Alifurrahman – Banjir Jakarta. Sebagian orang bilang dari dulu Jakarta sudah banjir. Jadi kalau sekarang banjir lagi, itu bukan hal baru. Tapi sebagian lagi membandingkan dari tahun ke tahu, beda pemimpin daerah rupanya beda jumlah titik banjirnya.
Di jaman Jokowi dan Ahok, banjir terjadi di beberapa titik. Dan daerah-daerah itu menjadi prioritas penanganan serta antisipasi guna meminimalisir genangan air.
Di era Gubernur seiman, banjir hanya terjadi di satu titik saja. Tapi titiknya besar dan mencakup semua wilayah Jakarta.
Yang membedakan antara Gubernur seiman dengan Jokowi atau Ahok hanya satu, cara penanganan. Jokowi dan Ahok menangani banjir dengan bekerja secara logis, Gubernur seiman berdoa agar Jakarta banjir.
Maka jangan heran kalau gubernur seiman itu tidak mau melakukan normalisasi atau pelebaran sungai, karena itu tidak ada gunanya. Buat apa dilebarkan kalau bisa dibanjirkan?
Banjir adalah anugerah dari Tuhan. Dari langit turun ke bumi. Banjir itu sementara saja, dan mestinya dapat kita terima sebagai anugerah. Semakin lama tergenang, bukankah semakin lama anugerah itu bersama kita? Itu pendapat Gubernur seiman.
Selain itu, banjir Jakarta adalah tanda kegagalan Jokowi. Dulu Presiden Indonesia itu pernah sesumbar kalau dirinya jadi Presiden, maka banjir akan lebih mudah diatasi.
Jadi kalau hari ini banjir, mestinya kita dapat menyalahkan Jokowi. Karena dia sudah jadi Presiden.
Sang Gubernur seiman tidak salah dalam hal ini. Selain karena menganggap banjir adalah anugerah Tuhan, juga karena dia tidak mau melanggar sunnatullah. Air itu turun dari langit ke bumi, bukan dilarikan ke laut.
Bahwa kemudian lubang-lubang resapan yang sudah dilakukan dan dianggarkan bermilyar-milyar itu tak membuahkan hasil, ya biarkan saja. Tugas kita sebagai manusia itu berusaha atau berikhtiar, bukan memaksa hasil yang sesuai dengan keinginan.
Sebagai orang beriman, lebih baik menerima kondisi dan musibah yang ada, daripada melawan sunnatullah. Itu sama seperti kemiskinan yang harus kita hadapi dengan sabar, bukan dengan mencuri.
Buat apa aman dari banjir kalau nanti di akhirat malah tenggelam? Menerima dosa-dosa akibat melawan sunnatullah.
Lagipula banjir-banjir ini sebentar saja. Sementara. Seperti hidup yang fana. Sementara di akhirat nanti adalah keabadian.
Untuk itu mari kita sadari dan pahami bersama-sama. Apalagi hanya masalah beberapa jam saja.
Kalaupun ada barang kita yang rusak, mobil rusak, motor rusak dan seterusnya, ya ga masalah. Itu kan hanya barang-barang dunia saja. Yang penting Iman kita tetap Selamat.
Bagi warga Jakarta, yang sudah memilih Gubernur seiman sebagai pemimpin, juga tak bisa disalahkan. Beginilah demokrasi. Kita semua bebas memilih. Kalau pilihannya adalah menikmati banjir sebagai anugerah, demi surga yang abadi nanti, tolong warga luar Jakarta jangan protes.
Tidak perlu mengkritik pada pemimpin kami yang seiman. Tidak perlu prihatin atau khawatir dengan kondisi kami. Kami jelas baik-baik saja, menikmati banjir ini sebagai ujian yang berbuah pahala. Kalaupun dari kami ada yang mati, sudah jelas mati dalam syahid. Berjuang mempertahankan sunnatullah.
Jujur saja, sebenarnya kalian itu iri pada kami. Iya kan? Tidak bisa berjihad dan menikmati banjir dengan suka cita. Tidak bisa masuk teve sambil naik perahu. Bayangin, kami naik perahu saja masuk teve. Kurang hebat apa lagi?
Jadi buat kawan-kawan di luar sana, terutama pembaca Seword, tak perlu lah kalian memaki-maki Gubernur seiman. Karena makian kalian tidak akan pernah menyurutkan cinta kami pada Gubernur seiman.
Sekuat-kuatnya Presiden Jokowi menangani banjir ini, maka kami akan semakin kuat berdoa agar Gubernur seiman tetap menggali lubang dan menolak teori komunis zionis kapitalis yang ingin mengalirkan air ke sungai.
Karena ini soal keimanan atau keyakinan.
Kalau kalian punya keyakinan berbeda, yang menganggap banjir harus dihindari atau diatasi, ya silahkan saja itu pilihan kalian. Pilihan kami adalah banjir dan becek, agar diijinkan ikut seminar poligami. Karena bagaimana caranya mau ikut seminar kalau siang malam tidak banjir?
Lagipula kami ini bosan panas dan kering kerontang. Bosan dengan onta. Sekali kali melihat mobil berenang kan apa salahnya? Begitulah kura-kura.
sumber: seword