JUNTA MILITER DAN BUDAYA KUDETA DI MYANMAR

Jakarta, CNN Indonesia — Junta militer resmi berkuasa di Myanmar setelah angkatan bersenjata Tatmadaw menahan pemimpin de facto Aung San Suu Kyi dalam kudeta yang berlangsung pada Senin (1/2).

Selain Suu Kyi, Tatmadaw juga menahan sejumlah pejabat pemerintahan sipil lain seperti Presiden Myanmar Win Myint dan sejumlah tokoh senior partai berkuasa, Liga Nasional untuk Demokras (NLD), pada Senin dini hari.

Sejak kabar penahanan beredar, keberadaan Suu Kyi belum diketahui pasti sampai saat ini. Namun, sumber partai NLD kepada AFP menuturkan Suu Kyi diyakini telah menjadi “tahanan rumah” di Ibu Kota Naypyidaw.

Kudeta militer kemarin seakan bukan hal yang asing bagi rakyat Myanmar. Sebelum pemilu demokrasi 2010 berlangsung, negara yang dulu dikenal dengan sebutan Burma itu berada di bawah kepemimpinan junta militer sejak 1962-2011.

Dikutip Forbes, pada 1962 atau empat belas tahun setelah merdeka dari kolonial Inggris, Tatmadaw yang berada di bawah kepemimpinan Jenderal Ne Win menggulingkan pemerintahan sipil.

Sejak itu, Myanmar dikendalikan oleh rezim otoriter militer. Kudeta itu berlangsung akibat ketakutan militer atas pemerintah sipil yang mereka anggap gagal menindak gerakan etnis minoritas dan kelompok bersenjata.

Kudeta 1962 terbilang awal dari ambisi Tatmadaw menguasai pucuk pemerintahan Myanmar.

Sekitar 26 tahun kemudian, Myanmar diguncang protes massal yang berbuntut penggulingan Jenderal Ne Win. Pucuk kekuasaan kembali dipegang oleh junta militer yang baru.

Ribuan orang dilaporkan tewas akibat kerusuhan yang terjadi selama peralihan kekuasaan ini.

Pada 1990, junta militer menggelar pemilihan umum demokratis dengan multi partai. Saat itu, NLD berhasil memenangkan pemilu secara telak.

Tak terima, junta militer menolak mengakui hasil pemilu dan membatalkan pemilu. Tatmadaw juga menangkap banyak anggota partai oposisi dan menahan Suu Kyi dalam tahanan rumah setidaknya selama dua dekade.

Gelombang protes massa pada 2007 memicu militer Myanmar kembali mengambil langkah transisi menuju pemerintahan demokratis dengan sistem multi partai dan kepemimpinan sipil.

Namun, tak ingin lepas kekuasaan, militer memastikan 25 persen kursi parlemen bisa terus diisi oleh Tatmadaw yang dituangkan dalam reformasi konstitusi 2008.

Pemilu kembali digelar pada 2010. Junta militer menganggap pemilu tersebut menandai transisi dari pemerintahan militer ke demokrasi sipil.

Namun, banyak yang mengecam pemilu tersebut yang dianggap tidak adil dan curang. NLD memboikot pemilu tersebut.

Selepas Suu Kyi bebas dari tahanan rumah, NLD memenangkan pemilu pada 2015. Namun, meski berstatus pemimpin partai, Suu Kyi tak bisa dijadikan presiden Myanmar lantaran status kewarganegaraannya dan beberapa aturan dalam konstitusi 2008.

Sejak itu, Suu Kyi diangkat menjadi pemimpin eksekutif de facto Myanmar dengan titel formal Penasihat Negara (state counsellor).

Meski pemerintahan telah diambil alih sipil, Tatmadaw tetap menolak tunduk pada pemerintahan Suu Kyi dan kerap mengejar kepentingan sendiri, termasuk kampanye manipulasi terselubung yang menargetkan kelompok etnis minoritas Rohingya di sejumlah media sosial seperti Facebook.

Pertempuran antara militer dan etnis minoritas terus meningkat di tahun 2010-an, di mana Tatmadaw meluncurkan serangan baru terhadap beberapa kelompok minoritas yang dianggap pemberontak.(rds/dea)
sumber: CNN Indonesia

This entry was posted in Berita. Bookmark the permalink.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *