INI PENGAKUAN NAKES RSUD SIANTAR YANG DIJERAT PASAL PENISTAAN AGAMA

Pematangsiantar – Empat tenaga kesehatan (nakes) di RSUD dr Djasamen Saragih Kota Pematangsiantar, Sumatera Utara, dijerat pasal penistaan agama karena memandikan jenazah Zakiah, 50 tahun, pasien suspek corona.

Dua di antaranya perawat dan dua lainnya petugas forensik RSUD dr Djasamen Saragih. Kejadian berlangsung di ruang forensik RSUD setempat pada 20 September 2020.

Ke empat tersangka, yakni DAAY, ESPS, RS, dan REP. Mereka dijerat Pasal 156 Huruf a Juncto Pasal 55 Ayat 1 tentang Penistaan Agama dengan ancaman hukuman 5 tahun penjara.

Sebelumnya, suami Zakiah bernama Fauzi Munthe, warga Dolok Batu Nanggar, Kabupaten Simalungun, Sumut, melaporkan kasus ini ke Polres Pematangsiantar.

Mereka kemudian ditetapkan sebagai tersangka pada 25 November 2020 lalu.

Kapolres Pematangsiantar AKBP Boy Siregar pada Senin, 22 Februari 2021 mengatakan, pihaknya telah menyerahkan kasus tersebut kepada Kejaksaan Negeri dan berkas perkara dinyatakan lengkap.

Salah seorang nakes yang dijerat tersangka penistaan agama tersebut, RS kepada Tagar lewat pesan WhatsApp, Senin, 22 Februari 2021 mengatakan mereka sekarang menjadi tahanan kejaksaan.

“Kami sekarang sudah jadi tahanan kejaksaan dan wajib lapor,” katanya.

Karena semua jenazah yang masuk ke ruangan instalasi forensik wajib dibersihkan dari kotoran

Di tengah kasus yang mereka hadapi, pengakuan RS mereka tetap bekerja seperti biasa. Karena memang terhadap mereka tidak dilakukan penahanan atau hanya tahanan kota.

“Dan ketepatan tadi malam masuk pasien dari Perdagangan Mr X. Jadi mau mengerjakan pasien itulah kami saat ini,” kata RS.

Atas kasus yang menimpa dirinya dan tiga rekannya, RS mohon dukungan. Menurut dia, mereka saat itu tidak bermaksud lain kecuali menjalankan tugas.

“Mohon dukungan buat kami. Karena kami hanya menjalankan tugas yang sudah di-SK-kan dari rumah sakit,” ungkapnya.

RS kemudian menyebut saat kejadian mereka bukan memandikan pasien bernama Zakiah tersebut.

“Sebenarnya kami tidak memandikan. Hanya membersihkan jenazah karena ada najis (kotoran) pada pempers yang melekat pada bagian tubuh jenazah. Dan setelah bersih lalu kami semprot seluruh tubuh jenazah dengan cairan desinfektan,” tutur dia. “Intinya kami membersihkan jenazah,” tukasnya.

Terkait tuduhan melakukan penistaan agama, RS mengaku mereka merasa tidak nyaman. 

“Sebenarnya perasaan kami kurang nyaman, kami yang bertugas pada Pemulasaran Jenazah Covid-19 disebut dengan penistaan agama. Karena kami bekerja pada saat itu, yah memang dengan bersungguh-sungguh. Karena kami sudah di-SK-kan dari rumah sakit,” tukasnya.

Dia menegaskan saat itu tidak niat apapun selain menjalankan tugas.

“Karena yang kami tahu kami hanya melayani. Tidak membeda-bedakan agama, ras atau golongan. Karena itu sumpah perawat yang kami harus jalankan,” tandasnya.

Keterangan RS diperkuat Wakil Direktur RSUD dr Djasamen Saragih, dr Harlen Saragih.

Lewat pesan WhatsApp dia menegaskan bahwa sebenarnya jenazah almarhumah bukan dimandikan tapi dibersihkan.

“Karena semua jenazah yang masuk ke ruangan instalasi forensik wajib dibersihkan dari kotoran,” kata dia.[]
sumber: tagar.id

This entry was posted in Berita, Informasi Kesehatan. Bookmark the permalink.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *