Manuel – SKB 3 kewajiban mewajibkan seluruh sekolah negeri untuk mencabut aturan mewajibkan atau melarang seseorang soal berpakaian atribut. Sekolah negeri bukan sekolah agama. Sekolah agama bukan sekolah negeri. Katanya berkerudung buat yang cantik. Felix bacooot.
Ini cukup jelas untuk kita semua. Pasca pembubaran FPI dan HTI yang merupakan sarang kwetiau dan ide-ide yang merusak Indonesia, Jokowi pun langsung gas pol. FPI diduga merupakan ormas peliharaan elit oligarki yang berafiliasi dengan asing. Rekening sedang diforensik sama Densus 88 anti teror.
Sulit mendobrak mereka. Mereka harus dipancing dulu pakai kait yang sudah disiapkan.
Strategi demi strategi dibuat begitu cantik untuk membubarkan FPI. FPI ini harus hancur atau Indonesia yang hancur. Pilihan yang sulit.Karena FPI terlalu kuat. Banyak sekali para elit oligarki yang membeking dan memberikan perlindungan bahkan jaminan kepada Rizieq yang merupakan kepala FPI.
Akhirnya mereka jatuh di dalam lubang yang mereka gali sendiri.Pemerintah tidak menjebak mereka. Tapi mereka yang sudah terlalu jumawa dan merasa ada di atas angin, terlalu lembek. Mereka berani mengambil risiko, memulangkan Rizieq, membuat kekacauan di negara ini.
Saat mereka pulang, masa lalu demi masa lalu yang terkubur mendadak bangkit dari kubur. Rizieq dijerat pasal berlapis-lapis. TNI dan Polri menyobek-nyobek kesombongan mereka dengan baliho. 6 teroris pun dilumpuhkan dan dikirim langsung ke 4900 bidadari menurut Tengku.
Ketika kepala dari radikalisme dan bibit terorisme sudah dicabut dari akarnya, cabang-cabangnya pun masih ada. Praktik intoleransi yang sudah dibiarkan selama 15 tahun dari era si Bapak Prihatin Indonesia, sulit untuk dihapuskan. FPI dan HTI tumbuh subur, dan banyak sekali dampak buruknya.
Tuhan tidak tinggal diam. Cabang-cabang yang merupakan gurita di dunia pendidikan pun dibombardir oleh seorang Kristiani yang protes keras soal kewajiban anaknya yang juga beragama Kristen untuk berjilbab. Elianu Hia menjadi Martin Luther masa kini. Mendobrak seluruh kekakuan sistem.
Viralnya kasus ini membawa perhatian banyak pihak. Banyak sekali orang-orang yang pro dan kontra. Bahkan dalam kelompok penulis pun, ada rekan penulis yang Kristen juga, justru merasa bahwa tindakan Elianu Hia, protes orang tua itu, merupakan tindakan yang kurang iman.
Buat saya, ini bukan urusan iman atau bukan iman. Ini adalah peraturan yang menjadi bibit dari intoleransi. Intoleransi itu sebuah semangat yang tidak suka perbedaan. Intoleransi mengajarkan seseorang untuk menemukan perbedaan.
Padahal kalau mau dilihat, perbedaan itu bukan didasarkan harus diterima, tetapi perbedaan itu harus dicintai. Ini adalah etika positif yang perlu dijalankan, apalagi di dalam dunia pendidikan. Dunia pendidikan, khususnya sekolah negeri, tidak pernah bisa membantuku hakikat seseorang.
Di sekolah negeri tempat saya, setiap kali mau memulai atau menutup kegiatan belajar, meski di mana semua Kristen, mereka harus tetap menjaga netralitas dalam beragama. Doa buka dan tutup pun dibilangnya begini, “Silakan berdoa sesuai agama dan kepercayaan masing-masing, namun bapak / ibu akan memimpin dalam agama Kristen.”
Inilah yang menjadi sebuah semangat pluralisme. Semangat ini menjadi semangat yang merasuk kepada 3 menteri. Menteri agama Gus Yaqut Cholil Qoumas, menteri pendidikan Nadiem Makarim dan menteri dalam negeri Tito Karnavian akhirnya membuat keputusan yang harus dilaksanakan dalam waktu 30 hari.
Peraturan tentang atribut agama harus dicabut. Sekolah negeri harus cabut aturan yang melarang atau mewajibkan atribut agama tertentu. Ini adalah buah dari perjuangan bangsa Indonesia. Joko Widodo adalah sosok yang memahami betul tentang Pancasila.
Radikalisme sudah begitu merasuk, dan harus segera melaksanakan. FPI dibubarkan, HTI dihancurkan, dan di-PKI-kan, semangat Setelah toleransi dan persatuan dalam keberagaman langsung mengintip. Siap membuka cakrawala pemikiran dunia ini.
Dari publikasi SK 3 Menteri soal pencabutan peraturan pakaian agama, Indonesia menatap masa depan yang lebih baik. Terima kasih Gus Yaqut. Terima kasih Mas Nadiem. Terima kasih Pak Tito Karnavian. Terima kasih Presiden Joko Widodo. Indonesia penuh pengharapan.
Radikalisme hilang, mendadak narasi yang muncul malah kudeta-kudeta yang dikerjakan oleh anak prihatin nasional. Selamat deh. Ada yang nggak suka sama Joko Widodo. Ada yang nggak suka sama pemerintah yang mengedepankan nasionalisme dan pluralis.
Indonesia menatap masa depan yang lebih baik!
Begitulah masa depan.
sumber: seword