan dua kementerian itu pada rapat Paripurna DPR yang berlangsung di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta pada Jumat (9/4). Keputusan itu diambil setelah DPR menerima Surat Presiden Nomor R-14/Pres/03/2021 perihal Pertimbangan Pengubahan Kementerian. Surat itu kemudian dibahas dalam Rapat Konsultasi pengganti Rapat Badan Musyawarah (Bamus) DPR pada Kamis (8/4).(ulf/gil)
sumber: cnn