BUZZER DI MEDIA SOSIAL

Hari ini saya bahagia banget..

Kejaksaan Pematang Siantar akhirnya berhentikan kasus penistaan agama terhadap 4 tenaga kesehatan disana. Bahagia dan lega, meski para nakes itu saudara bukan, kenal aja ngga..

Tapi kisah pahit mereka menyebar kemana-mana. Informasi tentang mereka diawali oleh teman kita, Eko Kuntadhi, yang diminta oleh pengacara dan keluarga para nakes untuk membantu mereka.

Ketika saya nulis di page tentang “kisah aneh di Pematang Siantar” yang share 4.500 orang, dan menyebar di 1 juta orang lebih. Ini berarti kita perduli terhadap situasi di negeri ini. Itu seperti ribuan anak panah yang meluncur bersamaan..

Saya dengar tulisan itu beredar juga di grup2 WA para petinggi istana dan membuat mereka mulai mencari informasinya.

Petisi saja sudah mencapai hampir 17ribu orang yang tanda tangan.

Akal sehat kita pasti menolak logika bodoh yang menimpa para nakes di Pematang Siantar, kok bisa mereka dikenakan pasal penistaan agama ?? Padahal mereka sedang menjalankan tugas beratnya.

Media sosial, jika digunakan dengan benar, maka akan menjadi senjata ampuh melawan semua ketidak adilan negeri ini. Coba tidak ada tekanan lewat media sosial, kasus itu bisa tenggelam dan para nakes bisa dipenjara meski mereka tidak bersalah.

Salah satu pola kadrun ketika melaporkan seseorang, mereka pasti mengandalkan demo massa, atau bahasa kerennya trial by mob. Tekanan mereka ini yang bikin aparat gagap, karena khawatir ada kerusuhan SARA di daerahnya.

Saya paham banget dengan situasi ini, karena mereka melakukan tekanan yang sama pada kasus saya dgn demo2 di kantor polisi, meski bukti hukum mereka tidak kuat. Mereka cuma mengandalkan otot, otaknya tinggal seperempat.

Siapa yang menang dalam kasus ini ??

Kalian. Ya kalian, para pejuang di media sosial. Kalian yang menyempatkan sedikit waktu dan kuota, untuk mau bersusah payah memberikan dukungan. Biar para kadrun tahu, kita gak suka main demo2an. Tapi sekali kita kompak di media sosial, mereka seperti melawan gelombang raksasa yang gak akan bisa mereka tahan.

Contohnya FPI. Tanpa dukungan kita semua di media sosial, tentu aparat belum tentu berani menghancurkan mereka. Sekarang baru mereka mengerti, bahwa tembok yang mereka bangun tinggi, bisa hancur berkeping2 tanpa mrk sadari.

Terimakasih, teman2. Para buzzer. Buzzer yang pro NKRI…

Secangkir kopi adalah simbol perlawanan. Ia pahit, tapi pahitnya menyadarkan. Saya ingin seruput sebagai tanda kemenangan, ditambah sebatang udud sebagai nilai kesempurnaan.

Angkat cangkir kopinya, kawan.. Seruputtt..

Denny Siregar & fb

This entry was posted in Berita. Bookmark the permalink.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *