SBY TURUN GUNUNG, BUKTI AHY TIDAK KUAT JADI KETUM

Jaya Surbakti – Seorang Ketua Majelis Tinggi partai harus turun gunung menjelaskan ke publik, rahasia apa yang ada pada mereka, dan apa-apa saja yang ingin mereka antisipasi, menunjukkan bahwa kepemimpinan Ketua Umum partai ini memang begitu rapuh. Dia sejatinya sudah diakui oleh semua, termasuk majelis tinggi, tidak sekuat apa yang diharapkan.

“Secara pribadi, saya sangat yakin bahwa yang dilakukan Moeldoko adalah di luar pengetahuan Presiden Jokowi. Saya juga yakin bahwa Presiden Jokowi memiliki integritas yang jauh berbeda dengan perilaku pembantu dekatnya itu,” kata SBY, dalam video yang dirilis rabu 24/2/2021.

Ini mulai kelihatan berbeda sikap dengan Ketum dan anak buah lainnya, seperti Andi Mallarangeng, yang ngotot minta klarifikasi dari Jokowi. Sampai-sampai tanpa malu mengirimkan surat, yang akhirnya tidak digubris Jokowi.

Walau kemudian SBY mengatakan bahwa mengirim surat itu dianggap partai Demokrat memang perlu, tapi dia tidak berkata lagi, itu pendapatnya secara pribadi. Ini, sekilas, tapi tegas, dia mulai meragukan apa-apa yang dilakukan oleh AHY bersama rekan-rekan mudanya.

Jelas memang mereka semua begitu membidik Moeldoko dalam sasaran tembak. Tapi sepertinya apa yang dilakukan AHY tidak mendapat feedback yang sesuai dengan yang diharapkan. Nyatanya, SBY harus mengulang narasi ini lagi, bahkan harus menyebut nama Moeldoko secara tegas.

Apakah ini satu momen yang terlewatkan dalam pidato AHY sebelumnya? Bahwa secara intrik politik, AHY juga seharusnya berani menyebut nama Moeldoko, karena Moeldoko ancaman nyata bagi posisi AHY? Hm, tapi tapi kalau dia berani, bisa-bisa dia dikuliti oleh netizen sebagai junior yang kurang ajar.

Saya juga, secara pribadi, menilai apa-apa yang dilakukan AHY ini memang gamang. Tidak fokus pada satu tujuan, hanya terkesan coba-coba saja. Kuat sekali kesannya, dia mengikuti skenario dari pihak lain, bukan dari kemampuan dia menterjemahkan strategi.

Apalagi dengan pertunjukan ikrar oleh 34 DPD untuk menyatakan setia kepada AHY, adalah satu persoalan yang sangat mengganjal. AHY mengklaim didukung oleh seratus persen DPD, saat kekuasaan masih ditanganya.

Masa iya, ada DPD mau bilang gak setia pada saat seperti ini?

Saya pikir, AHY hanya memaksa orang untuk setia. Kesetiaan itu hanya akan terjawab saat benar ada kader yang meminta diadakannya KLB, seperti KMD (Kader Muda Demokrat). Lalu kita akan lihat berapa banyak DPD yang masih setia, dan berapa lagi yang ikut menyetujui dilaksanakannya KLB.

KMD, yang mengakui juga memiliki hak suara di dalam partai, sudah mewacanakan akan meminta dilaksanakannya KLB. Mereka justru sudah meminta AHY untuk mundur dan dengan tegas mereka ingin Moeldoko menggantikannya sebagai Ketum dan Edhie Baskororo menjadi Sekjennya.

Hahaha. Seru juga melihat cara partai ini membuat sejarah. Tidak majelis tinggi, tidak Ketum, tidak kader muda, semua masih berkisar tentang lingkaran SBY saja. Kalau bukan SBY, ya AHY, kalau bukan juga ya EBY. Apa tidak ada kader lain yang pantas selain dari trah Yudhoyono?

Tapi, terlepas dari itu, di sini memang sudah terlihat sekali ada perselisihan yang tajam. Apa yang selama ini disuarakan oleh AHY dan teman-temannya memang diamini secara tidak langsung oleh KMD dan anggota senior partai yang tidak sejalan dengan kebijakan Ketum sekarang.

Ini, sikap dari KMD dan beberapa elit senior partai, sudah membantah dengan sendirinya bahwa partai ini sedang dalam keadaan solid, semua DPD sudah ikrar setia kepada AHY. Rangkaian cerita ini justru menjelaskan sebaliknya, AHY bukanlah orang yang tepat untuk selalu dipertahankan di posisi yang bukan miliknya.

Kalau pun benar SBY ingin memaksakan kehendak pribadinya untuk menempatkan keturunannya di level pimpinan partai, suara sudah terbelah, bahwa sebagian mereka menilai EBY justru jauh lebih pantas.

Selain dia lebih lama di partai dibandingkan AHY, juga karena dia mengalami proses kaderisasi secara sempurna. Dia belajar dari nol, hingga sampai pada posisi sekarang. Namun, itu pun, suara yang ada lebih suka menempatkan EBY sebagai Sekjen partai, bukan Ketum.

Sekarang tinggal kita lihat perjuangan SBY ke depannya, apakah masih ngotot mempertahankan AHY, atau akan menyerah bersama dengan waktu, menerima pengusungan Moeldoko yang akan diajukan oleh sebagian partai dalam KLB berikutnya?

Atau, jangan-jangan SBY akan berkata, “Banyak rakyat yang meminta saya untuk maju lagi, jadi presiden lagi. Ijinkan saya memulainya dari posisi Ketum”
sumber: seword

This entry was posted in Berita. Bookmark the permalink.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *