Pengadilan tinggi di Malaysia menyatakan bahwa umat Kristen boleh menggunakan kata “Allah”, mengakhiri perkara hukum yang sudah berlangsung selama 13 tahun.
Seorang penduduk asli mengajukan gugatan setelah polisi menyita buku agama dan CD miliknya pada 2008.
Polisi mengeklaim bahwa orang beragama Kristen dilarang memiliki material yang memuat sebutan bahasa Arab untuk Tuhan itu.
Pemerintah berpendapat kata tersebut seharusnya hanya digunakan oleh umat Islam, karena “itu dapat membingungkan mereka atau membuat mereka berpindah agama jika digunakan oleh agama lain”.
Kasus ini telah meningkatkan ketegangan berbasis agama di Malaysia, yang merupakan negara sekuler secara konstitusi.
Keputusan Pengadilan Tinggi Kuala Lumpur, yang dikonfirmasi oleh pengacara kasus tersebut dan dilaporkan oleh berbagai media, termasuk kantor berita nasional Bernama, adalah bagian dari perkara hukum yang diajukan seorang perempuan bernama Jill Ireland.
Ireland, yang beragama Kristen, merasa hak konstitusionalnya telah dilanggar.
Pada 2008, otoritas menyita buku agama berbahasa dan cakram padat (CD) berbahasa Melayu dari Ireland di bandara Kuala Lumpur, berdasarkan peraturan menteri dalam negeri tahun 1986 yang melarang publikasi Kristen berbahasa Melayu menggunakan kata “Allah”.
‘Sudah dipakai selama berabd-abad’
Banyak orang Kristen yang berbahasa Melayu mengatakan kata itu telah digunakan di Malaysia selama berabad-abad, khususnya di wilayah Malaysia di Pulau Kalimantan.
Banyak orang Kristen yang berbahasa Melayu mengatakan kata itu telah digunakan di Malaysia selama berabad-abad, khususnya di wilayah Malaysia di Pulau Kalimantan. Ireland adalah seorang Melanau, kelompok etnis penduduk asli dari negara bagian Sarawak.
Pengadilan pada hari Rabu (10/03) menyatakan bahwa konstitusi Malaysia memberi Ireland kesetaraan di hadapan hukum dan dia berhak mengimpor publikasi dalam menjalankan haknya untuk mendidik dan mempraktikkan agamanya, kata pengacara Ireland, Annou Xavier, kepada kantor berita Reuters.
“Pengadilan juga menyatakan bahwa peraturan Menteri Dalam Negeri tahun 1986 … melanggar hukum dan konstitusi,” kata Xavier.
Keputusan lengkap Pengadilan Tinggi tidak langsung tersedia bagi media.
Pejabat Kementerian Dalam Negeri Malaysia tidak menjawab permintaan komentar dari Reuters.
Pengadilan tertinggi Malaysia pada 2015 menolak upaya banding oleh Gereja Katolik untuk menggunakan “Allah” dalam publikasi Kristen, setelah pengadilan yang lebih rendah memutuskan kata tersebut hanya boleh digunakan oleh umat Islam yang merupakan mayoritas di Malaysia.
Umat Kristen mencakup sekitar 9% dari populasi Malaysia, menurut sensus 2010.
Namun pengadilan mengatakan keputusan pada hari Rabu tidak bertolak belakang dengan keputusan tahun 2015, karena itu berurusan dengan hak konstitusional individu alih-alih masalah seputar penerbitan, menurut Xavier.
sumber: bbc