GUNUNG ETNA: MERASAKAN HIDUP BERSELIMUTKAN ABU GUNUNG YANG BERKALI-KALI MELETUS

Irene Corsaro tidak akan pernah bisa lupa saat kali pertama belajar menyetir mobil di tengah hujan abu hitam dari Gunung Etna, Italia.

Seperti banyak warga Sisilia dari Catania, perempuan 18 tahun itu harus cepat belajar cara untuk segera pulang ke rumah saat jalanan dipenuhi debu vulkanik di tengah satu dari 11 erupsi gunung tersebut dalam tiga pekan terakhir. Letusan ke-12 pun terjadi pada Jumat (12/03).

Seringkali, empat kawah utama gunung berapi terbangun dengan ledakan yang intens dan simultan. Peristiwa itu menciptakan pemandangan kembang api alami yang spektakuler, penuh dengan aliran lava, ada pula yang berbentuk gelembung dan air mancur.

Dalam hitungan menit, kota-kota dan desa-desa di sekitarnya dihujani abu dan puing-puing lainnya.

Lava berjatuhan ke atap mobil

Perjalanan Irene dengan ibunya di jalanan yang sepi menuju rumah mereka di kota Nicolosi, di lereng gunung Etna, berubah menjadi mimpi buruk saat mobil Peugeot 107 terhenti oleh suara yang belum pernah dia dengar.

“Rasanya seperti tiba-tiba berderak; seperti hujan es yang turun dan bermunculan. Saya pikir itu karena abu di jalan,” ujarnya. “Itu adalah pecahan lava (lapili) yang jatuh di atap saya dan kaca depan mobil saya dari awan merah raksasa, tepat di atas saya. ”

Saat itu 16 Februari dan langit sudah “terbakar” oleh matahari terbenam. Itu adalah awal dari gejala letusan Etna, yang kekuatannya terus bertambah. Pemandangan seperti itu datang di tengah malam, saat matahari terbit, saat badai dan bahkan di bawah cahaya bulan purnama.

Irene Corsaro depat merasakan batu-batu bergesekan di bawah ban mobilnya. Dia segera menyadari betapa beruntungnya dia memakai masker anti-COVID. “Udara berwarna merah sangat buruk, berat untuk dihirup.” Mereka bergegas pulang untuk berkemas bila harus evakuasi.

Awan sulfur dioksida (SO2), yang bisa terlihat dari luar angkasa, bergerak hingga mencapai China. Namun abu dan lapilinya tidak berpindah, bergantung di sekitar gunung dan menyelimuti sedikitnya 16 kota sekitar kerucut Etna. Fornazzo, Giarre, dan Zafferana termasuk yang terdampak, bahkan hingga kota-kota pesisir seperti Riposto dan Torre Archirafi.

Etna telah memuntahkan 40 juta kubik meter material vulkanik, ungkap ahli vulkanologi Boris Behncke, yang memantau Etna secara dekat untuk Institut Nasional Geofisika dan Vulkanologi (INGV).

“Cukup banyak,” kata dia kepada BBC. Sebagai perbandingan, erupsi Etna yang mengancam kota Randazzo pada 1981 melepaskan 20 juta meter kubik material.

Menyaksikan kekuatan destruktif Etna

Dari jendela, 20 km sebelah tenggara dari puncak Etna, saya menyaksikan pemandangan gunung itu tanpa putus. Ada sesuatu yang primordial saat berada di dalam ruangan ketika alam melepaskan energinya.

Dimulai dengan kolom debu yang dapat memanjat setinggi 12 km, kemudian air mancur lava, aliran piroklastik, dan bahkan petir – terutama dari kawah tenggara, tetapi juga dari tiga kawah lainnya.

Debu lava jatuh di atas kepala. Saya telah menghabiskan banyak waktu menyapu lantai selama tiga minggu terakhir saat jam malam.

Kaca depan mobil saya selalu tertutup oleh partikel kotoran yang gelap, tetapi kita tidak boleh menggunakan air untuk membersihkannya.

Material ini mengandung partikel kaca tajam yang akan mengikisnya hingga tidak bisa diperbaiki. Tak heran jika beberapa orang membungkus mobil yang diparkir dengan kain seprai sebagai pelindung.

Saat hujan, gerimis mengubah kumpulan debu lahar menjadi mirip beton. Ini memblokir selokan dan saluran drainase, menyebabkan banjir dan air merembes ke rumah-rumah.

Ledakan Gunung Etna menghasilkan “gelombang infrasonik” yang tidak terdeteksi oleh telinga manusia, karena frekuensi suaranya yang rendah, tetapi menggetarkan kaca jendela.

Setelah begitu banyak letusan, Anda sekarang dapat mengetahui apa yang dilakukan Etna hanya dengan mendengarkan getaran jendela.

Ini membangunkan Anda dengan sentakan di tengah malam. Bunyi kumpulan abu dan debu berbeda, lebih seperti gemerincing.

Sampah berupa 12 ton debu

Kerusakan di daerah itu sangat besar dan wilayah Sisilia telah menyatakan krisis bagi 13 kota di kaki Gunung Etna dan 30 kota lainnya di sekitar gunung berapi itu.

Kebun jeruk dan tanaman lain telah hancur dan di suatu waktu jalan raya antara Fiumefreddo dan Giarre ditutup untuk membersihkan debu. Sepeda motor dilarang dan batas kecepatan kendaraan bermotor dikurangi hingga maksimal 20km / jam.

Semua sekolah di Kota Giarre tutup selama tiga hari, begitu pula pasar yang biasa dibuka mingguan. Warga setempat diperintahkan untuk mengumpulkan debu dalam bungkus transparan dan tidak mencampurnya dengan sampah biasa.

“Kita harus berurusan dengan enam kilo debu vulkanik di setiap meter per segi, totalnya ada 12 ton,” kata Wali Kota Giarre, Angelo D’Anna kepada BBC.

“Hujan hitam terkini berlangsung 30 menit dan menimbulkan banyak sampah yang biasa kita hasilkan dalam setahun. Ini butuh biaya [perbaikan] hingga €600.000 [sekitar Rp10,3 miliar] dan kami khawatir karena ini berlansung berulang kali. Bagaimana kami bisa menanggungnya?”

Pemerintah daerah telah menyediakan €1 juta dan akan meminta pemerintah pusat untuk bantuan tambahan. Namun tidak ada rencana setempat untuk mengatasi masalah debu vulkanik itu. Mungkin memang fenomena alam, namun sudah dianggap sebagai limbah dan belum ada rencana apapun untuk menyingkirkannya.

Kantung-kantung berisi abu vulkanik bertumpukan di jalan-jalan Kota Zafferana Etnea.

Menyapu debu hitam di rumah-rumah sudah menjadi rutinitas bagi ribuan warga yang tinggal di kota-kota sekitar Etna.

Setiap atap, teras, serambi, beranda, dan pagar langkan yang dihiasi geranium telah berubah menjadi hitam. Bahkan hampir tak terlihat ada taman yang masih hijau.

Seberapa tidak biasa letusannya?

Etna tidak asing lagi untuk soal ini. Meski sudah mengeluarkan material vulkanik yang luar biasa banyak, para pakar sepakat bahwa gunung itu jarang mengulangi pola sebelumnya. Namun, mereka juga mengakui bahwa kekuatan yang dilepaskan makin besar.

“Dulu, kami hanya menyaksikan dua atau tiga kali [erupsi] yang lebih kuat,” kata ahli vulkanologi Boris Behncke. “Kini setiap paroksisnya kuat. Meskipun demikian, pada saat Etna mengempis, tidak ada lagi magma yang datang dan sistemnya stabil.”

Saya merasakan perubahan juga. Saya selalu melihat letusan dengan nyala api dan padam seperti korek api. Kali ini saya telah melihat setidaknya tiga lidah api dengan air mancur lava di kedua sisi Etna, dan dinding api yang konstan.

Selama aktivitasnya tetap di puncak, tidak ada bahaya. Letusan berikut mungkin terjadi, namun para ahli tidak dapat memprediksi kapan.
sumber: bbc

This entry was posted in Berita. Bookmark the permalink.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *