KUDETA MYANMAR: ‘EVERYTHING WILL BE OK’- DUKA UNTUK KYAL SIN, REMAJA PEREMPUAN YANG DITEMBAK MATI APARAT.

Masyarakat di kota Mandalay, Myanmar, memberikan penghormatan saat prosesi pemakaman remaja perempuan berusia 19 tahun, Kamis (04/04), yang ditembak mati oleh aparat keamanan dalam demonstrasi menentang kudeta militer.

Kyal Sin, yang dikenal dengan panggilan Angel, termasuk salah seorang dari 38 orang yang meninggal dalam protes Rabu (03/02).

Warga kota itu berdiri di pinggir jalan sepanjang prosesi pemakaman Angel, Kamis.

Pemakaman Angel, yang memiliki nama asli Kyal Sin, berlangsung di Mandalay, Kamis.

Mereka menyanyikan lagu patriotik dan meneriakkan slogan anti kudeta, lapor kantor berita Reuters.

Gambar remaja yang mengenakan kasus bertuliskan “Everything will be OK” (semua akan baik-baik saja) menjadi viral.

Angel menyadari bahaya ikut protes dan ia menulis jenis darahnya di Facebook dan meminta agar organ tubuhnya didonasikan bila ia meninggal.

Banyak warga memujinya di media sosial dan banyak yang menyebutnya “pahlawan.”

Demonstrasi kembali digelar, KBRI di Yangon tetapkan Siaga II

Dan pada hari Kamis (04/03), para demonstran yang anti terhadap kudeta militer kembali turun ke jalan di kota-kota Myanmar, sehari setelah PBB mengatakan 38 orang meninggal akibat tindakan aparat keamanan.

Di kota terbesar Yangon, para pengunjuk rasa memasang barikade dengan ban dan kawat berduri.

Mencermati situasi ini, perwakilan pemerintah Indonesia di Myanmar, KBRI di Yangon, telah menetapkan Siaga II, kata pejabat di Kementerian Luar Negeri, Judha Nugraha.

Unjuk rasa menolak kudeta militer kembali digelar di Yangon dan kota-kota lainnya, Kamis (04/03), sehari setelah PBB mengatakan 38 orang meninggal akibat tindakan aparat keamanan.

“Dalam hal ini, KBRI telah sampaikan imbauan agar WNI tetap tenang dan berdiam diri di kediaman masing-masing, menghindari bepergian, termasuk ke tempat kerja jika tidak ada keperluan sangat mendesak,” kata Judha dalam keterangan tertulis.

Judha menambahkan, “Bagi WNI beserta keluarganya yang tidak memiliki keperluan yang esensial, dapat mempertimbangkan untuk kembali ke Indonesia dengan memanfaatkan penerbangan komersial yang saat ini masih tersedia.”

Sejumlah laporan mengatakan polisi menggunakan tembakan dan gas air mata untuk membubarkan unjuk rasa, namun belum ada laporan adanya korban luka atau meninggal.

Ia mengatakan Kementerian Luar Negeri dan KBRI Yangon “terus memantau perkembangan situasi di Myanmar dan diputuskan untuk saat ini belum mendesak untuk melakukan evakuasi WNI”.

Sejumlah laporan mengatakan polisi menggunakan tembakan dan gas air mata untuk membubarkan unjuk rasa namun belum ada laporan korban pada Kamis ini.

Kekerasan yang terjadi pada Rabu (03/03) adalah yang terparah dan paling berdarah sejak kudeta militer pada 1 Februari lalu, dan menuai kritik dari PBB, kelompok hak asasi manusia dan sejumlah pemimpin dunia yang menyebut sebagai “kekerasan brutal”.

Dewan Keamanan PBB akan menyelenggarakan pertemuan guna membicarakan situasi di negara itu Jumat (05/03).

Utusan PBB untuk Myanmar, Christine Schraner Burgener, mengatakan banyak gambar-gambar yang mengejutkan.

Para saksi mata mengatakan aparat keamanan menggunakan peluru karet dan tajam.

Schraner Burgener mengatakan paling tidak 50 orang meninggal “dan banyak yang terluka” sejak kudeta dilancarkan.

Warga Myanmar di Bangkok, Thailand, menggelar unjuk rasa di depan gedung perwakilan PBB, Kamis (04/03), menuntut agar mereka memgambil tindakan tegas terhadap penguasa baru Myanmar.

Di satu gambar video – kata Burgener – polisi terlihat memukuli tenaga medis sukarelawan. Sementara tayangan video lain menunjukkan demonstran ditembak dan mungkin terbunuh di jalan, katanya.

“Saya bertanya kepada pakar senjata dan mereka dapat memastikan ke saya. Tidak jelas namun tampaknya senjata kaliber 9mm digunakan, jadi peluru tajam,” katanya.

“Mereka muncul dan mulai menembak”

Para demonstran menyelamatkan diri setelah melihat truk-truk militer dalam aksi protes anti-kudeta di Yangon, Myanmar, 4 Maret 2021.

Protes besar dan pembangkangan sipil ini terjadi di seluruh Myanmar sejak militer melakukan kudeta.

Di Mandalay, seorang mahasiswi mengatakan kepada BBC, demonstran terbunuh di dekat rumahnya.

“Saya rasa sekitar pukul 10:00 atau 10:30 pagi, polisi dan tentara datang ke kawasan itu dan mereka mulai menembaki warga sipil. Mereka tidak memberikan peringatan apapun kepada warga sipil.

“Mereka langsung muncul dan mulai menembak. Mereka menggunakan peluru karet namun mereka juga menggunakan peluru tajam untuk membunuh warga sipil dengan cara keji,” tambahnya.

Pihak militer belum memberikan komentar atas kematian para demonstran.

Pada Rabu kemarin (3/3), sedikitnya 38 orang meninggal di Myanmar dalam rangkaian bentrokan antara aparat keamanan dan demonstran, yang digambarkan PBB sebagai “hari paling berdarah” sejak kudeta terjadi sebulan lalu.

Para pengunjuk rasa telah menyerukan pembebasan para pemimpin pemerintah terpilih, termasuk Aung San Suu Kyi, yang digulingkan dan ditahan dalam kudeta tersebut.

Utusan khusus sekjen PBB untuk Myanmar, Christine Schraner Burgener, mengatakan, hari Rabu adalah hari yang paling berdarah.

“Hari ini adalah hari yang paling berdarah sejak kudeta militer pada 1 Februari,” kata Schraner Burgener.

Menurutnya, sedikitnya 50 orang telah tewas “dan banyak lainnya terluka” sejak kudeta dimulai.

Dia juga mengatakan agaknya pasukan keamanan menembak dengan peluru tajam.

“Satu video menunjukkan seorang pengunjuk rasa diambil lalu ditembak dari jarak dekat oleh aparat keamanan. Mungkin sekitar satu meter. Sepertinya korban ini meninggal dunia,” ungkapnya.

Dia kemudian meminta pendapat ahli senjata, yang disebutnya “membenarkan bahwa polisi menggunakan senjata organik dan mereka menggunakan peluru tajam”.

Demonstrasi massal dan aksi pembangkangan sipil terjadi di seluruh Myanmar sejak militer merebut kendali.

Para pengunjuk rasa telah menyerukan pembebasan para pemimpin pemerintah terpilih, termasuk Aung San Suu Kyi, yang digulingkan dan ditahan dalam kudeta tersebut.

Mereka juga mendesak diakhirinya kekuasaan militer.

“Mereka tidak menyemprot kami dengan meriam air, [tidak ada] peringatan agar bubar, mereka hanya menembakkan senjata,” kata seorang pengunjuk rasa di Myingyan.

Kekerasan terbaru terjadi sehari setelah negara-negara tetangga Myanmar mendesak agar militer untuk menahan diri.

Laporan-laporan dari Myanmar menyebutkan bahwa pasukan keamanan menembaki kerumunan massa di sejumlah kota, termasuk Yangon, dengan sedikit peringatan terlebih dahulu.

Dua anak laki-laki, berusia 14 dan 17 tahun, termasuk di antara mereka yang tewas, kata Save the Children.

Kekerasan terbaru terjadi sehari setelah negara-negara tetangga Myanmar mendesak agar militer untuk menahan diri.

Bentrokan berdarah ini terjadi sehari setelah organisasi negara-negara Asia Tenggara, ASEAN, menyerukan semua pihak untuk menahan diri.

Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi meminta Myanmar untuk “membuka pintu” bagi ASEAN dalam upaya mencari penyelesaian situasi di negara itu “yang mengkhawatirkan”.

Retno mengatakan dalam jumpa pers virtual bahwa ia menyampaikan hal tersebut dalam pertemuan informal antara para menteri luar negeri ASEAN yang dilakasanakan secara online pada Selasa (02/03) untuk membahas situasi di Myanmar.

Selain menentang kudeta, para demonstran juga menuntut dibebaskannya Aung San Suu Kyi.

“Menghormati prinsip non-interference (tak campur tangan) adalah wajib. Dan dalam pernyataan tadi saya sampaikan bahwa saya yakin tidak ada satu pun negara anggota ASEAN, yang memiliki intensi untuk melanggar prinsip non-interference,” kata Retno terkait pertemuan informal secara virtual antara para menteri luar negeri ASEAN pada Selasa (02/03) untuk membahas situasi di Myanmar.

“Namun demikian, pada saat yang sama, menghormati dan menjalankan prinsip dan nilai lain dalam Piagam ASEAN, termasuk demokrasi, penghormatan terhadap hak asasi manusia… adalah sama pentingnya. Saya ulangi, sama pentingnya,” tambahnya.

Aparat keamanan Myanmar kembali menggunakan peluru tajam dan gas air mata dalam menghadapi pengunjuk rasa Selasa (02/03), menyebabkan paling tidak tiga orang luka parah, menurut kantor berita AFP.

Sejak kudeta militer pada 1 Februari lalu, protes besar terus berlanjut menentang kudeta dan dibebaskannya pemimpin sipil Aung San Suu Kyi.

Tentara dan polisi meningkatkan penggunaan kekerasan dengan tidak hanya memakai peluru tajam, juga menggunakan meriam air, peluru karet.

Aung San Suu Kyi sendiri untuk pertama kalinya terlihat Senin (01/03), sejak dia ditahan awal Februari lalu.

Suu Kyi, yang muncul di pengadilan melalui tautan video, tampak dalam “keadaan sehat” dan meminta untuk bertemu dengan tim kuasa hukum, kata pengacaranya.

Dia ditahan di lokasi yang dirahasiakan sejak kudeta 1 Februari.

Aparat keamanan menembaki para pengunjuk rasa menewaskan setidaknya 18 orang, menurut organisasi HAM PBB, menjadikan aksi protes hari Minggu (28/02) sebagai yang paling banyak memakan korban sejak kudeta militer pada 1 Februari.

‘Situasi sangat mengkhawatirkan’

Menlu Retno Marsudi menekankan pentingnya seluruh negara anggota ASEAN untuk menghormati nilai-nilai dan prinsip-prinsip blok regional dalam sebuah keutuhan.

“Menghormati prinsip non-interference, adalah wajib. Dan dalam pernyataan tadi saya sampaikan bahwa saya yakin tidak ada satu pun negara anggota ASEAN, yang memiliki intensi untuk melanggar prinsip non-interference,” kata Retno.

Demonstran di Myanmar terus melanjutkan protes walaupun aparat menggunakan peluru tajam.

Namun demikian, pada saat yang sama, menghormati dan menjalankan prinsip dan nilai lain dalam Piagam ASEAN, termasuk demokrasi, penghormatan terhadap hak asasi manusia, good governance, rule of law, dan constitutional government adalah sama pentingnya,” kata Retno Marsudi dalam acara jumpa pers pada Selasa (02/03).

Ia menyampaikan kepada media pernyataan yang ia berikan dalam acara pertemuan informal antara para menteri luar negeri ASEAN yang dilaksanakan secara virtual pada Selasa (02/03) untuk membahas dan mencari penyelesaian atas situasi di Myanmar.

“It takes two to tango (dibutuhkan dua pihak untuk bekerja sama). Keinginan dan niat baik ASEAN untuk membantu tidak akan dapat dijalankan jika Myanmar tidak membuka pintu bagi ASEAN,” tambahnya.

Dalam rapat itu, Retno menyampaikan keprihatinan Indonesia atas perkembangan situasi di Myanmar yang ia sebut dapat mengancam perdamaian dan keamanan kawasan jika tidak diselesaikan dengan baik.

“Indonesia sangat prihatin melihat meningkatnya kekerasan di Myanmar yang telah memakan korban. Situasi ini sangat mengkhawatirkan,” ujar Retno.

Sebelumnya, Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Luar Negeri RI mengeluarkan 3 poin pernyataan atas perkembangan situasi di Myanmar.

Pertama, Indonesia mengaku “sangat prihatin dengan meningkatnya kekerasan di Myanmar yang telah menyebabkan korban jiwa dan luka-luka.”

“Ucapan duka cita dan bela sungkawa yang mendalam kepada korban dan keluarganya,” lanjut Kemlu RI di laman resminya.

Dalam pernyataan yang diterbitkan 28 Februari itu Indonesia juga menyerukan agar aparat keamanan tidak menggunakan kekerasan dan “menahan diri guna menghindari lebih banyak korban jatuh serta mencegah situasi tidak semakin memburuk,” demikian Kemlu RI mengakhiri pernyataannya.

Menurut Jonathan Head, koresponden BBC Asia Tenggara, pernyataan Retno ini merupakan pernyataan yang bagus karena menganggap Myanmar sebagai masalah yang harus diatasi.

“Ini merupakan pernyataan yang bagus berdasarkan standar ASEAN. Ini memperlakukan Myanmar sebagai sebuah masalah yang harus diselesaikan, bukan anggota yang masalahnya harus dihindari,” kata Jonathan Head, koresponden BBC Asia Tenggara

Pertemuan informal antara para menteri luar negeri dari blok regional tersebut dilaksanakan ketika pasukan keamanan kembali menggunakan gas air mata dan granat setrum terhadap pengunjuk rasa di kota terbesar Myanmar, Yangon.

Ketegangan terus meningkat sejak militer Myanmar menggulingkan pemerintah terpilih pada 1 Februari, yang dimenangkan oleh partai Liga Nasional untuk Demokrasi pimpinan Aung San Suu Kyi.

Cerita WNI di tengah kota Yangon – kondisi memanas

Cecep Yadi, bukan nama sebenarnya, seorang WNI yang tinggal tak jauh dari balai kota mengatakan, demonstrasi kemungkinan bertambah besar pada Selasa (02/03) karena hari libur, dan kondisi terus memanas.

“Dari sejak Sabtu hingga Senin ini aksi aparat (polisi dan tentara) semakin represif. Para demonstran yang berunjuk rasa dengan damai dan sambil duduk, didatangi oleh banyak petugas dan dibubarkan secara paksa. Petugas juga melemparkan gas air mata, menembak ke arah demonstran,” kata Cecep kepada BBC News Indonesia.

“Meskipun demikian, berdasarkan keterangan yang saya dapat dari teman-teman saya yang masih berdemo hingga Senin ini, mereka sebenernya khawatir tapi tidak ada pilihan lain kecuali terus maju dan akan tetap terus melakukan demonstrasi.””Sebagian dari mereka ada yang meliburkan diri, mengambil cuti, dan bahkan menutup tempat usahanya sementara hanya untuk berdemo.”

“Polisi sekarang udah mulai masuk masuk ke rumah dan jemput paksa orang orang,” kata Cecep.
sumber: bbc.

This entry was posted in Berita. Bookmark the permalink.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *