Xhardy – Dalam sidang eksepsi, Rizieq membela diri dengan menyeret pihak lain, bahkan JPU pun jadi sasaran serangan.
Rizieq bahkan menyebut JPU ‘dungu’ dan ‘pandir’ dalam sidang eksepsinya pada Jumat lalu. Rizieq menyebut JPU ‘dungu’ dan ‘pandir’ karena persoalan SKT ini. Dia juga menyebut JPU menyebar hoax dan fitnah.
“Semua ormas baik yang punya SKT maupun tidak dilindungi oleh konstitusi dan perundang-undangan. Jadi di sini jelas, JPU sangat dungu dan pandir. Soal SKT saja tidak paham, lalu dengan kedunguan dan kepandirannya mencoba sebar hoax dan fitnah,” kata Rizieq.
Rizieq yang paling benar, paling suci, tidak pernah salah, yang lain harus tunduk, begitukah? Pretttt lah.
Jaksa lalu membalas balik. JPU menilai kata ‘dungu’ dan ‘pandir’ yang disampaikan Rizieq hanya mengikuti emosi semata, dan mengatakan kata tersebut hanya digunakan oleh orang tidak terdidik.
“Bahasa-bahasa seperti ini digunakan oleh orang-orang yang tidak terdidik dan dikategorikan kualifikasi berpikiran dangkal. Mengingat kata ‘pandir’ menurut buku kamus bahasa Indonesia halaman 804 yang artinya ‘bodoh’. Sedangkan kata ‘dungu’ menurut kamus bahasa Indonesia tersebut, pada halaman 306, diartikan sangat ‘tumpul otaknya, tidak mengerti, bodoh’,” tutur Jaksa.
“Tidaklah seharusnya kata-kata yang tidak terdidik ini diucapkan, apalagi ditabalkan kepada jaksa penuntut umum. Sangatlah naif kalau jaksa penuntut umum yang menyidangkan perkara terdakwa dan kawan-kawan dikatakan orang bodoh, bebal, tumpul otaknya, tidak mengerti. Kami jaksa penuntut umum yang menyidangkan perkara terdakwa adalah orang-orang intelektual yang terdidik dengan berpredikat pendidikan rata-rata strata 2 dan berpengalaman puluhan tahun di bidangnya,” kata Jaksa.
“Untuk itu, sebagai pelajaran, jangan mudah menjustifikasi orang lain, apalagi meremehkan sesama. Sifat demikian menunjukkan akhlak dan moral yang tidak baik,” katanya.
Betul sekali, moral yang tidak baik. Ucapan dari orang yang seolah tidak terdidik, tak tahu diri, tak pernah ngaca, arogan, tidak tahu sopan santun. Katanya mau revolusi akhlak, tapi akhlaknya sungguh rusak. Kalau ada orang pertama yang harus diperbaiki dan direvolusi akhlaknya, maka Rizieq adalah orang yang tepat. Membawa label agama, dianggap imam besar tapi kelakuan mirip orang yang tidak pernah belajar agama. Cocok gak tingkah begini disebut mirip preman?
Kelompok ini memang jarang pakai logika. Asal geruduk membabi buta, kadang dengan kata-kata kasar dan mengerikan, kadang dengan tindakan yang sewenang-wenang seperti persekusi, intimidasi dan sweeping seenak jidatnya.
Bukan hanya itu saja, beberapa hari sebelumnya, Rizieq juga meminta agar Kepolisian dan Kejaksaan bertobat.
“Demi Allah saya bersumpah bahwasanya hanya manusia tidak beragama atau anti-agama yang memfitnah undangan ibadah sebagai hasutan kejahatan. Karenanya, melalui sidang ini, saya serukan kepada kepolisian dan kejaksaan, segeralah tobat kepada Allah SWT sebelum kalian kena azab Allah SWT,” katanya saat itu.
Jaksa juga mengomentari soal ini. Dia menilai pernyataan Habib Rizieq itu tidak sepatutnya disampaikan dalam sidang. “Seharusnya sebagai orang yang jadi panutan, tidaklah menyimpulkan hasutan yang dilakukan terdakwa atas kegiatan pernikahan anaknya sekaligus pelaksanaan maulid Nabi Muhammad SAW, tidak semestinya ada kata-kata pada akhir eksepsi di halaman 7 berbunyi ‘kepolisian dan kejaksaan segera bertaubat sebelum kena azab Allah SWT’, inilah contoh kata-kata yang tidak perlu dipertontonkan sebagai orang yang paham etika,” katanya.
Rizieq paham etika? Kalau paham, negara ini tidak perlu ribut-ribut. Justru karena satu orang inilah, negara jadi ribut soal agama dan politisasi agama. Apalagi pendukungnya yang sangat liar dan beringas. Sebagian ditangkap karena berafiliasi dengan jaringan terorisme. Mengerikan sekali malah.
Mulutnya saja tidak paham apa yang harus diucapkan mana yang harus distop. Justru Rizieq lah yang harus tobat karena sudah kena masalah. Bukannya tobat dan minta ampun, malah anggap orang lain yang berdosa.
Biasanya, orang yang semakin terdidik dan semakin pintar akan lebih berhati-hati dalam bersikap maupun berucap, begitu pula sebaliknya. Maklum aja selama ini mirip orang stres yang teriak-teriak mirip orang [isi sendiri]. Ngakunya imam besar, tapi kalau sudah ngoceh tidak pernah disaring dulu. Apakah dia sudah terbiasa dengan kata-kata kotor dan makian ya?
Bagaimana menurut Anda?
sumber: seword