KISAH SILANG PENDAPAT DPR DAN BPOM SOAL VAKSIN NUSANTARA

TEMPO.CO, Jakarta – Pengembangan Vaksin Nusantara yang digagas mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto menuai pro kontra di kalangan pemangku kepentingan.

Bahkan, pada Rabu, 10 Maret lalu, Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny Kusumastuti Lukito menjadi bulan-bulanan Komisi Kesehatan Dewan Perwakilan Rakyat. Selama 12 jam, Penny dihujani pertanyaan dan kritik karena menolak meloloskan vaksin Nusantara ke uji klinis fase kedua.

Lambatnya persetujuan penelitian uji klinis fase kedua dari BPOM dikeluhkan oleh para peneliti kepada anggota komisi kesehatan Dewan Perwakilan Rakyat kala para legislator itu berkunjung ke Rumah Sakit Umum Pusat Dr Kariadi, Semarang, pertengahan Februari lalu.

Pasalnya, pengembangan kandidat vaksin Covid-19 tersebut direncanakan digunakan secara massal pada pertengahan tahun ini. “Mereka sudah melalui uji klinis pertama, butuh izin melanjutkan proses penelitian dan merasa dihambat oleh BPOM,” kata politikus Partai NasDem Fadholi, dinukil dari laporan Majalah Tempo edisi 20 Maret 2021.

Setelah pertemuan itu, kata Fadholi, terjadi komunikasi intens antara tim peneliti dan para anggota dewan. Saban pekan, ia selalu bertanya kepada Terawan atau tim peneliti melalui telepon ihwal perkembangan vaksin dendritik tersebut. Fadholi membenarkan kabar bahwa Terawan dekat dengan banyak anggota Komisi Kesehatan DPR.

Dua politikus partai pendukung pemerintah bercerita, kedekatan Terawan dengan petinggi partai politik membuat sejumlah anggota dan pemimpin Komisi Kesehatan DPR menggagas rapat soal vaksin Nusantara. Gagasan itu muncul karena izin dari BPOM untuk uji klinis tahap kedua tidak kunjung keluar.

Dalam rapat yang digelar Rabu, 10 Maret lalu, Komisi Kesehatan menginstruksikan Kepala BPOM mengeluarkan izin fase kedua paling lambat sepekan berikutnya. Anggota Komisi Kesehatan dari Partai Golkar Darul Siska menyatakan komisinya akan menggelar lagi rapat dengan BPOM sampai izin dikeluarkan.

Ia mengklaim vaksin Nusantara merupakan inovasi dalam dunia kesehatan sehingga protokolnya tidak perlu disamakan dengan vaksin pada umumnya. “Jangan kaku banget, sejauh tidak menyimpang dari cara pembuatan obat yang baik dan benar, tidak apa-apa,” tuturnya.

Sikap Komisi Kesehatan DPR itu menuai kritik, salah satunya dari epidemiolog asal Universitas Indonesia Pandu Riono. Pandu menilai DPR telah menarik penelitian saintifik ke ranah politik.

Di tengah polemik itu, alih-alih menerbitkan izin, Kepala BPOM Penny Lukito justru menyatakan vaksin dendritik harus memulai penelitian dari tahap awal, yaitu fase praklinis. Musababnya, konsep penelitian sejak awal belum tervalidasi.

BPOM pun memberikan berbagai catatan, tapi tidak menemukan adanya perbaikan penelitian. Selama belum ada perbaikan, kata Penny, BPOM tak akan mengeluarkan izin penelitian. “Kami tidak bisa ditekan-tekan,” ujarnya.

Menurut Penny, perkembangan vaksin Nusantara telah dibahas dalam rapat terbatas dengan Presiden Jokowi. Pada 12 Maret 2021, Jokowi mengungkapkan dukungannya untuk pengembangan vaksin Covid-19 dalam negeri. Namun, ia meminta penelitian vaksin harus sesuai kaidah saintifik dan uji klinisnya sesuai prosedur.
sumber : tempo

This entry was posted in Berita, Informasi Kesehatan. Bookmark the permalink.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *